Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Episteme Transgender [6]

18 Januari 2020   00:08 Diperbarui: 18 Januari 2020   00:38 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Beauvoir mengklaim wanita adalah "situasi historis," dia menekankan tubuh menderita konstruksi budaya tertentu, tidak hanya melalui konvensi yang memberi sanksi dan melarang bagaimana seseorang bertindak tubuh seseorang, "tindakan" atau kinerja tubuh seseorang, tetapi dalam konvensi diam-diam yang menyusun cara tubuh dirasakan secara budaya.

Memang, jika gender adalah signifikansi budaya yang diasumsikan oleh tubuh berjenis kelamin, dan jika signifikansi itu ditentukan melalui berbagai tindakan dan persepsi budaya mereka, maka akan terlihat dari dalam ketentuan budaya tidak mungkin mengenal seks sebagai berbeda dari gender.

Reproduksi kategori gender diberlakukan pada skala politik besar, seperti ketika perempuan pertama kali memasuki suatu profesi atau mendapatkan hak-hak tertentu, atau disusun kembali dalam wacana hukum atau politik dengan cara-cara baru yang signifikan.

Tetapi reproduksi identitas gender yang lebih duniawi terjadi melalui berbagai cara di mana tubuh-tubuh bertindak dalam hubungannya dengan harapan-harapan yang sangat mengakar atau terendapkan tentang keberadaan gender.

Pertimbangkan ada sedimentasi norma-norma gender yang menghasilkan fenomena aneh dari seks alami, atau wanita sejati, atau sejumlah fiksi sosial yang lazim dan menarik, dan ini adalah sedimentasi yang dari waktu ke waktu telah menghasilkan serangkaian gaya jasmani. yang, dalam bentuk terukur, muncul sebagai konfigurasi alami tubuh menjadi jenis kelamin yang ada dalam hubungan biner satu sama lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun