Berbeda dengan pandangan Kant yang keras, tampaknya beberapa pemikir terbesar sepanjang masa seperti Plato, Democritus, Aquinas, dan Leibniz tidak mengalami kesulitan untuk 'mewakili diri mereka sendiri' sebuah konsep ketiadaan yang berarti ketiadaan ruang juga. Sudut pandang mereka menentang pernyataan Kant tentang ketidakmampuan untuk mewakili ketiadaan ruang.
Pandangan Kant tentang ruang dan waktu telah menjadi subyek kontroversi sejak Episteme KABM  tersebut pertama kali muncul di media cetak. Misalnya, ada perselisihan yang menarik selama tahun 1860-an dan 1870-an antara Trendelenburg dan Kuno Fischer. Trendelenburg mengklaim  Kant telah menyajikan dilema antara subjektivitas dan objektivitas ruang sebagai sesuatu yang eksklusif. Oleh karena itu, dengan menyangkal alternatif objektif, Kant tidak meninggalkan pilihan lain selain memilih pandangan subjektif dari ruang.
Berbeda dengan Kant, Trendelenburg berpendapat  memang ada pilihan ketiga yang tersedia. Pilihan ketiga adalah pandangan  ruang bisa bersifat subyektif dan sekaligus objektif dan nyata, independen dari konstitusi manusia kita.
Dalam pandangan dan pernyataan Kant tentang ruang subyektif  kurang konsisten dengan pelukannya terhadap Euclidean Geometry sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan mendasar dari sistem filosofisnya.
Daftar Pustaka:
Guyer, P. and A. Wood (eds.), 1998, Critique of Pure Reason, Cambridge: Cambridge University Press.