Mohon tunggu...
Baladewa Arjuna
Baladewa Arjuna Mohon Tunggu... -

Think....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

‘Jesus for Atheists’ (3)

2 Januari 2016   19:40 Diperbarui: 3 Januari 2016   19:58 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Love cannot work coercively but only persuasively. Forced love is a contradiction in terms. Hence, God's love demands that there be a hell where persons who do not wish to love Him can experience the great divorce when God says to them, “Thy will be done!” (Norman Geisler – Who Made God?)

Namun Tuhan di dalam kasihNya berupaya menginsyafkan manusia dan memperbaiki hubungan yang terputus itu dengan kemauan bebas dari manusia itu sendiri. Bukan dengan paksaan ‘seorang’ Mahakuasa yang otoriter dengan hukuman dan azabNya.

Memberikan kehendak bebas artinya: Tuhan harus membatasi diriNya untuk tidak campur tangan atas pilihan-pilihan bebas manusia. Sebab bila Dia campur tangan pada satu kehendak bebas manusia, maka Dia harus campur tangan pada beberapa kehendak bebas. Bila Dia campur tangan pada beberapa kehendak bebas, maka Dia harus campur tangan pada semua kehendak bebas, pada semua perkara. Bila Dia campur tangan pada semua perkara, maka Dia harus campur tangan terus menerus atas segala sesuatu. Lalu apa gunanya kehendak dan pilihan bebas manusia?

Oleh karena itu, Alkitab berargumentasi demikian: Tuhan bersikeras bahkan dengan sangat keras – karena manusia yang telah salah dengan kehendak bebasnya – maka hanya manusia pula yang harus bisa memperbaikinya, juga dengan kehendak bebasnya sendiri.

AKAN TETAPI semua manusia telah jatuh ke dalam kuasa dosa dan terputus dari Allah Yang Kudus (transenden). Dan karena hubungan itu telah terputus, maka manusia tidak bisa datang dan berhubungan lagi dengan sang Khalik – Penciptanya – walaupun ada keinginan dan angan-angan di dalam sanubarinya. Manusia tidak bisa lagi menjangkauNya. Ada pedang yang menyala-nyala menjaga jalan kepada pohon kehidupan.

Sebab Yang Kudus tidak bisa bercampur dengan dosa. BENAR tidak bisa bercampur menjadi satu dengan SALAH tanpa dirinya menjadi SALAH; dan di sisi lain, SALAH tidak akan pernah bisa tahan berdiri di hadapan BENAR, di bawah tatapan mataNya dengan perasaan damai tanpa pengampunan. Dua otoritas dengan kehendak bebas berbeda, dimana salah satunya tidak mau takluk kepada yang lain, tidak akan bisa akur bercampur dan bersekutu menjadi satu. Manusia telah terpisah dari Allah – sang sumber Terang dan sumber Hidup.

Sebab bila Allah adalah sumber terang maka terpisah dariNya adalah gelap; bila Allah adalah sumber hidup maka terpisah dariNya adalah mati; bila Allah adalah sumber kegembiraan dan sukacita sejati maka terpisah dariNya adalah kesedihan dan kepahitan. Bila Allah adalah sumber keadilan maka terpisah dariNya adalah kesemena-menaan; bila Allah adalah kebenaran maka terpisah darinya adalah kesalahan. Oleh karena itu, maka kebinasaan adalah suratan nasib manusia berdosa. Adam dan Hawa keluar dari Taman Eden. Lambang keterputusan itu. Lalu sisanya adalah sejarah.


.
Hukum dan Peraturan Agama: Adalah Bukti Bahwa Manusia Itu Makhluk Berdosa

Manusia yang telah jatuh seperti ini, tidak bisa untuk tidak takluk kepada nature selfish gene dirinya sendiri. Mustahil. Sehingga semua manusia disebut sebagai telah berdosa. Hukum Taurat dan peraturan-peraturan agama manapun diberikan adalah untuk membungkam mulut manusia bahwa mereka adalah makhluk yang suci dan tidak berdosa, seolah mampu untuk menjadi selamat karena diri mereka sendiri, yaitu dengan cara menjalani aturan-aturannya.

Coba saja jalani peraturan agama itu (agama yang mana saja), maka sebentar kemudian anda akan mendapati telah melanggar banyak sekali aturan. Satu aturan saja sudah cukup untuk mendiskualifikasi semua usaha anda yang sangat keras itu – dan membuktikan bahwa anda adalah manusia dengan dosa – itu adalah tuduhan dasar hukum dosa dan maut.

Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat (peraturan agama)” (1Kor 15.56 – kata dalam kurung ditambahkan penulis)

Oleh karena itu, hukum Taurat dan peraturan agama manapun justru BUKTI bahwa manusia itu adalah makhluk berdosa dan tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri (bdk.Roma 3.10). Maka kita diajarkan oleh Yesus bahwa hukum dan peraturan agama itu jelas bukanlah JALAN keselamatan. Tetapi itu (peraturan agama) adalah seperti cermin yang menunjukkan dan membuktikan betapa kotornya manusia, namun cermin itu sendiri tidak pernah bisa membasuh-bersih kekotoran manusia itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun