Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tangisan Bara

13 Juli 2016   15:44 Diperbarui: 13 Juli 2016   15:53 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raut wajah lelaki tua itu tidak enak dilihat. Matanya mencari-cari. Aku tidak tahu apa yang dicarinya. Kawan entah lawan? Dalam benaknya mungkin masih tersirat dendam pada orang yang membakar ruko miliknya. Dia selalu duduk tidak tenang. Auranya tak lebih dari Bara, yang tidak diam saja dalam pangkuan ibunya. Laki-laki bermata penuh kabut itu sesak menerima kenyataan, dia sudah tidak punya apa-apa. Waktu itu sudah lama berlalu, lelaki itu masih belum bisa menerima kenyataan, dia sudah miskin! Sama seperti kebanyakan penduduk kampungku!

Miskin bisa didefinisikan dengan berbagai arti. Mungkin. Bagiku, laki-laki itu bukan hanya miskin harta sekarang ini. Dia sudah miskin kepercayaan terhadap dirinya!

Si Bara itu, cucunya, yang masih berumur setahun tak henti-henti menangis. Waktu yang dihabiskan Bara hanya menangis, Bara kecil hanya bisa menangis. Karena dia masih bayi!

Lantas? Kenapa aku cemburu pada Bara? Kenapa aku marah-marah saat dia menangis?

Oh, mungkin karena aku belum beristri? Karena aku belum punya anak? Karena aku seorang petani yang lelah tiap saat di sawah?

Orang lain juga sama denganku!

Bedanya, aku bertengga dengan Bara. Di tengah sawah ini, hanya ada rumahku dan rumah Bara – rumah lelaki tua mantan orang kaya itu. Di depan sawah meluas. Di samping kanan rumah Bara lalu sawah lagi sejauh satu kilometer sebelum rumah orang lain. Sebelah kiri rumahku berdampingan dengan rawa-rawa, tak bisa kulihat rumah orang lain sebelum kutebas semua ilalang yang semakin memanjang berulang hari!

Itulah. Aku jadi korban tangisan Bara! Bayi berumur satu tahun!

***

Kurasa, Bara menangis karena alasan kecil. Setiap hari kulihat ibunya pergi pagi lalu pulang menjelang sore. Ibunya itu seorang perawat di rumah sakit, di kota. Jarak tempuh dari kampungku ke kota sepuluh kilometer, memakan waktu lebih kurang limabelas sampai duapuluh menit, tergantung kecepatan berkendara.

Bara menyusu sebelum ibunya berangkat dan akan mengulang lagi saat ibunya pulang kerja. Sebagai perawat tanggung jawab ibunya besar. Membagi waktu antara anak dengan kemaslahatan umat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun