Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Apakah Nama Penyakit Ekonomi Indonesia Tanpa Ada Obatnya?

5 Januari 2021   14:54 Diperbarui: 5 Januari 2021   15:11 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu ekonomi yang masuk akal, cerdas, bisa menjelaskan fakta. Friedman juga punya resep yang jelas. Sederhananya, perjuangan pada saat itu bukanlah bagaimana mengurangi tingginya pengangguran akibat resesi. Arus utama menyarankan bahwa apa yang sekarang kita sebut pengangguran "struktural" dapat dikurangi dengan mentolerir inflasi yang lebih tinggi. Penalaran Friedman memperkuat fakta empiris yang menunjukkan hal ini adalah kesalahan. Mengurangi tingkat pengangguran jangka panjang akan membutuhkan reformasi mikroekonomi yang sulit - seperti deregulasi pasar tenaga kerja atau Omnubus Law.

Dau pemikir ekonomi ini yakni Friedman dan Lucas memimpin pembuat kebijakan, bahkan menjadi rule mode di dunia. Dan semua peunggawa ekononom dunia mengikuti mereka. Keyakinan bahwa pengangguran struktural dapat dikurangi dengan inflasi telah ditinggalkan. Dari perspektif politik, kesimpulannya adalah sebaliknya. Pertukarannya bukan antara tingkat inflasi dan pengangguran tetapi kekuatan tenaga kerja dan tingkat pengangguran.

Friedman memenangkan pertarungan intelektual, tetapi resep spesifiknya untuk kebijakan moneter kurang berhasil jika tidak disebut gagal total. Mengurangi pertumbuhan uang secara luas membuat inflasi terkendali, tetapi upaya untuk menargetkan agregat moneter menciptakan terlalu banyak volatilitas dalam output dan suku bunga.

Jadi, apakah Friedman ahli teori ekonomi makro terkait kebijakan terakhir? Pemandangan yang muncul di bawah bayang-bayang Friedman pada 1980-an tetap menentukan. Sejak awal 1990-an, para pembuat kebijakan moneter telah mengejar firasat mereka sendiri, terlepas dari perkembangan teori makroekonomi, yang sebagian besar menanggapi tren ekonomi. Makroekonomi sebagai badan pengetahuan tampaknya hanya berkontribusi sedikit secara substantif. Ini reaktif.  "The Fed" atau Bank Sentarl memiliki serangkaian keyakinan tentang bagaimana menangani gelembung aset setelah ledakan basis teknologi. IMF secara acak bereksperimen selama krisis Asia termasuk Indonesia dan Amerika Latin tidak benar-benar tahu apa yang harus dilakukan dengan rezim uang dalam mengatasi inflasi.   Dan itupun menurut saya tetap mengalami "kegagalan", bahkan menciptakan lebih buruk lagi dari kondisi awalnya;

Landasan theoria ekonomi oleh Ken Rogoff tentang "Bunga dan Harga sebagai  Landasan Teori Kebijakan Moneter, tidak mampu menjawab penyakit ekonomi Indonesia termasuk dunia pada "Inflasi". Saya kira penyakit ekonomi Indonesia termasuk dunia pada "Inflasi" belum ditemukan obatnya hingga saat ini. Ada kemungkinan kedepan tiga masalah penting (1) masalah rekonsiliasi atau dekonstuksi makroekonomi dengan teori mikroekonomi, (2) masalah rekonsiliasi atau dekonstuksi pemahaman bankir sentral tentang apa yang mereka lakukan dengan cara kebijakan moneter dipahami dalam ekonomi moneter teoretis, (3) menjawab paradox kebijakan ekonomi atau apa yang disebut Adam Smith sebagai "invisible hand";

Barangkali apa penyakit ekonomi Indonesia termasuk dunia pada "Inflasi" belum ditemukan obatnya hingga saat ini mewajibkan para punggawa Negara perlu mengkaji lebih dalam lagi tentang Ilmu Manusia,  Ilmu Moral,  Ilmu Yurisprudensi,  Ilmu Ekonomi Politik,  Evolusi Ilmu,  Evolusi Moralitas,  Evolusi Hukum dan Pemerintah, Evolusi Pasar seperti disarankan oleh Adam Smith.

Bahwa tradisi Keynes dan Friedman memulai dengan premis jujur bahwa pembuat kebijakan hampir pasti membuat kesalahan besar, dan menambahkan tambahan  asumsi yang lebih arogansi kekusaan ("Dumeh"). Dan jawaban-jawaban itu mencakup pembalikan kepercayaan yang dipegang teguh dan lazim. Apakah ada yang melakukan itu sekarang?

Ketika mengatakan Keynes "menyelesaikan segalanya", lalu  sekarang di mana-mana ketika ada resesi akibat COvid19,  apakah  penyakit ekonomi Indonesia pada "Inflasi" dilakukan para punggawa Negara dengan melonggarkan kebijakan fiskal dan moneter. Itulah yang telah dilakukan Amerika, Cina, Inggris, dan negara maju lainnya dalam setiap resesi dalam dua puluh tahun terakhir;

Perspektif yang lebih realistis ada dua prinsip sentral  teori makro arus utama ini telah telah gagal.  Inflasi, ekspektasi inflasi, PDB nominal dan suku bunga tidak berada di bawah kendali bank sentral, seperti yang ditafsirkan saat ini. Jika para punggawa negara menerima premis itu - dan saya pikir bukti menunjukkan ke arah itu maka target PDB nominal, target tingkat harga, perubahan target inflasi adalah proposal yang tidak relevan. Mereka tidak tersedia pilihan kebijakan. Kedua, ada alasan yang sangat kuat untuk meragukan bahwa pertumbuhan konsumsi berkorelasi negatif dengan tingkat bunga riil ketika tingkat suku bunga sudah rendah. Bertaruh pada efek dari suku bunga semalam riil negatif yang bahkan lebih rendah adalah palsu dan menipu. Dihadapkan pada perekonomian di mana permintaan resisten terhadap efek suku bunga rendah, populasi menjadi kaya dan menua, dan gangguan teknologi menyebar. Kita mungkin membutuhkan pemikiran yang benar-benar baru untuk menjawab penyakit ekonomi Indonesia pada "Inflasi.

Untuk  menjawab penyakit ekonomi Indonesia pada "Inflasi. apakah langkah-langkah lain, misalnya menggunakan langkah-langkah yang tidak konvensional, seperti "pelonggaran kuantitatif", yang memiliki efek regresif yang kuat, atau "Bansos Pemerintah" yang dibagikan kepada semua warga, menjadi alternatif yang lebih baik? Dan jika langkah-langkah tersebut digunakan, apakah masih tepat untuk menganggap bank sentral sebagai lembaga yang tidak membutuhkan apa pun selain keahlian teknis, atau haruskah ada bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat?.Apakah masih tepat untuk menganggap bank sentral sebagai lembaga yang tidak membutuhkan apa pun selain keahlian teknis sesuai magisterium pemikiran ekonom, atau haruskah ada bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat?.

 Tetapi ada juga pertanyaan penting dalam filosofi politik mengenai pertanyaan di mana, dan oleh institusi macam apa, suplai uang harus dikontrol. Salah satu faktor yang menyulitkan di sini adalah ketidaksepakatan yang luas tentang dasar kelembagaan penciptaan uang. Salah satu bagian dari teori kredit uang menekankan bahwa di dunia sekarang ini, penciptaan uang adalah proses di mana bank komersial memainkan peran penting. Bank-bank ini pada dasarnya menciptakan uang baru ketika mereka memberikan pinjaman baru kepada pelanggan individu atau bisnis;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun