Kenapa anak-anak berlomba mendaftar sebagai calon anggota TNI AD atau Polri? Salah satu alasan yang kuat adalah contoh tokoh di lingkungan sekitar. Di tiap sudut kota, di pelosok desa, polisi dan tentara (TNI AD) yang mengayomi masyarakat dari anak-anak sampai orang tua. Contoh ini yang menginspirasi anak-anak tamatan SMA untuk masuk ke TNI AD atau Polri suatu saat nanti.
Saya tidak bisa menafikan bahwa kenyataan ini juga berlaku bagi anak-anak yang akan tamat dari sekolah saya mengabdi. Saya sendiri yang membantu anak-anak yang akan melanjutkan pendidikan, tidak saja masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN), mendapatkan Beasiswa KIP Kuliah, tetapi juga membantu anak-anak yang akan masuk ke TNI AD dan Polri. Hal yang dilakukan adalah meneliti semua nilai raport agar tidak ada kesalahan dan cukup untuk mendaftar sebagai taruna. Syarat nilai raport sebagai calon anggota TNI adalah 85 ke atas dari nilai rata-rata semester 1 sampai 6, sementara Polri hanya mematok nilai rata-rata 75 saja. Tentu saja tidak mudah, siswa yang memiliki tekad dan semangat juang tinggi bisa saja dibantu nilai raportnya agar lebih bagus. Bantuan ini diberikan sebagai apresiasi kepada perjuangan siswa bersangkutan, nama baik sekolah jika lulus, nama baik keluarga, dan juga mengubah derajat kehidupan siswa tersebut jika sudah mengabdi kepada negara!
Dengan merekrut jiwa-jiwa muda untuk selangkah lebih tegap dalam mengatur barisan di tengah lautan, TNI AL sudah memegang kendali kemenangan dalam konflik yang mungkin hampir tiba. Jiwa-jiwa muda yang sekarang berlomba-lomba dalam pertarungan di darat seolah-olah melupakan tugas dan tanggung jawab lain di lautan lepas negeri ini, dengan dalih tugas negara yang berat dan kesulitan komunikasi dengan kerabat selama masa dinas, maupun alasan nyawa yang lebih mudah terenggut; padahal di mana saja 'bekerja' bisa mati tiba-tiba!
Di mana keberadaan TNI AL di kala siswa-siswa ini datang ke sekolah untuk melegalisasi nilai raport mereka?
Saya sebagai orang awam dan guru yang membantu proses hanya menuruti keinginan mereka berdasarkan fakta di lapangan bahwa TNI AD dan Polri adalah pekerjaan yang menjanjikan. Saya tidak ingat maupun mengarahkan anak-anak ke TNI AL karena tertutup mata batin, tidak ada sosok yang bisa saya promosikan di mana telah sukses sebagai anggota TNI AL, serta sulitnya akses pendaftaran maupun proses seleksi yang minim di kabupaten kota maupun tingkat provinsi.
Di masa genting demikian, dalam konteks TNI AL membutuhkan jiwa-jiwa muda yang masih bersemangat gerilya tinggi, harusnya terdapat bimbingan dan arahan untuk menjadi 'Popeye' agar generasi yang masih kuat ini menjadi penerus yang tangguh. Semangat juang yang menyala dari anak-anak ini, tidak lulus TNI AD atau Polri, akhirnya menjadi pengangguran padahal fisik sudah dibentuk dengan sangat bagus dan indahnya Mahakarya ciptaan Tuhan. Kita tahu pasti bahwa pekerjaan di darat lebih menggiurkan keselamatan, keamanan, dan mudahnya perjodohan dibandingkan di tengah lautan. Namun, bukankah lautan lepas juga bisa mengubah inspirasi menjadi lebih berarti?
Sampai di sini, TNI AL tidak lantas merekrut jiwa-jiwa yang kecewa karena gagalnya menjadi TNI AD atau Polri. Di mana bayangan anak-anak ini TNI AD adalah pilihan terakhir padahal masih ada TNI AL maupun TNI AU yang perekrutannya entah berada di ribuan mil mana atau di lapisan ozon ke berapa.
Apakah harapan ini yang diinginkan oleh petinggi TNI AL?
Saya menawarkan, kami dari pelosok negeri ini mempunyai jiwa tarung yang tinggi, semangat juang yang sama, inspirasi yang berbeda, dan juga tangguh dalam menjaga NKRI di tengah laut dengan riak ombak gahar nan romantis. Apakah kami bisa dilihat Bapak dan Ibu petinggi TNI AL?
Datanglah ke jiwa-jiwa yang masih kosong hasrat dan keinginan ini. Saya yakin sekali dengan inspirasi dari tokoh 'utama' TNI AL, anak-anak di sekolah akan tergerak hatinya untuk masuk ke akademi. Mengapa hal yang mudah dipersulit sedangkan hidup memang sudah sulit? Sementara TNI AL berganti tahun, pensiun pun tak bisa dielak. Bukankah makin 'sepi' peminat TNI AL akan makin terancam keamanan di laut khususnya Laut China Selatan?
Seperti anak-anak yang kurang tahu mengenai TNI AL, begitu pula masyarakat Indonesia yang tidak tahu maupun tidak tahu menahu mengenai konflik di Laut China Selatan. Sebesar apa ancaman di seberang lautan sana? Saya tidak tahu soal ini sehingga tidak bisa meyakinkan anak-anak untuk menjadi taruna TNI AL. Mengapa juga rekutment TNI AL begitu minimalis? Saya cuma tahu proses rekrument langsung dari pusat sehingga anak-anak tidak bersemangat mengingat biaya cukup besar jika keluar daerah. Apakah TNI AL masih membutuhkan 'tenaga' agar Laut China Selatan tetap aman dari konflik dan ancaman? Saya yakin masih butuh, dan sangat butuh untuk beberapa tahun ke depan yang masih misterius.