Banyak anak, banyak rejeki; berusahalah orang-orang yang telah menikah untuk mempunyai banyak anak (keturunan).
Banyak anak, banyak rejeki; jikalau orang tua bekerja tak kenal waktu, bukan menunggu rejeki jatuh dari langit.
Tak ada anak, jauh dari rejeki; meranalah mereka yang telah sekian tahun menikah namun belum dikarunia seorang anak (keturunan).
Padahal, rejeki itu diatur sesuai takaran kerja keras seseorang. Ada kerja ada rejeki. Ada usaha ada hasil. Apa benar Tuhan memberikan rejeki pada mereka yang tak bekerja?
Berkaca dari sebuah keluarga di dekat saya….
Keluarga ini bahagia. Canda tawa dan tangisan sering terdengar dari enam anaknya. Dua laki-laki dan empat perempuan. Si sulung dan si bungsu laki-laki. Usia si sulung 15 tahun. Adiknya yang perempuan 11,5 tahun. Adik dari perempuan nomor dua berusia 10 tahun. Adik dari perempuan nomor tiga berusia 7 tahun. Adik dari perempuan nomor empat 3 tahun dan adik bungsunya 1,5 tahun.
Hamil pertama, ibu dari anak-anak ini cukup antusias. Proses melahirkan pun brjalan normal. Hamil anak kedua ibu muda ini sembunyi-sembunyi dan takut keluar rumah. Ibu dari anak ini malu karena baru melahirkan anak pertama. Hamil anak ketiga sikapnya pun serupa. Hamil anak keempat juga serupa. Hamil anak kelima sedikit berterus terang dan mengikuti kegiatan ibu-ibu di kampung. Hamil anak keenam Ibu muda ini bahkan tak pernah keluar rumah, sampai-sampai diketahui dirinya baru saja melahirkan.
Si sulung sering berbuat onar menurut penilaian orang-orang kampung. Balap-balapan sepeda motor di jalan teraspal licin. Panjat pohon jambu atau rambutan tetangga tanpa meminta. Panjat bangunan sekolah sampai jatuh dan dijahit dikeningnya. Mandi sungai hampir tenggelam sebelum bisa berenang. Ke sekolah kapan nasib baik berpihak padanya. Belajar membaca kadang-kadang suka; sampai akhir sekolah menengah pertama belum begitu lancar memahami isi sebuah paragraf. Dan di depan orang tuanya secara terang-terangan mengisap rokok.
Empat adik perempuannya. Menjalani kehidupan yang wajar sebagai anak perempuan di kampung. Walaupun tidak membuat onar, anak nomor dua dan nomor tiga kerap kali cekikikan tanpa sebab. Prestasi di sekolah tak bisa dibanggakan. Prestasi mengaji pun naik turun tangga. Anak ketiga malah hampir sama dengan abang tertua, sekali tinggal kelas di bangku sekolah dasar dan belum bisa membedakan huruf-huruf abjad.
Di rumah mereka. Entah magrib atau di waktu lain, televisi menyala dengan suara keras. Enam anak ini biasanya main di perkarangan. Si sulung santai merokok. Empat adiknya main permainan khas perempuan. Si bungsu menangis sendirian di ambang pintu. Ibu dari anak-anak ini menonton sinetron atau gosip atau memasak di dapur. Ayah dari keenam anak ini bekerja di sawah atau sedang memanjat kelapa orang yang dibayar dua puluh ribu satu batang kelapa.
Ayah dan ibu dari anak-anak ini memberi apa yang diminta anak. Kadang membentak atas perlakuan anak yang salah di mata mereka, tanpa menjelaskan persoalan yang terjadi. Kadang menegur orang lain yang sedang menasehati anak-anak mereka saat kesilapan terjadi di tengah masyarakat.
Keenam anak ini tumbuh dengan sendirinya. Belajar memahami hidup dengan apa adanya. Bimbingan orang tua yang awam akan pendidikan hanya selintas menyuruh mengaji di malam hari atau membangunkan di waktu pagi supaya tak terlambat ke sekolah. Saat si sulung melakukan kesalahan besar seperti balapan sepeda motor sendirian di jalan sepi, Ayah Ibu diam saja. Saat anak nomor dua dan tiga bernilai merah di raport, kedua orang tua ini pun tak tertanya alasan. Ayah dan Ibu menonton sinetron sehabis magrib, keenam anak ikut duduk bersama sepulang belajar mengaji. Anak-anak bahkan lebih hapal nama-nama aktor antagonis maupun protagonis dibandingkan perkalian maupun pembagian. Anak-anak lebih tahu jadwal acara gosip dari pada roster pelajaran esok harinya.
Ayah dan Ibu dalam keluarga ini mendidik anak-anaknya seperti air mengalir. Ke mana daerah rendah ke situlah muara dituju. Gonjang-ganjing dari dari kehidupan tak digubris karena – mungkin – bagi mereka keenam anaknya telah didik dengan benar. Nyatanya, si sulung sekali tinggal kelas di sekolah dasar dan sekali lagi tinggal kelas di menengah pertama; karena tak dapat membaca. Karena pula Ayah Ibu tergesa-gesa menginginkan anak-anaknya dewasa. Karena Ayah Ibu membiarkan anak-anaknya mencerna sendiri kehidupan tanpa ditatih ke mana tujuan sebenarnya.
Ini hanya kisah sebuah keluarga, di dekat saya, bisa dianggap nyata dan fiktif belaka. Namun, di sekitar kita begitulah adanya.
Apakah orang tua cukup melahirkan saja?
Mari kita perhatikan ilustrasi yang saya kutip dari laman facebook Sukan Star TV (sumber dari www.imuslimshop.com). Bahwa, setelah melahirkan anak-anak, orang tua memiliki tanggung jawab moril yang jauh lebih besar. Tanpa saya sebutkan juga, setiap orang tua paham betul bahwa anak itu dididik sejak dari dalam kandungan sampai mencapai batas dewasa. Ada pula yang mendefinisikan tanggung jawab terhadap anak terlepas dari orang tua setelah anak tersebut membina keluarga.
Penelitian yang dilakukan oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) tahun 2014 menegaskan bahwa 85% remaja tinggal pada negara dengan indeks kesejahteraan yang relatif rendah. Dengan indeks proyeksi jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 berada di angka 255,5 juta jiwa (Bappenas, 2013), Indonesia termasuk ke dalam penelitian dari CSIS tersebut. Kenapa saya katakan demikian, pertumbuhan penduduk Indonesia tidak bisa dibendung. Hari ini meninggal seorang saja, bisa jadi pada menit yang sama lahir sepuluh yang lain. Belum lagi kasus seperti problema keluarga yang telah saya sebutkan di atas, di mana seorang ibu menyembunyikan kehamilan karena terlalu “banyak” anak atau berdekatan umur antara satu anak dengan anak lain.
Kesejahteraan yang dimaksud CSIS secara universal mencakup ranah pendidikan maupun kesehatan. Kesejahteraan itu hadir dalam sebuah keluarga saat canda dan tawa membahana bahkan sampai menganggu tetangga. Keluarga yang ramai tentu susah sekali mengatur sebuah kata sejahtera. Sejahtera pada si sulung belum tentu dirasa oleh si bungsu. Setiap anak mendefinisikan sejahtarea sesuai keinginan mereka masing-masing. Kesejahteraan paling utama adalah terhindar dari gizi buruk yang kian mencekam. Lebih dari 17 ribu anak meninggal setiap hari akibat kekurangan gizi (Unicef, 2014). Di Indonesia, kekurangan gizi ini menjadi persoalan tersendiri. Dikutip dari laman RRI, Deputi Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Rachmat Sentika menjabarkan bahwa nyaris 24% balita di Indonesia mengalami kekurangan gizi (5,4% di antaranya adalah penderita gizi buruk). (www.rri.co.id, 23/2/15).
Keluarga mana yang ingin anak-anaknya mengalami kekurangan gizi? Masalah gizi sangat erat kaitannya dengan pemerataan kebutuhan pokok dalam keluarga. Keluarga yang memiliki penghasilan tetap di atas rata-rata tentu tidak masalah dengan hal ini. Keluarga yang tidak memiliki gaji tetap seperti jabaran keluarga di atas, kesulitan demi kesulitan akan dirasa. Anak yang sedang tumbuh tidak mau ambil pusing dalam bagian kehidupan rumit ini. Anak-anak hanya tahu kesenangan demi kesenangan karena telah dilahirkan ke dunia.
Faktor utama kekurangan gizi menurut pemaparan Rachmat Sentika, antara lain adalah kesehatan, pangan, pendidikan, air bersih, dan kurangnya sosialisasi keluarga berencana. Gizi buruk terjadi karena masyarakat masih bertahan dalam garis kemiskinan. Tahun 2013, Bank Dunia mengkalkulasikan jumlah anak yang berada di bawah garis kemiskinan mencapai angka 400 juta jiwa. Kemiskinan dengan gizi buruk ialah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Kemiskinan mengakibatkan masyarakatnya kurang peka terhadap pengetahuan baru, kemudian mudah melahirkan anak karena kehamilan tidak direncanakan.
Sebuah keluarga itu mempunyai rencana yang matang. Perencanaan yang dilakukan mencakup segala aspek. Perencanaan yang matang mengantarkan keluarga ke dalam kebahagiaan, walaupun tidak ada jaminan tetapi bahagia itu diciptakan bukan diangan-angankan. Kehamilan yang direncanakan akan berimbas kepada pendidikan dan kesehatan anak. Asupan gizi anak pun bisa dijaga jika selang waktu hamil dan melahirkan berjarak minimal dua tahun. Dikutip dari laman Tabloid Nakita, riset yang dilakukan oleh Buckles, menegaskan bahwa jarak kelahiran kurang dari dua tahun, perhatian dan pengasuhan orang tua terhadap anak tertua akan berkurang. (www.tabloid-nakita.com).
Memang, sebagai orang tua kasih sayang langsung terbagi pada anak yang baru lahir. Biasanya mengatur pola makan si kakak, setelah adiknya lahir rutinitas ini akan sedikit demi sedikit berkurang. Kasih sayang pun demikian, jika semula menimang-nimang si kakak tiap saat, begitu si adik lahir perhatian ini perlahan-lahan terkurangi dengan sendirianya.
Banyak persoalan muncul sehingga sebuah keluarga dianjurkan untuk mengikuti program keluarga berencana. Orang tua tidak hanya memperhatikan tumbuh-kembang seorang anak secara fisik namun juga batin. Fisik anak bisa saja dilihat perkembangannya secara detail. Batin anak belum tentu bisa dipahami dengan mudah. Pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya tidak membeda-bedakan antara si sulung dengan si bungsu. Orang tua bersikap tegas pada perilaku semua anak. Orang tua menenangkan dan mendukung maupun memotivasi anak dalam setiap kegiatan mereka. Orang tua harus bijaksana menetralisir kesalahan anak dengan menghindari pukulan dan makian yang berakibat lebih buruk pada perkembangan mereka setelah hari itu. Pelajaran lain adalah dengan memisahkan tempat tidur anak (kamar) dengan orang tua supaya anak terbiasa hidup mandiri sejak dini.
Lahirnya Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah sebagai bentuk ketegasan dalam membina keluarga. Undang-undang ini menegaskan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pembinaan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak akan memudahkan terlaksanakan kerisauan di paragraf sebelumnya. Orang tua lebih gampang mengontrol dua orang anak dari segi materi maupun psikologi. Orang tua yang pas-pasan dalam hal ekonomi bisa dengan mudah membangun kamar kecil untuk dua anak mereka. Hal ini tidak mudah ketika sebuah keluarga dihuni banyak anak.
Dalam membina keluarga orang tua memiliki peranan yang sangat penting. Baik atau tidak baik anak ke depan sangat bergantung pada pendidikan dalam keluarga. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang diajarkan secara merata bagi semua anak. Pendidikan dasar terpenting adalah keluarga karena semua permasalahan yang terjadi di luar rumah akan kembali ke dalam rumah. Terkadang orang tua lupa fungsinya sebagai orang tua yang matang dalam berpikir dan berperilaku sebagai orang tua sehingga anak-anaknya terbengkalai. Pemahaman akan konsep sebagai orang tua sangat diperlukan sebelum memulai sebuah rumah tangga, rumah tangga bukan hanya untuk menambah keturunan semata (banyak anak). Orang tua harus siap mengajari saat anak perempuan mulai menstruasi atau anak laki-laki mimpi basah. Jika diabaikan orang tua akan mendapatkan ganjaran dari segi agama karena kedua perilaku ini dikenakan mandi wajib dalam Islam, di aman doanya musti diajari oleh orang tua apabila anak malu bertanya kepada orang lain. Peran ibu sangat penting mengantarkan anak perempuan bisa menanak nasi atau memanaskan air. Peran ayah mengarahkan anak laki-laki untuk bertanggungjawab terhadap tindakan yang dikerjakan maupun sikap tegas menjaga keluarga. Orang tua juga mempengaruhi perkembangan anak dalam menilai media yang semakin menjamur. Khusus media elektronik, pengajaran dan bimbingan dari orang tua sangat diperlukan sebelum anak-anak meniru dan bertingkah seperti yang ditayangkan dalam televisi. Tabiat orang tua di dalam rumah juga berpengaruh sangat besar terhadap pembentukan karakter anak sejak dini. Orang tua yang suka marah-marah, anak-anak pun akan mengikuti di kemudian hari. Kedua orang tua sering silang pendapat bahkan sampai bertengkar hebat, kondisi psikis anak tidak ada jaminan lebih baik di masa mendatang.
Anak-anak meniru. Semua yang dilihat dari orang tua itulah tindakan yang diambil kemudian hari. Memberi pemahaman akan masalah-masalah yang muncul dalam keluarga lebih mudah diberikan kepada dua anak dibandingkan banyak anak. Dua anak hanya mampu menelaah dua pemikiran saja. Banyak anak, banyak pula kesimpulan yang diambil. Seorang menyimpulkan benar. Seorang berkesimpulan salah. Seorang memahami setengah-setengah. Dan seterusnya sampai masalah yang terjadi tidak terpecahkan dengan benar.
Apakah program keluarga berencana sebagai solusi?
Fatwa ulama memang berbeda. Ada pendapat yang membenarkan. Ada pula yang mengharamkan. Hukum Keluarga Berencana (KB) sesuai kesepakatan ulama di Indonesia pada dasarnya terbagi dua, yaitu mubah (boleh) dan haram. Hukum KB menjadi mubah saat dilakukan dalam rangka merencanakan keturunan. Hukum KB menjadi haram saat dilakukan untuk memutuskan keturunan secara permanen. (www.dakwatuna.com, 27/2/13).
Boleh dan haram KB terletak pada tata cara pelaksanaannya. Terdapat dua kategori yang mengantarkan mubah dan haram, yaitu tanzhim an-nasl dan tahdid an-nasl. Proses KB yang dilakukan dalam tanzhim an-nasl adalah dengan cara suntik KB, minum pil, spiral, menggunakan kondom maupun ‘azl (mencabut kemaluan ketika ejakulasi dan mengeluarkan sperma di luar vagina istri). Dalam Islam sendiri ‘azl mendapatkan tempat khusus dan pernah terjadi di masa perkembangan Islam. Hadist yang menjelaskan tentang ini adalah “Dari Jabir bin Abdullah berkata, “Kami dahulu melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw. lalu berita ini sampai kepada Rasulullah namun Beliau tidaklah melarang kami.” (HR. Bukhari & Muslim). Walaupun demikian, pada masa setelah itu ‘azl dikategorikan ke dalam kelompok makruh karena dianggap menguburkan bayi hidup-hidup. (www.eramuslim.com, 31/1/15).
Proses KB kedua, tahdid an-nasl adalah pemutusan keturunan secara permanen. Termasuk di dalamnya KB yang dilakukan dengan vasektomi dan tubektomi. Hukum KB jenis ini adalah haram yang telah dituangkan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 1979 dan dikuatkan kembali pada tahun 2009. Prof. Dr. Farid Anfasa Moeloek dari bagian Obsteri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UI dan Furqan Faried dari BkkbN menjelaskan bahwa proses vasektomi yang dipulihkan kembali (rekanalisasi) tidak menjamin saluran sperma yang telah dipotong kembali pulih pada tingkat kesuburan semula. Hal ini pula yang membuat MUI menetapkan vasektomi termasuk dalam ketegori haram. (www.dakwatuna.com, 27/2/13). Namun kemudian, MUI mengkhususkan kembali vasektomi bisa dilakukan (walaupun tidak dianjurkan) dengan tujuan yang tidak melanggar syariat. Jenis KB yang telah dibolehkan adalah alternatif terbaik dalam rangka menghindari tindakan yang masih ragu-ragu.
Perlu tidaknya keluarga berencana kembali kepada niat masing-masing. Jika masih memegang teguh banyak anak banyak rejeki tentu KB bukan solusi. Namun jika menimbang lebih mendalam soal kelangsungan hidup seorang anak, KB sangatlah dianjurkan sebagai solusi. Pada sebuah keluarga yang ingin KB, saya berikan sedikit masukan sehingga keluarga tambah bahagia dan sejahtera.
Pertama, jangan KB sebelum punya satu anak. KB sebelum memiliki keturunan sama dengan memutuskan mata rantai kehidupan. Menyambung mata rantai yang putus tidaklah mudah. Apapun jenis KB yang dipilih imbasnya akan terasa setelah melepas KB. Maka dari itu, persiapan penikahan sangatlah penting. Pernikahan bukan cuma soal cinta mati saja, pernikahan juga melahirkan keturunan yang baik sesuai tuntunan agama dan sosial. (www.detik.com, 10/3/10).
Kedua, diskusikan dengan pasangan. Urusan KB bukan cuma masalah istri atau suami saja. KB tak lain adalah masalah suami istri yang ingin atau tidaknya menambah keturunan. Pertimbangan bisa beragam, mulai dari kesehatan sampai pendidikan.
Ketiga, konsultasi sebelum KB. Banyak Bidan yang masuk desa. Banyak dokter yang bisa ditanyai soal KB. Jenis KB yang cocok untuk tubuh sangat perlu karena berkaitan dengan kesehatan. Efek samping dari KB terkadang membuat perempuan tidak percaya diri (seperti kegemukan dan lain-lain). (www.okezone.com, 22/7/11).
Keempat, pilih KB yang dibolehkan dalam agama. Agama tetap nomor satu dalam segala aspek. KB yang telah difatwakan ulama dibolehkan itu yang diikuti karena urusan dengan Tuhan jadi tambah pelik saat kita mengabaikannya. KB yang dianjurkan juga bisa menata kembali kapan waktu melepas KB dan menambah keturunan.
Kelima, jangan putuskan KB jika tak siap punya anak lagi. Bagian ini sangat penting. Jangan sampai kisah di awal artikel ini terulang. Anak itu anugerah. Hamil itu kepercayaan dari Tuhan. Hamil itu tak perlu malu. Siap atau tidak punya anak tentu ditunjang dari segi ekonomi dan kelangsungan hidup dalam keluarga. Ekonomi keluarga pas-pasan, anak sudah enam, tentu bukan pilihan menambah lagi dalam waktu berdekatan. Kondisi keluarga sering pecah piring, tentu bukan solusi untuk hamil lagi.
Banyak anak banyak rejeki.. Filosofi ini hanya sekadar “anggapan” dalam masyarakat saja. Ada pula yang banyak anak namun sedikit rejeki. Ada pula yang tak ada anak namun kaya raya. Tergantung besar atau tidaknya usaha dalam mengais rejeki. Pendapat orang tinggalkan pada satu tempat, perencanaan dalam keluarga jauh lebih penting dalam rangka mencapai keluarga sejahtera.
***
Referensi:
- Unduhan slideshow dari acara Kompasiana Nangkring kerjasama dengan BkkbN http://www.kompasiana.com/kompasiana/blog-competition-membangun-keluarga-membangun-bangsa_559e535b87afbd6f048b4567
- Okezone http://lifestyle.okezone.com/read/2011/07/22/195/482906/susuk-kb-bikin-gemuk-haid-tidak-teratur
- Detik http://health.detik.com/read/2010/03/10/124036/1315289/764/susah-hamil-setelah-berhenti-kb
- RRI http://www.rri.co.id/post/berita/142341/nasional/24_persen_balita_di_indonesia_alami_gizi_buruk.html
- Tabloid Nakita http://www.tabloid-nakita.com/read/1593/mengatur-jarak-kelahiran
- Dakwatuna http://www.dakwatuna.com/2013/02/27/28550/hukum-kb-jika-untuk-merencanakan-keturunan-maka-mubah-jika-untuk-memutuskan-keturunan-maka-haram/
- Eramuslim http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/hukum-mengeluarkan-air-mani-diluar-saat-berhubungan-dengan-istri.htm
- Eramuslim http://www.eramuslim.com/berita/nasional/fatwa-halal-vasektomi-dari-mui-disambut-gembira-bkkbn.htm#.VbtG6POqqko
- Sukan Star TV https://www.facebook.com/SukanStarTV/posts/952486268151725
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI