Di antara kunci kebangkitan Gerard dari skandal tahun 2014 itu ialah dukungan dari orang-orang terdekatnya dan kesadaran atas kualitas dirinya. Sebagai manusia biasa, ia pun butuh dukungan dari keluarga dan sahabat-sahabatnya. Segera setelah mendapat dukungan dari orang-orang terdekatnya, muncul kembali kesadaran atas kualitas dirinya. Bagaimana ia telah melewati banyak kesuksesan dalam karirnya. Ia pernah merasakan gelar juara Liga Campions Eropa di tahun 2005 saat mampu mengejar ketertinggalan 3-0 dari AC Milan, hingga menang melalui adu penalti.
Ia pun sadar bukan sekali itu saja berbuat kesalahan. Bahkan, orang lain mungkin melakukan kesalahan dengan lebih sering dan lebih buruk. Pada akhirnya, ia tidak membiarkan dirinya larut dalam kesedihan dan keputusasaan.
Steven Gerard, Frank Lampard dan Gennaro Gattuso adalah sosok-sosok legenda hidup sepakbola dunia. Selain dikenang karena kesuksesannya, mereka pun pasti akan dikenal dengan kegagalannya.Â
Itulah sebabnya mengapa mereka disebut legenda. Karena, kesuksesan yang mereka raih tidak terlahir tanpa melalui kekecewaan dan kegagalan. Mereka berulang kali mengulang siklus yang sama: gagal-bangkit-sukses.
Seperti yang dialami oleh Steven Gerard. Selepas pensiun sebagai pemain, kini ia menukangi klub Skotlandia, Glasgow Rangers, sebagai pelatih yang membuktikan bahwa kisahnya belum berakhir. Begitu pun dengan Frank Lampard. Dipecat oleh Chelsea, belum berarti karirnya sebagai pelatih tamat. Sementara itu, Gennaro Gattuso mungkin contoh lain di mana jatuh bangunnya bersama klub-klub medioker saat mengawali karir sebagai pelatih, kini beroleh sukses dengan mendapat kesempatan melatih Napoli. Pun bila ia akhirnya dilepas oleh klubnya, tidak berarti sejarah hidupnya akan selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H