Selama 13 tahun saya menjadi guru dan menjadi pembimbing anak-anak kelas XII, tidak ada seorang pun yang berujar, "Armada laut!" saat mereka memilih cita-cita di depan mata. Lautan yang lepas, gahar, dan ganas seperti tak pernah terlintas di benak anak-anak disebabkan menjadi polisi lebih tampan untuk dipandang calon mertua, jadi tentara di daratan lebih gagah dalam menarik hati pujaan hati. Sementara, di lautan lepas, hanyalah ikan-ikan dan angin kencang dalam kecupan manja tanpa bisa dipeluk abadi seperti jodoh dari Ilahi.
Cita-cita Menjadi Tentara
Tiap tahun, dalam data di sekolah hanya satu atau dua siswa yang mendaftar sebagai calon Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Kenyataan yang pahit, di antara keduanya bisa saja tidak lulus sama sekali, mungkin juga hanya seorang saja yang berjodoh. Sebut saja 100 orang tamatan, 2 orang yang ikut seleksi, maka hanya 2% yang tertarik untuk menjadi bagian dari penjaga kedaulatan negara.
Dalam 5 tahun terakhir, 3 orang siswa saya lulus sebagai garda terdepan dalam sistem keamanan nasional. Tahun 2022, Muhammad Ilham lulus sebagai taruna TNI AD dengan nilai yang sangat memuaskan. Tahun  2024, Teuku Syahrul Danda dan Hilmi Andrea lulus di Kepolisian RI dan Korps Brigade Mobil  (Brimob). Tiga cerita yang jauh dari gelombang ganas di ribuan mil jaraknya dari daratan, dan hanya sedikit kisah yang kemudian dilupakan begitu saja.
Bagaimana dengan sekolah-sekolah lain? Saya rasa juga demikian, anak-anak lebih berminat ke bangku kuliah dibandingkan menjadi bagian dari keamanan nasional. Â Bapak dan Ibu anggota TNI maupun Polri memang pernah ke sekolah-sekolah namun lebih kepada sosialiasi penyalahgunaan narkoba maupun isu pergaulan bebas remaja. Pernahkah Bapak dan Ibu berbicara soal bakat dan minat anak-anak untuk masuk TNI atau Polri? Adakah Bapak dan Ibu menawarkan beasiswa penuh dan kemudahan akses ke abdi negara ini? Saya rasa, hanya universitas-universitas saja yang berlomba-lomba mempromosikan jurusan dalam menarik simpati anak-anak agar mau kuliah dengan iming-iming beasiswa dan lapangan pekerjaan setelah lulus nanti.
Di mana TNI dan Polri saat anak-anak kelas XII ini bimbang? Sejauh ini tidak ada sentuhan maupun bayangan dari anak-anak untuk menjadi seorang pelaut ulung. Cita-cita anak-anak berada pada pusaran TNI AD atau Kepolisian. Faktor-faktor pendukung untuk memilih posisi aman adalah orang tua, lingkungan, dan juga keamanan sebagaimana sering didengar oleh siswa-siswa ini dari berbagai sudut pandang.
Saat saya berbicara mengenai pendaftaran sampai kelulusan siswa sebagai anggota TNI atau Polri, tamatan tahun 2020 tidak ada satupun yang mendaftar sabagai taruna. Tamatan tahun 2021 ditandai dengan lulusnya seorang siswa sebagai anggota TNI di tahun 2022. Tahun 2022, dua orang tamatan yang berhasil lulus di tahun 2024 seperti yang sudah saya sebutkan. Tamatan tahun 2023, tidak ada data yang menyebutkan ada siswa kami yang lulus bahkan untuk mendaftar pun tidak tercatat di sekolah. Sementara tamatan tahun 2024, kembali lagi hanya 2 orang siswa kami yang berniat mendaftar sebagai calon anggota TNI AD dan Polri. Hal ini ditandai dengan legalisasi raport dari semester 1 sampai 6 dari kedua siswa tersebut. Sekali lagi, dalam 5 tahun terakhir ini, tidak ada seorang pun siswa yang mendaftar sebagai anggota TNI atau Polri menyebut TNI AL sebagai cita-cita mulia mereka!
Apakah TNI AL tidak semenarik itu? Â Saya hanya bisa mencatat bahwa informasi pendaftaran, deskripsi pekerjaan, kenyamanan sebagai TNI AL tidak sampai kepada siswa-siswa saya di pedalaman, mungkin juga sosialisasi mengenai pendaftaran hanya sebatas omongan dari mulut ke mulut saja tanpa sosialisasi seperti kampus ke sekolah yang datang silih berganti bagai tamu tak diundang dalam 3 bulan terakhir sebelum pengumuman kelulusan.
Lantas, bagaimana menjaga keamanan laut Indonesia yang ganas maupun disinyalir akan berkonflik seperti di Laut China Selatan yang sangat terkenal itu?
Komando Pengembangan dan Pendidikan TNI AL (kodiklatal.tnial.mil.id, 03/07/2023) menulis 478 Tamtama yang lolos seleksi sebagai siswa Pendidikan Pembentukan Bintara (Diktukba) TNI Angkatan Laut (TNI AL) Angkatan 54 Tahun 2023, terdiri dari Korps Pelaut, Korps Marinir, dan korps dukungan umum yang meliputi Korps Teknik, Elektronika, Suplai, Kesehatan, Khusus dan Pomal. Apakah akses yang terbatas sehingga kelulusan begitu sedikit? Apakah penerimaan calon taruna hanya di wilayah-wilayah tertentu saja?
Pekerjaan rumah yang sangat berat bagi TNI AL di mata saya sebagai seorang guru. Di saat Polri merekrut calon anggota dari seluruh pelosok, TNI AL barangkali sibuk menjaring ikan Tuna di tengah lautan. Di saat TNI AD berlomba-lomba menarik banyak peminat, TNI AL masih merajut jaring-jaring yang digigit ikan Hiu. Gemerlap Polri dan TNI AD tidak bisa ditutup mata, sementara redupnya TNI AL adalah hal yang nyata sejak dini.
Pekerjaan Rumah TNI AL
Kenapa anak-anak berlomba mendaftar sebagai calon anggota TNI AD atau Polri? Salah satu alasan yang kuat adalah contoh tokoh di lingkungan sekitar. Di tiap sudut kota, di pelosok desa, polisi dan tentara (TNI AD) yang mengayomi masyarakat dari anak-anak sampai orang tua. Contoh ini yang menginspirasi anak-anak tamatan SMA untuk masuk ke TNI AD atau Polri suatu saat nanti.
Saya tidak bisa menafikan bahwa kenyataan ini juga berlaku bagi anak-anak yang akan tamat dari sekolah saya mengabdi. Saya sendiri yang membantu anak-anak yang akan melanjutkan pendidikan, tidak saja masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN), mendapatkan Beasiswa KIP Kuliah, tetapi juga membantu anak-anak yang akan masuk ke TNI AD dan Polri. Hal yang dilakukan adalah meneliti semua nilai raport agar tidak ada kesalahan dan cukup untuk mendaftar sebagai taruna. Syarat nilai raport sebagai calon anggota TNI adalah 85 ke atas dari nilai rata-rata semester 1 sampai 6, sementara Polri hanya mematok nilai rata-rata 75 saja. Tentu saja tidak mudah, siswa yang memiliki tekad dan semangat juang tinggi bisa saja dibantu nilai raportnya agar lebih bagus. Bantuan ini diberikan sebagai apresiasi kepada perjuangan siswa bersangkutan, nama baik sekolah jika lulus, nama baik keluarga, dan juga mengubah derajat kehidupan siswa tersebut jika sudah mengabdi kepada negara!
Dengan merekrut jiwa-jiwa muda untuk selangkah lebih tegap dalam mengatur barisan di tengah lautan, TNI AL sudah memegang kendali kemenangan dalam konflik yang mungkin hampir tiba. Jiwa-jiwa muda yang sekarang berlomba-lomba dalam pertarungan di darat seolah-olah melupakan tugas dan tanggung jawab lain di lautan lepas negeri ini, dengan dalih tugas negara yang berat dan kesulitan komunikasi dengan kerabat selama masa dinas, maupun alasan nyawa yang lebih mudah terenggut; padahal di mana saja 'bekerja' bisa mati tiba-tiba!
Di mana keberadaan TNI AL di kala siswa-siswa ini datang ke sekolah untuk melegalisasi nilai raport mereka?
Saya sebagai orang awam dan guru yang membantu proses hanya menuruti keinginan mereka berdasarkan fakta di lapangan bahwa TNI AD dan Polri adalah pekerjaan yang menjanjikan. Saya tidak ingat maupun mengarahkan anak-anak ke TNI AL karena tertutup mata batin, tidak ada sosok yang bisa saya promosikan di mana telah sukses sebagai anggota TNI AL, serta sulitnya akses pendaftaran maupun proses seleksi yang minim di kabupaten kota maupun tingkat provinsi.
Di masa genting demikian, dalam konteks TNI AL membutuhkan jiwa-jiwa muda yang masih bersemangat gerilya tinggi, harusnya terdapat bimbingan dan arahan untuk menjadi 'Popeye' agar generasi yang masih kuat ini menjadi penerus yang tangguh. Semangat juang yang menyala dari anak-anak ini, tidak lulus TNI AD atau Polri, akhirnya menjadi pengangguran padahal fisik sudah dibentuk dengan sangat bagus dan indahnya Mahakarya ciptaan Tuhan. Kita tahu pasti bahwa pekerjaan di darat lebih menggiurkan keselamatan, keamanan, dan mudahnya perjodohan dibandingkan di tengah lautan. Namun, bukankah lautan lepas juga bisa mengubah inspirasi menjadi lebih berarti?
Sampai di sini, TNI AL tidak lantas merekrut jiwa-jiwa yang kecewa karena gagalnya menjadi TNI AD atau Polri. Di mana bayangan anak-anak ini TNI AD adalah pilihan terakhir padahal masih ada TNI AL maupun TNI AU yang perekrutannya entah berada di ribuan mil mana atau di lapisan ozon ke berapa.
Apakah harapan ini yang diinginkan oleh petinggi TNI AL?
Saya menawarkan, kami dari pelosok negeri ini mempunyai jiwa tarung yang tinggi, semangat juang yang sama, inspirasi yang berbeda, dan juga tangguh dalam menjaga NKRI di tengah laut dengan riak ombak gahar nan romantis. Apakah kami bisa dilihat Bapak dan Ibu petinggi TNI AL?
Datanglah ke jiwa-jiwa yang masih kosong hasrat dan keinginan ini. Saya yakin sekali dengan inspirasi dari tokoh 'utama' TNI AL, anak-anak di sekolah akan tergerak hatinya untuk masuk ke akademi. Mengapa hal yang mudah dipersulit sedangkan hidup memang sudah sulit? Sementara TNI AL berganti tahun, pensiun pun tak bisa dielak. Bukankah makin 'sepi' peminat TNI AL akan makin terancam keamanan di laut khususnya Laut China Selatan?
Seperti anak-anak yang kurang tahu mengenai TNI AL, begitu pula masyarakat Indonesia yang tidak tahu maupun tidak tahu menahu mengenai konflik di Laut China Selatan. Sebesar apa ancaman di seberang lautan sana? Saya tidak tahu soal ini sehingga tidak bisa meyakinkan anak-anak untuk menjadi taruna TNI AL. Mengapa juga rekutment TNI AL begitu minimalis? Saya cuma tahu proses rekrument langsung dari pusat sehingga anak-anak tidak bersemangat mengingat biaya cukup besar jika keluar daerah. Apakah TNI AL masih membutuhkan 'tenaga' agar Laut China Selatan tetap aman dari konflik dan ancaman? Saya yakin masih butuh, dan sangat butuh untuk beberapa tahun ke depan yang masih misterius.
Maka dari itu, pekerjaan rumah dari TNI AL saat ini adalah menarik jiwa-jiwa muda ini, katakanlah kepada mereka bahwa kita terancam dari apapun di Laut China Selatan. 10 tahun lagi, 20 tahun setelah hari ini, bukan lagi kita yang akan berjibaku dengan ancaman di seberang lautan seperti kehilangan pulau, ikan habis dikuras nelayan negara tetangga maupun perang yang jangan sampai terjadi, melainkan anak-anak muda yang dibentuk jiwanya agar lebih gahar sejak dini. Tidak mungkin TNI AD bertarung bersama ubur-ubur kala ancaman itu tiba. Sangat mustahil Polri berjibaku dengan gunung es sementara mereka hanya tahu meluruskan jalan yang salah bagi pengendara bukan titik koordinat di lautan.
Laut China Selatan yang terancam secara teori - mungkin terjadi konflik, mungkin tidak - tetaplah membutuhkan personil yang lebih banyak dibandingkan di daratan yang sudah 'di mana-mana' adalah anggota TNI AD dan Polri. Saya bertugas mengarahkan anak-anak untuk memilih dokter sebagai profesi yang aman hidup masa depan, atau guru yang kerja sampai siang hari sementara gaji banyak, di saat ancaman yang terinformasikan dengan benar kepada saya mengenai Laut China Selatan ini yang sedang goyah karena pertikaian karena letak yang strategis dengan nilai ekonomis fantantis, mudah dipolitisasi berbagai kepentingan negara karena letak geografis dan sumber daya alam berlimpah dari lautan hingga daratan di antara negara-negara yang memperebutkan kekayaan alam. (kompaspedia.kompas.id, 17/04/2024).
Amerika Serikat pernah memulai sangketan dengan mengklaim sejumlah pulau kecil di Kepulauan Spratly, sementara China memasukkan kepulauan tersebut bersama Kepulauan Paracel ke peta wilayahnya tahun 1974. Negara-negara tetangga seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam, bersama Indonesia mulai terpancing untuk menjaga pulau-pulau dan kekayaan lainnya di daerah Laut China Selatan sampai hari ini agar tidak dirampas paksa oleh negara-negara adidaya lainnya. (dunia.tempo.co, 09/02/2023). Jika benar ancaman tersebut nyata dan anak-anak mendapatkan informasi akurat dari sosok TNI AL yang bertugas di sana, saya akan dengan mudah mengarahkan anak-anak untuk masuk TNI AL di tahun-tahun mendatang.
Harapan dan Asa dari Guru yang Mendidik Anak Bangsa
Satu atau dua yang lulus TNI AL dari suatu sekolah, jika dijumlahkan akan banyak dan cukup mampu membentengi bajak laut yang entah datang dari kutub mana. Informasi yang tidak tersampaikan ini, jangan pernah menyalahkan anak-anak negeri ketika ancaman itu benar-benar datang. Bukan kami tidak peduli. Bukan sekolah tidak mengirimkan anak-anak terbaiknya sebagai calon anggota TNI AL. TNI AL sendiri yang 'menjenguk' sekolah pun tidak pernah!
Datang ke sekolah dari pelosok sampai gemerlap kota besar. Katakanlah bahwa Laut China Selatan sedang garang-garangnya dengan perampasan pulau dan kekayaan Indonesia. Rangkul anak-anak yang terobsesi menjadi dokter untuk masuk ke TNI AL. Peluk kuat-kuat penghafal Alquran agar senandung laut lebih tenang dalam lantunan kalam Ilahi.
Apakah ini pernah terpikirkan oleh petinggi TNI AL? Mungkinkah hanya memikirkan trik dan strategi agar lepas dari ancaman berarti? Sekali lagi, anak negeri masih banyak di sini, sementara kaki ringkih itu akan pensiun sebentar lagi. Ancaman di Laut China Selatan sudah pasti dalam beberapa tahun ke depan, namun apakah siap kita tanpa jiwa dan tenaga yang kokoh?
Saya menunggu Bapak dan Ibu TNI AL datang ke sekolah-sekolah, menceritakan bagaimana ancaman yang membawa konflik di Laut China Selatan yang mungkin akan terjadi. Cerita inspirasi pelaut yang menggelegar tanpa diketahui sampai hari ini. Sosok yang terkubur pasir yang asin mestilah terdengar ke telinga anak-anak di seluruh negeri. Ganasnya ombak di lautan yang menyanyikan irama pengantar tidur adalah pemanis mimpi akan rindu kampung halaman. Dengan begitu, anak-anak tidak saja memilih sosok TNI AD atau Polri di kehidupan mereka melainkan ada sosok lain dalam balutan baju dinas putih yang patut diapresiasi.
Ancaman di Laut China Selatan janganlah tinggal kisah pada orang-orang beruban dengan kepentingan pribadi masing-masing. Anak-anak yang belum tersentuh isu berat ini adalah pelopor yang akan mengubah keadaan menjadi lebih seru ketika si uban ini sudah purna tugas. Anak-anak yang kurang paham mengenai konflik, ancaman, dan segala gelap dari apa yang terlihat tersebut butuh sosok yang bercerita dalam bicara kepada mereka. Jika memang benar peduli kepada negeri, jika ingin konflik tak bermuara ke armada di Laut China Selatan yang dingin, tempa anak-anak kami di sini dari dini. Gelas yang kosong itu sangatlah mudah diisi. Kayu yang patah tak mudah disambung lagi apalagi jika sudah rapuh.
Saya tidak tahu pasti, alasan terkuat kenapa hanya isu konflik dan ancaman di Laut China Selatan saja yang diagungkan untuk dilerai. Sementara peminat TNI AL sangatlah berkurang bahkan cenderung tidak ada kecuali 'dipinang' jika diusaha. Maka dari itu, kesempatan ini wajib digerakkan lebih cepat agar jiwa muda ini tergerak untuk menjaga keamanan di laut Indonesia. Kasih tahu ke dunia keberadaan TNI AL di Laut China Selatan agar anak-anak melihat perjuangan di sana dalam menjaga berbagai ancaman. Ibarat sebuah produk sedang dipromosikan, TNI AL lebih layak untuk ada dalam berbagai flyer agar anak-anak negeri tertarik.
Di akhir tulisan ini, jika Bapak dan Ibu petinggi TNI AL tidak ada waktu untuk ke sekolah-sekolah, teknologi akan menyatukan kita semua. Apakah dengan membuat konten yang dekat dengan anak muda di media sosial, apakah menggunakan fasilitas video conference dengan pemandangan laut yang megah, atau kirimkan sosok inspiratif dari anggota TNI AL ke sekolah-sekolah di pelosok negeri. Yakinkan anak-anak ini agar mau menjadi penjaga keamanan di Laut China Selatan dalam waktu yang panjang nanti!
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H