Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Presiden dan Gunungan Wayang

19 Mei 2018   17:24 Diperbarui: 27 Mei 2018   02:44 3172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sastro adalah ilmu, jendro adalah adiluhung, hayuning adalah membangun, sedangkan rat adalah jagad. Jadi, makna ilmu ["sastro jendro hayuningrat pangruwating diyu"] adalah ilmu untuk membangun merawat isi jagad alam semesta.

Namun hal ini tidak mudah aplikasi karena tipe leadership Gunungan Wayang ["secara umum watak atau karakteristik adalah tidak mudah ditebak. Dengan meminjam pemikiran "Peter G. Northouse", atau gaya kepemimpinan situasional (situational approach to leadership). Artinya ada kecelah kemungkian ketidakpastian dalam sikap dan tindakan tergantung situasi yang dialami.

Jiwa roh dasamuka atau seni kesadaran (satu masalah bisa memiliki sepuluh kepala sudut pandang) memungkinkan bisa terjadi apa saja tergantung pesan alami situasi alami, dan sikap alami, termasuk tindakan jahat dan perilaku angkaramurka, atau disebut oleh Hannah Arendt (1906--1975) masuk unsur sikap perilaku hewan masuk dalam pemerintahan negara atau kota atau perilaku runtuh tembok polis. Atau pada simbol gambar Gunungan Wayang berisi hutan, tanaman, dan binatang adalah berbagai sifat dan tabiat manusia di jagat ini.

Pada posisi ini terjadi ada paradoks leksikon gaya kepemimpinan (style leadership) trans-substansi Gunungan Wayang. Model (situational approach to leadership) ini memiliki keterbatasan lain bahwa (a) pengambilan keputusan tidak bisa dilangsungkan dengan cepat (menunggu tanda-tanda alam), dan (b) perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan, dan namun kadang-kadang terjadi anomali pada rendah dukungan, (c) tindakan pemimpin dapat menjadi "Tipe Laissez-Faire" atau pemimpin membiarkan bawahan tidak cocok, karena menunggu kesesuaian alam semesta dalam metafora keharmonisan penanda, dan petandanya.

Akhirnya apapun bentuknya bahwa gaya kepemimpinan (style leadership) yang di trans-substansi Gunungan Wayang, pasti paham betul batas (waktu) yang tepat pada restu alam semesta ["Gunungan mewakili lima unsur alam, yaitu tanah, air, api, angina, dan ruang"] untuk memulai, melaksanakan, dan mengakhiri lakon kehidupan yang dilakukan atau sesuai kehendak Gusti Kang Murbeng Gesang, Pemberi Kehidupan. Sebagaimana sifat alam keserasiannya bersifat memberi dan tidak membeda-bedakan apapun. ***)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun