Mohon tunggu...
Bai Ruindra
Bai Ruindra Mohon Tunggu... Guru - Guru Blogger

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Banyak Anak Banyak Masalah, Bukan Banyak Anak Banyak Rejeki  

31 Juli 2015   17:31 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:17 3595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Banyak anak, banyak rejeki; berusahalah orang-orang yang telah menikah untuk mempunyai banyak anak (keturunan).

Banyak anak, banyak rejeki; jikalau orang tua bekerja tak kenal waktu, bukan menunggu rejeki jatuh dari langit.

Tak ada anak, jauh dari rejeki; meranalah mereka yang telah sekian tahun menikah namun belum dikarunia seorang anak (keturunan).

Padahal, rejeki itu diatur sesuai takaran kerja keras seseorang. Ada kerja ada rejeki. Ada usaha ada hasil. Apa benar Tuhan memberikan rejeki pada mereka yang tak bekerja?

Berkaca dari sebuah keluarga di dekat saya….

Keluarga ini bahagia. Canda tawa dan tangisan sering terdengar dari enam anaknya. Dua laki-laki dan empat perempuan. Si sulung dan si bungsu laki-laki. Usia si sulung 15 tahun. Adiknya yang perempuan 11,5 tahun. Adik dari perempuan nomor dua berusia 10 tahun. Adik dari perempuan nomor tiga berusia 7 tahun. Adik dari perempuan nomor empat 3 tahun dan adik bungsunya 1,5 tahun.

Hamil pertama, ibu dari anak-anak ini cukup antusias. Proses melahirkan pun brjalan normal. Hamil anak kedua ibu muda ini sembunyi-sembunyi dan takut keluar rumah. Ibu dari anak ini malu karena baru melahirkan anak pertama. Hamil anak ketiga sikapnya pun serupa. Hamil anak keempat juga serupa. Hamil anak kelima sedikit berterus terang dan mengikuti kegiatan ibu-ibu di kampung. Hamil anak keenam Ibu muda ini bahkan tak pernah keluar rumah, sampai-sampai diketahui dirinya baru saja melahirkan.

Si sulung sering berbuat onar menurut penilaian orang-orang kampung. Balap-balapan sepeda motor di jalan teraspal licin. Panjat pohon jambu atau rambutan tetangga tanpa meminta. Panjat bangunan sekolah sampai jatuh dan dijahit dikeningnya. Mandi sungai hampir tenggelam sebelum bisa berenang. Ke sekolah kapan nasib baik berpihak padanya. Belajar membaca kadang-kadang suka; sampai akhir sekolah menengah pertama belum begitu lancar memahami isi sebuah paragraf. Dan di depan orang tuanya secara terang-terangan mengisap rokok.

Empat adik perempuannya. Menjalani kehidupan yang wajar sebagai anak perempuan di kampung. Walaupun tidak membuat onar, anak nomor dua dan nomor tiga kerap kali cekikikan tanpa sebab. Prestasi di sekolah tak bisa dibanggakan. Prestasi mengaji pun naik turun tangga. Anak ketiga malah hampir sama dengan abang tertua, sekali tinggal kelas di bangku sekolah dasar dan belum bisa membedakan huruf-huruf abjad.

Di rumah mereka. Entah magrib atau di waktu lain, televisi menyala dengan suara keras. Enam anak ini biasanya main di perkarangan. Si sulung santai merokok. Empat adiknya main permainan khas perempuan. Si bungsu menangis sendirian di ambang pintu. Ibu dari anak-anak ini menonton sinetron atau gosip atau memasak di dapur. Ayah dari keenam anak ini bekerja di sawah atau sedang memanjat kelapa orang yang dibayar dua puluh ribu satu batang kelapa.

Ayah dan ibu dari anak-anak ini memberi apa yang diminta anak. Kadang membentak atas perlakuan anak yang salah di mata mereka, tanpa menjelaskan persoalan yang terjadi. Kadang menegur orang lain yang sedang menasehati anak-anak mereka saat kesilapan terjadi di tengah masyarakat.

Keenam anak ini tumbuh dengan sendirinya. Belajar memahami hidup dengan apa adanya. Bimbingan orang tua yang awam akan pendidikan hanya selintas menyuruh mengaji di malam hari atau membangunkan di waktu pagi supaya tak terlambat ke sekolah. Saat si sulung melakukan kesalahan besar seperti balapan sepeda motor sendirian di jalan sepi, Ayah Ibu diam saja. Saat anak nomor dua dan tiga bernilai merah di raport, kedua orang tua ini pun tak tertanya alasan. Ayah dan Ibu menonton sinetron sehabis magrib, keenam anak ikut duduk bersama sepulang belajar mengaji. Anak-anak bahkan lebih hapal nama-nama aktor antagonis maupun protagonis dibandingkan perkalian maupun pembagian. Anak-anak lebih tahu jadwal acara gosip dari pada roster pelajaran esok harinya.

Ayah dan Ibu dalam keluarga ini mendidik anak-anaknya seperti air mengalir. Ke mana daerah rendah ke situlah muara dituju. Gonjang-ganjing dari dari kehidupan tak digubris karena – mungkin – bagi mereka keenam anaknya telah didik dengan benar. Nyatanya, si sulung sekali tinggal kelas di sekolah dasar dan sekali lagi tinggal kelas di menengah pertama; karena tak dapat membaca. Karena pula Ayah Ibu tergesa-gesa menginginkan anak-anaknya dewasa. Karena Ayah Ibu membiarkan anak-anaknya mencerna sendiri kehidupan tanpa ditatih ke mana tujuan sebenarnya.

Ini hanya kisah sebuah keluarga, di dekat saya, bisa dianggap nyata dan fiktif belaka. Namun, di sekitar kita begitulah adanya.

Apakah orang tua cukup melahirkan saja?

Mari kita perhatikan ilustrasi yang saya kutip dari laman facebook Sukan Star TV (sumber dari www.imuslimshop.com). Bahwa, setelah melahirkan anak-anak, orang tua memiliki tanggung jawab moril yang jauh lebih besar. Tanpa saya sebutkan juga, setiap orang tua paham betul bahwa anak itu dididik sejak dari dalam kandungan sampai mencapai batas dewasa. Ada pula yang mendefinisikan tanggung jawab terhadap anak terlepas dari orang tua setelah anak tersebut membina keluarga.

Masalah yang dihadapi seorang anak itu sangat kompleks. Banyak anak tentu banyak masalah. Karena banyak kepala yang menerima gunjingan maupun cemoohan dari lingkungan. Banyak kepala tentu pula berbeda isinya. Satu anak terbuka. Anak lain tertutup. Satu dua anak saja mudah memahami karena bisa diperhatikan dengan baik. Lebih dari dua anak sudah sedikit kalut memahami apalagi saat tumbuh menjadi remaja dalam pergaulan masa kini. Ada anak yang patuh saat diminta pulang sebelum jam sepuluh malam. Ada pula anak yang menulikan telinga mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) tahun 2014 menegaskan bahwa 85% remaja tinggal pada negara dengan indeks kesejahteraan yang relatif rendah. Dengan indeks proyeksi jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 berada di angka 255,5 juta jiwa (Bappenas, 2013), Indonesia termasuk ke dalam penelitian dari CSIS tersebut. Kenapa saya katakan demikian, pertumbuhan penduduk Indonesia tidak bisa dibendung. Hari ini meninggal seorang saja, bisa jadi pada menit yang sama lahir sepuluh yang lain. Belum lagi kasus seperti problema keluarga yang telah saya sebutkan di atas, di mana seorang ibu menyembunyikan kehamilan karena terlalu “banyak” anak atau berdekatan umur antara satu anak dengan anak lain.

Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat karena kurangnya perencanaan dalam keluarga membuat daya dukung tidak memadai. Saat usia produktif melebihi usia tidak produktif maka lapangan kerja semakin menipis. Lapangan kerja menipis maka taraf ekonomi dalam sebuah keluarga tidak meningkat sedangkan anak terus dilahirkan dalam waktu tertentu. Ukuran kebahagiaan dan kesejahteraan memang bukan pada banyak atau sedikit uang. Namun uang sangat memengaruhi isi perut tiga kali sehari. Perut kosong, pikiran sama sekali tak bisa diajak berpikir objektif dan konsentrasi dalam belajar maupun bekerja.

Kesejahteraan yang dimaksud CSIS secara universal mencakup ranah pendidikan maupun kesehatan. Kesejahteraan itu hadir dalam sebuah keluarga saat canda dan tawa membahana bahkan sampai menganggu tetangga. Keluarga yang ramai tentu susah sekali mengatur sebuah kata sejahtera. Sejahtera pada si sulung belum tentu dirasa oleh si bungsu. Setiap anak mendefinisikan sejahtarea sesuai keinginan mereka masing-masing. Kesejahteraan paling utama adalah terhindar dari gizi buruk yang kian mencekam. Lebih dari 17 ribu anak meninggal setiap hari akibat kekurangan gizi (Unicef, 2014). Di Indonesia, kekurangan gizi ini menjadi persoalan tersendiri. Dikutip dari laman RRI, Deputi Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Rachmat Sentika menjabarkan bahwa nyaris 24% balita di Indonesia mengalami kekurangan gizi (5,4% di antaranya adalah penderita gizi buruk). (www.rri.co.id, 23/2/15).

Keluarga mana yang ingin anak-anaknya mengalami kekurangan gizi? Masalah gizi sangat erat kaitannya dengan pemerataan kebutuhan pokok dalam keluarga. Keluarga yang memiliki penghasilan tetap di atas rata-rata tentu tidak masalah dengan hal ini. Keluarga yang tidak memiliki gaji tetap seperti jabaran keluarga di atas, kesulitan demi kesulitan akan dirasa. Anak yang sedang tumbuh tidak mau ambil pusing dalam bagian kehidupan rumit ini. Anak-anak hanya tahu kesenangan demi kesenangan karena telah dilahirkan ke dunia.

Faktor utama kekurangan gizi menurut pemaparan Rachmat Sentika, antara lain adalah kesehatan, pangan, pendidikan, air bersih, dan kurangnya sosialisasi keluarga berencana. Gizi buruk terjadi karena masyarakat masih bertahan dalam garis kemiskinan. Tahun 2013, Bank Dunia mengkalkulasikan jumlah anak yang berada di bawah garis kemiskinan mencapai angka 400 juta jiwa. Kemiskinan dengan gizi buruk ialah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Kemiskinan mengakibatkan masyarakatnya kurang peka terhadap pengetahuan baru, kemudian mudah melahirkan anak karena kehamilan tidak direncanakan.  

Sebuah keluarga itu mempunyai rencana yang matang. Perencanaan yang dilakukan mencakup segala aspek. Perencanaan yang matang mengantarkan keluarga ke dalam kebahagiaan, walaupun tidak ada jaminan tetapi bahagia itu diciptakan bukan diangan-angankan. Kehamilan yang direncanakan akan berimbas kepada pendidikan dan kesehatan anak. Asupan gizi anak pun bisa dijaga jika selang waktu hamil dan melahirkan berjarak minimal dua tahun. Dikutip dari laman Tabloid Nakita, riset yang dilakukan oleh Buckles, menegaskan bahwa jarak kelahiran kurang dari dua tahun, perhatian dan pengasuhan orang tua terhadap anak tertua akan berkurang. (www.tabloid-nakita.com).

Memang, sebagai orang tua kasih sayang langsung terbagi pada anak yang baru lahir. Biasanya mengatur pola makan si kakak, setelah adiknya lahir rutinitas ini akan sedikit demi sedikit berkurang. Kasih sayang pun demikian, jika semula menimang-nimang si kakak tiap saat, begitu si adik lahir perhatian ini perlahan-lahan terkurangi dengan sendirianya.

Banyak persoalan muncul sehingga sebuah keluarga dianjurkan untuk mengikuti program keluarga berencana. Orang tua tidak hanya memperhatikan tumbuh-kembang seorang anak secara fisik namun juga batin. Fisik anak bisa saja dilihat perkembangannya secara detail. Batin anak belum tentu bisa dipahami dengan mudah. Pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya tidak membeda-bedakan antara si sulung dengan si bungsu. Orang tua bersikap tegas pada perilaku semua anak. Orang tua menenangkan dan mendukung maupun memotivasi anak dalam setiap kegiatan mereka. Orang tua harus bijaksana menetralisir kesalahan anak dengan menghindari pukulan dan makian yang berakibat lebih buruk pada perkembangan mereka setelah hari itu. Pelajaran lain adalah dengan memisahkan tempat tidur anak (kamar) dengan orang tua supaya anak terbiasa hidup mandiri sejak dini.

Lahirnya Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah sebagai bentuk ketegasan dalam membina keluarga. Undang-undang ini menegaskan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pembinaan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak akan memudahkan terlaksanakan kerisauan di paragraf sebelumnya. Orang tua lebih gampang mengontrol dua orang anak dari segi materi maupun psikologi. Orang tua yang pas-pasan dalam hal ekonomi bisa dengan mudah membangun kamar kecil untuk dua anak mereka. Hal ini tidak mudah ketika sebuah keluarga dihuni banyak anak.

Peran Orang Tua

Dalam membina keluarga orang tua memiliki peranan yang sangat penting. Baik atau tidak baik anak ke depan sangat bergantung pada pendidikan dalam keluarga. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang diajarkan secara merata bagi semua anak. Pendidikan dasar terpenting adalah keluarga karena semua permasalahan yang terjadi di luar rumah akan kembali ke dalam rumah. Terkadang orang tua lupa fungsinya sebagai orang tua yang matang dalam berpikir dan berperilaku sebagai orang tua sehingga anak-anaknya terbengkalai. Pemahaman akan konsep sebagai orang tua sangat diperlukan sebelum memulai sebuah rumah tangga, rumah tangga bukan hanya untuk menambah keturunan semata (banyak anak). Orang tua harus siap mengajari saat anak perempuan mulai menstruasi atau anak laki-laki mimpi basah. Jika diabaikan orang tua akan mendapatkan ganjaran dari segi agama karena kedua perilaku ini dikenakan mandi wajib dalam Islam, di aman doanya musti diajari oleh orang tua apabila anak malu bertanya kepada orang lain. Peran ibu sangat penting mengantarkan anak perempuan bisa menanak nasi atau memanaskan air. Peran ayah mengarahkan anak laki-laki untuk bertanggungjawab terhadap tindakan yang dikerjakan maupun sikap tegas menjaga keluarga. Orang tua juga mempengaruhi perkembangan anak dalam menilai media yang semakin menjamur. Khusus media elektronik, pengajaran dan bimbingan dari orang tua sangat diperlukan sebelum anak-anak meniru dan bertingkah seperti yang ditayangkan dalam televisi. Tabiat orang tua di dalam rumah juga berpengaruh sangat besar terhadap pembentukan karakter anak sejak dini. Orang tua yang suka marah-marah, anak-anak pun akan mengikuti di kemudian hari. Kedua orang tua sering silang pendapat bahkan sampai bertengkar hebat, kondisi psikis anak tidak ada jaminan lebih baik di masa mendatang.

Anak-anak meniru. Semua yang dilihat dari orang tua itulah tindakan yang diambil kemudian hari. Memberi pemahaman akan masalah-masalah yang muncul dalam keluarga lebih mudah diberikan kepada dua anak dibandingkan banyak anak. Dua anak hanya mampu menelaah dua pemikiran saja. Banyak anak, banyak pula kesimpulan yang diambil. Seorang menyimpulkan benar. Seorang berkesimpulan salah. Seorang memahami setengah-setengah. Dan seterusnya sampai masalah yang terjadi tidak terpecahkan dengan benar.

Sebuah keluarga dianggap sejahtera jika orang tua memahami betul fungsi-fungsi sebuah keluarga. DR. Abidinsyah Siregar, DHSM., M.Kes dalam acara nangkring Kompasiana dan BkkbN menjabarkan 8 fungsi keluarga. Kedelapan fungsi tersebut antara lain keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan  pembinaan lingkungan.

Kedelapan fungsi keluarga ini erat kaitannya dengan keluarga berencana. Keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan kedua anak akan menjalankan 8 fungsi dengan benar. Sebagai contoh, ayah atau ibu mengajarkan mengaji pada dua orang anak dan banyak anak. Huruf hijaiyah yang belum familiar bagi anak tidak gampang diajarkan. Orang tua butuh kesabaran dalam menatih lidah anak melafalkan huruf-huruf Arab. Dua anak saja (jika mereka berusia berdekatan), orang tua butuh tenaga lebih besar sebelum anak-anaknya pintar mengaji. Tugas orang tua dalam membuat anaknya bisa mengaji tak hanya tugas dalam kehidupan sosial saja, namun juga yang berkaitan dengan hubungan si anak dengan Tuhan-nya. Anak bisa mengaji, akan bisa beribadah (shalat). Anak tak bisa mengaji, bagaimana melafalkan ayat-ayat al-Quran (lafal Arab) dalam shalat. Memang ada guru mengaji selain orang tua, namun waktu yang dihabiskan anak bersama orang tua lebih banyak dibandingkan dengan guru mengaji yang hanya termakan satu sampai dua jam. Contoh lain adalah pemerataan pendidikan, saat anak berusia berdekatan, biaya pendidikan pun semakin banyak yang dikeluarkan. Pendidikan formal sangat penting untuk anak karena berkaitan dengan hajat hidup ke depan (urusan pekerjaan dan lain-lain). Tidak mungkin orang tua menyekolahkan satu anak sampai sarjana sedangkan anak lain hanya sebatas menengah pertama. Tidak mungkin orang tua menyekolahkan si sulung sampai ke luar daerah (luar negeri) sedangkan adiknya cukup di kampus toko di kabupaten/kota. Cemburu sosial antar saudara lebih fatal dibandingkan antar teman. Cemburu sosial kakak beradik itu diciptakan sengaja dan tidak sengaja karena pengalihan isu dari orang tua sejak dini. Cemburu sosial antar saudara bisa berujung pada pembunuhan maupun pertikaian harta warisan saat kedua orang tua tiada. Tidak ada yang tidak mungkin, semua bisa saja mungkin, sesuatu yang tidak dipikirkan saat ini.

Apakah program keluarga berencana sebagai solusi?

Fatwa ulama memang berbeda. Ada pendapat yang membenarkan. Ada pula yang mengharamkan. Hukum Keluarga Berencana (KB) sesuai kesepakatan ulama di Indonesia pada dasarnya terbagi dua, yaitu mubah (boleh) dan haram. Hukum KB menjadi mubah saat dilakukan dalam rangka merencanakan keturunan. Hukum KB menjadi haram saat dilakukan untuk memutuskan keturunan secara permanen. (www.dakwatuna.com, 27/2/13).

Boleh dan haram KB terletak pada tata cara pelaksanaannya. Terdapat dua kategori yang mengantarkan mubah dan haram, yaitu tanzhim an-nasl dan tahdid an-nasl. Proses KB yang dilakukan dalam tanzhim an-nasl adalah dengan cara suntik KB, minum pil, spiral, menggunakan kondom maupun ‘azl (mencabut kemaluan ketika ejakulasi dan mengeluarkan sperma di luar vagina istri). Dalam Islam sendiri ‘azl mendapatkan tempat khusus dan pernah terjadi di masa perkembangan Islam. Hadist yang menjelaskan tentang ini adalah “Dari Jabir bin Abdullah berkata, “Kami dahulu melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw. lalu berita ini sampai kepada Rasulullah namun Beliau tidaklah melarang kami.” (HR. Bukhari & Muslim). Walaupun demikian, pada masa setelah itu ‘azl dikategorikan ke dalam kelompok makruh karena dianggap menguburkan bayi hidup-hidup. (www.eramuslim.com, 31/1/15).

Proses KB kedua, tahdid an-nasl adalah pemutusan keturunan secara permanen. Termasuk di dalamnya KB yang dilakukan dengan vasektomi dan tubektomi. Hukum KB jenis ini adalah haram yang telah dituangkan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1979 dan dikuatkan kembali pada tahun 2009. Prof. Dr. Farid Anfasa Moeloek dari bagian Obsteri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UI dan Furqan Faried dari BkkbN menjelaskan bahwa proses vasektomi yang dipulihkan kembali (rekanalisasi) tidak menjamin saluran sperma yang telah dipotong kembali pulih pada tingkat kesuburan semula. Hal ini pula yang membuat MUI menetapkan vasektomi termasuk dalam ketegori haram. (www.dakwatuna.com, 27/2/13). Namun kemudian, MUI mengkhususkan kembali vasektomi bisa dilakukan (walaupun tidak dianjurkan) dengan tujuan yang tidak melanggar syariat. Jenis KB yang telah dibolehkan adalah alternatif terbaik dalam rangka menghindari tindakan yang masih ragu-ragu.

Perlu tidaknya keluarga berencana kembali kepada niat masing-masing. Jika masih memegang teguh banyak anak banyak rejeki tentu KB bukan solusi. Namun jika menimbang lebih mendalam soal kelangsungan hidup seorang anak, KB sangatlah dianjurkan sebagai solusi. Pada sebuah keluarga yang ingin KB, saya berikan sedikit masukan sehingga keluarga tambah bahagia dan sejahtera.

Pertama, jangan KB sebelum punya satu anak. KB sebelum memiliki keturunan sama dengan memutuskan mata rantai kehidupan. Menyambung mata rantai yang putus tidaklah mudah. Apapun jenis KB yang dipilih imbasnya akan terasa setelah melepas KB. Maka dari itu, persiapan penikahan sangatlah penting. Pernikahan bukan cuma soal cinta mati saja, pernikahan juga melahirkan keturunan yang baik sesuai tuntunan agama dan sosial. (www.detik.com, 10/3/10).

Kedua, diskusikan dengan pasangan. Urusan KB bukan cuma masalah istri atau suami saja. KB tak lain adalah masalah suami istri yang ingin atau tidaknya menambah keturunan. Pertimbangan bisa beragam, mulai dari kesehatan sampai pendidikan.

Ketiga, konsultasi sebelum KB. Banyak Bidan yang masuk desa. Banyak dokter yang bisa ditanyai soal KB. Jenis KB yang cocok untuk tubuh sangat perlu karena berkaitan dengan kesehatan. Efek samping dari KB terkadang membuat perempuan tidak percaya diri (seperti kegemukan dan lain-lain). (www.okezone.com, 22/7/11).

Keempat, pilih KB yang dibolehkan dalam agama. Agama tetap nomor satu dalam segala aspek. KB yang telah difatwakan ulama dibolehkan itu yang diikuti karena urusan dengan Tuhan jadi tambah pelik saat kita mengabaikannya. KB yang dianjurkan juga bisa menata kembali kapan waktu melepas KB dan menambah keturunan.

Kelima, jangan putuskan KB jika tak siap punya anak lagi. Bagian ini sangat penting. Jangan sampai kisah di awal artikel ini terulang. Anak itu anugerah. Hamil itu kepercayaan dari Tuhan. Hamil itu tak perlu malu. Siap atau tidak punya anak tentu ditunjang dari segi ekonomi dan kelangsungan hidup dalam keluarga. Ekonomi keluarga pas-pasan, anak sudah enam, tentu bukan pilihan menambah lagi dalam waktu berdekatan. Kondisi keluarga sering pecah piring, tentu bukan solusi untuk hamil lagi.

Banyak anak banyak rejeki.. Filosofi ini hanya sekadar “anggapan” dalam masyarakat saja. Ada pula yang banyak anak namun sedikit rejeki. Ada pula yang tak ada anak namun kaya raya. Tergantung besar atau tidaknya usaha dalam mengais rejeki. Pendapat orang tinggalkan pada satu tempat, perencanaan dalam keluarga jauh lebih penting dalam rangka mencapai keluarga sejahtera.

***

Referensi:

  1. Unduhan slideshow dari acara Kompasiana Nangkring kerjasama dengan BkkbN http://www.kompasiana.com/kompasiana/blog-competition-membangun-keluarga-membangun-bangsa_559e535b87afbd6f048b4567
  2. Okezone http://lifestyle.okezone.com/read/2011/07/22/195/482906/susuk-kb-bikin-gemuk-haid-tidak-teratur
  3. Detik http://health.detik.com/read/2010/03/10/124036/1315289/764/susah-hamil-setelah-berhenti-kb
  4. RRI http://www.rri.co.id/post/berita/142341/nasional/24_persen_balita_di_indonesia_alami_gizi_buruk.html
  5. Tabloid Nakita http://www.tabloid-nakita.com/read/1593/mengatur-jarak-kelahiran
  6. Dakwatuna http://www.dakwatuna.com/2013/02/27/28550/hukum-kb-jika-untuk-merencanakan-keturunan-maka-mubah-jika-untuk-memutuskan-keturunan-maka-haram/
  7. Eramuslim http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/hukum-mengeluarkan-air-mani-diluar-saat-berhubungan-dengan-istri.htm
  8. Eramuslim http://www.eramuslim.com/berita/nasional/fatwa-halal-vasektomi-dari-mui-disambut-gembira-bkkbn.htm#.VbtG6POqqko
  9. Sukan Star TV https://www.facebook.com/SukanStarTV/posts/952486268151725

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun