Mohon tunggu...
Bahrul Wijaksana
Bahrul Wijaksana Mohon Tunggu... Relawan - Profesional dalam bidang transformasi konflik, memiliki ketertarikan khusus pada isu-isu perdamaian, toleransi, pengambangan budaya damai.

Tinggal di Cirebon, saat ini adalah mahasiswa Magister Psikologi Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. Menekuni bidang pengembangan budaya perdamaian.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jurnalistik dan Virtue Signaling: Perspektif Representasi Sosial

19 Januari 2021   12:29 Diperbarui: 20 Januari 2021   15:27 1169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Amerika serikat misalnya, Covid-19 disebut Trump sebagai virus China hasil dari konspirasi teori melawan Amerika. Mereka yang mendukung Trump mayoritas tidak menggunakan masker karena mereka percaya bahwa virus ini tidak semengerikan seperti yang disampaikan komunitas ilmiah. Bagi jurnalis, pelarangan virtue signing dapat juga dianggap sebagai intervensi perusahaan pada aspek privat bahkan merusak kebebasan berpendapat.

Sementara proses objektifikasi merujuk pada skematisasi dan meterialisasi sebuah kepercayaan menjadi sesuatu yang lebih nyata (tangible). Metafora (perumpamaan) adalah cara yang paling kerap dipergunakan dalam proses objektifikasi. Contoh objektivikasi dalam masalah pandemic Covid-19 adalah mengumpamakannya sebagai "perang". 

Contoh nyata objektivikasi Covid-19 menjadi perang ditunjukkan dengan poster-poster polisi dan tantara bertebaran mengajak masyarakat memerangi virus ini bersama-sama. Sementara dalam jurnalistik, aturan-aturan tentang penggunaan sosial media bagi karyawan yang memiliki pengaruh dalam membentuk opini masa, diregulasi dan diawasi oleh pemilik perusahaan media.

Begitulah cara RS bekerja, bagaimana pendapat umum dibentuk, berkembang dan diungkapkan dalam perilaku kolektif. Jadi tujuan utama RS adalah untuk melihat sejauh mana "kreativitas" dan nalar manusia atau kelompok mengasimilasi diskursus yang dihasilkan oleh para ahli, pemimpin pemerintahan, agama atau pengirim pesan lainnya dan memberi makna pada apa yang tengah terjadi/didiskusikan.

Aturan virtue signaling di kalangan jurnalis dikhwatirkan akan membuat jurnalis kehilangan independensinya. Selain itu aturan ini akan "melipat" dunia sosial dan dunia sosial media jurnalis dalam satu halaman saja. 

Makna dan tafsir aturan virtue signaling di kalangan jurnalis perlu digali karena perlu kekuatan yang besar agar perusahaan media dapat "mengendalikan"  pemikiran jurnalis. Inilah yang sejatinya hendak perlu disingkap!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun