.
Tapi Kalian pasti juga bilang…nah itulah…Trinitas adalah konsep yang rumit dan mustahil…bagaimana mungkin 1=3 dan 3=1?
.
Tetapi betulkah hanya orang Kristen yang memiliki kewajiban untuk menjelaskan tentang hal ini (the burden of proof) sedangkan muslim terbebas untuk menjelaskannya? Maaf, saya tidak berpikir seperti itu.
.
Lihat. Para Ulama muslim saat ini pun masih bergulat untuk menjelaskan bagaimana konsep Alloh yang “ABSOLUTE ONENESS” (Tauhid) ini bisa dihubungkan dengan keberadaan UMMUL KITAB dan juga AL-QURAN yang kekal sebelum segala ciptaan ada. Apakah ini berarti ada 3 yang kekal (Trinitas) sebelum ada ruang dan waktu? Bisakah orang Kristen memahaminya Alloh (sebagai Bapa), Ummul Kitab (sebagai Ibu) dan Al-Quran (sebagai Putera)? Ini adalah Trinitarian statement. Tapi tentu saja kalian akan menolak pengertian ini. Tapi pertanyaannya tidak lenyap. Bagaimana ada 3 yang kekal sebelum ada ruang dan waktu? Sebab bukankah ini seperti yang dipercaya oleh orang Kristen, ada 3 Yang Kekal (Trinitas) sebelum ada segala ciptaan, ruang dan waktu dan materi?
.
Belum lagi kalau konsep “absolute oneness” ini dikaitkan dengan sifat-sifat relasional Alloh seperti Maha-pengasih dan Maha-adil (lihat 99 nama Alloh). Pertanyaannya mudah tapi jawabannya njlimet. Bagaimana mungkin sang “absolute oneness” bisa memiliki karakter atau sifat-sifat atau atribut relasional (inter-personal)? Sebab karakter Kasih, Adil, adalah sifat-sifat yang hanya mungkin ada bila ada “multi-personal” dan bukan “oneness”? Allah yang sendirian tidak mungkin memiliki karakter relasional seperti ini dan kemudian bisa Dia bagikan dan ajarkan kepada seluruh umat manusia ciptaanNya sendiri? Apakah ini berarti sifat-sifat Alloh tersebut adalah ciptaan dan tidak kekal? Tetapi bagaimana mungkin Allah memiliki karakter yang tidak kekal? MUSTAHIL.
.
Sama seperti halnya ORANG KRISTEN yang terus bergulat dengan pengertian soal Trinitas: bagaimana yang berbeda itu bisa satu dan bagaimana yang satu itu bisa berbeda (pelajari konsep “unity in diversity”), maka bahkan PARA AHLI FISIKA-pun masih bergulat soal bagaimana 4 gaya fundamental di alam semesta yang berbeda-beda ini sebetulnya adalah SATU. Mereka terus mencari suatu ‘Teori Segalanya’ (Theory of Everything –TOE), yaitu sebuah kerangka kerja teoritis yang tidak saling berkontradiksi satu sama lain dalam menjelaskan secara lengkap hubungan dari semua aspek interaksi atau gaya di alam semesta. Mereka sudah berhasil setengah jalan, tetapi belum bisa menyatukannya menjadi watu teori tunggal (dengan gravitasi).
.