Kalau memang Premium dan Pertalite menyumbang emisi lebih besar. Bagaimana dengan emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari proses pembakaran?Â
Seperti tahun 2015 yang terjadi kebakaran di banyak wilayah Indonesia total luas 2.6 juta hektare. Ternyata menyumbang emisi sebesar 802 juta karbon dioksida ekuivalen (COe).
Menurut pengamat National Institute for EnvIronmental Studies (Jepang) yang bekerja sama dengan Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim (IPB) tentang pengawasan kualitas udara secara real time. Menyimpulkan adanya penurunan polusi udara di Kota Bogor, Jawa Barat.
Memang selama PSBB dilakukan, tingkat emisi gas nitrogen dioksida berkurang. Ini salah satu gas yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Sehingga dampaknya langit tampak lebih cerah, tanpa gerombol awan-awan gelap.Â
Namun jumlah karbon dioksida masih tetap meningkat secara bertahap. Besar level turunnya yaitu 7.2% sepanjang periode April sampai Mei 2020.
Kita bersyukur adanya penurunan gas emisi tersebut. Sedikit banyak bisa membantu menjaga keseimbangan alam dan kelestarian udara maupun keadaan efek rumah kaca di atmosfer yang sedikit mengurangi bebannya.
Namun kembali ke topik utama, penghapusan BBM Pertalite dan Premium harus secara bijak. Jika memang ingin mendengarkan suara rakyat, dihapusnya kedua jenis bensin tersebut harus diimbangi dengan kualitas kesejahteraan masyarakat.Â
Jangan membuat masyarakat makin kebingungan dengan keadaan yang serba naik-mahal.
5. Dobrakan Inovasi Terbaru dan Evaluasi Nyata
Perlu generasi cerdas Indonesia menyumbang ide-ide brilian untuk transportasi yang bebas polusi dan segera diproduksikan di dalam negeri dengan harga yang mudah dijangkau.Â
Karena Negara Indonesia ini tidak bisa menerapkan kebiasaan seperti negara maju yang mengutamakan menggunakan transportasi umum daripada pribadi. Tentunya karena transportasi di Indonesia sistemnya tidak seperti negeri maju yang tepat waktu dan sistematis penggunaannya.