Mohon tunggu...
Baidhody Muchlis
Baidhody Muchlis Mohon Tunggu... Editor - Pemerhati isu lingkungan hidup, energi dan pertambangan.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kekayaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menanti Langkah Kapolda Kalsel Soal Sengkarut Tambang Liar Tanah Bumbu

2 Maret 2022   19:40 Diperbarui: 2 Maret 2022   19:43 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus tambang ilegal yang masuk konsesi PT Anzawara Satria di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel) menjadi sorotan banyak pihak. Mulai dari anggota DPR RI, Kementerian ESDM, Komnas HAM, petinggi Polri, hingga tokoh-tokoh nasional. Kuncinya menunggu langkah tegas dari aparat di daerah. 

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menyebut aparat kepolisian beda sikap dalam menangani kisruh tambang. Menurutnya, polisi bertindak represif dalam merespon penolakan tambang di Wadas, Jawa Tengah. Sedangkan soal penanganan tambang ilegal di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, sikap polisi dinilai lembek.

Senator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, menyoroti soal pembiaran terhadap penambang liar di konsesi Anzawara, yang diduga nekat menerobos garis polisi atau police line.

"Sekarang ini di dalam penanganan kasus penambangan tertentu (ilegal), aparat terkesan lembek. Sementara untuk kasus penambangan yang lain (Wadas), aparat represif dan intimidatif.  Akhirnya yang menjadi korban masyarakat," ungkap Mulyanto.

Menurutnya, kepolisian dan Kementerian ESDM baik di level pusat maupun daerah, mesti solid dalam menangani persoalan tambang. Sehingga tidak ada tindakan yang terkesan berpihak.

"Pemerintah pusat dan daerah harus memiliki kefahaman yang sama dan soliditas dalam bertindak, termasuk juga aparat penegak hukum," tegasnya.

Surat Kementerian ESDM

Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Djamaluddin menyebut, lemahnya penegakan hukum oleh aparat jadi penyebab utama maraknya tambang ilegal, seperti yang terjadi pada Izin Usaha Pertambangan (IUP) Anzawara.

"Ada oknum mengambil batu bara dari IUP yang sah. Tindakan sudah dilakukan namun berulang-ulang terjadi, bahkan garis polisi tidak dipatuhi," ujar Ridwan.

Lebih lanjut, Kementerian ESDM telah melayangkan surat permohonan bantuan penertiban tambang ilegal kepada Bareskrim Polri, pada akhir Januari lalu. Dalam surat bernomor B-419/MB.07/DJB.T/2022 itu, Ridwan menjelaskan, aksi penggangsiran di dalam wilayah IUP Anzawara terjadi sejak April tahun lalu.

Selain menghambat jalannya operasional perusahaan, penambang ilegal juga dinilai menyebabkan gangguan keamanan bagi masyarakat sekitar, memicu konflik sosial, dan merusak lingkungan.

"Berdasarkan hal-hal tersebut, dimohon bantuan (Bareskrim) untuk melakukan upaya penertiban atas kegiatan tambang ilegal di wilayah IUP Anzawara," kata Ridwan dalam surat tersebut.

Instruksi Bareskrim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun