“Orang-orang banyak menghujat Bapak di belakang saya! Bapak sudah tua, bukannya beribadah di rumah saja, ini malah ke masjid dan ngaji dengan suara gemetar tak jelas!”
Wa Din tak membantah. Mungkin Jamhur ada benarnya.
“Kita tinggal tak jauh, dari rumah saya di kampung seberang masih terdengar suara cempreng Bapak mengaji! Tak enak saya dengar, apalagi kalau orang lain mendengar pula! Bikin malu saya saja!”
Wa Din memadang Jamhur lekat-lekat. Jamhur malah melotot.
“Pokoknya, mulai hari ini Bapak di rumah saja! Tak perlu repot-repot mengaji dan azan di masjid, masih ada anak muda yang mau melakukan itu!”
Jamhur menghambur keluar. Meninggalkan Wa Din tertegun. Wa Din tak bisa membantah, tak bisa juga berbuat apa-apa.
Jamhur putranya, hanya dia yang Wa Din punya!
***
Wa Din tak lagi ke masjid. Di rumah saja. Hanya hari Jumat ia ke sana, pun tidak lagi mengaji.
Hari berlalu, Wa Din tak lagi mengaji di masjid, tak ada pula yang menganti. Azan pun kadang ada kadang tak ada.
***