Pelatih klub Seri A Italia, Napoli, Gennaro Gattuso berada di ujung tanduk menyusul performa buruk tim asuhannya di beberapa laga terakhir, termasuk kekalahan dari Juventus di Final Piala Super Italia. Ia tampaknya akan menyusul nasib manajer Chelsea, Frank Lampard, yang baru saja dipecat beberapa waktu yang lalu.
Hasil negatif menyeret Chelsea keluar dari zona eropa klasemen sementara Liga Primer Inggris. Beberapa transfer mahal di awal musim pun dinilai gagal bersinar hingga kompetisi memasuki pekan ke-19 musim 2020/2021. Bos Chelsea, Roman Abramovich mengaku sudah tak memiliki pilihan lain lagi selain memecat Lampard.
Keduanya adalah sosok-sosok legendaris dalam dunia Sepakbola. Tidak main-main, berbagai gelar mulai dari level klub hingga negara berhasil mereka persembahkan saat masih berperan sebagai pemain. Namun, status sebagai legenda tak lantas membuat mereka terbebas dari hari-hari buruk. Kenyataan ini sudah banyak contohnya, semisal Steven Gerard.
Bersama klub asal Merseyside, Liverpool, Gerard pun dikenal sebagai salah satu legenda sepakbola. Namun, perjalanan karirnya tidak semulus yang ia harapkan. Berjaya di level kompetisi Eropa dengan meraih satu gelar juara Liga Champions Eropa, satu gelar juara Piala UEFA dan dua kali kampiun Piala Super Eropa, tak lantas memberinya kesempatan mencicipi gelar juara Liga Primer Inggris.
Tahun 2014 menjadi salah satu momen di mana gelar Liga Primer Inggris terasa sudah hampir dalam genggamannya. Namun, laga kontra Chelsea di bulan April, 2014 membuyarkan impiannya. Menjamu skuad asuhan Jose Mourinho, sosok pelatih berkelas yang dihormatinya, di Stadion Anfield, Liverpool hanya akan menyisakan sisa dua laga lagi sebelum menutup musim.
Demi turun dalam laga penting itu, Gerard menerima suntikan Kortison di tulang belakangnya hanya 30 jam sebelum pertandingan. Dia menderita nyeri punggung yang cukup parah, hingga badannya terasa hancur.
Meski demikian, nyatanya pertandingan hari itu sama sekali tak berjalan sesuai harapannya, ataupun dugaan manajernya kala itu, Brendan Rodgers. Jose Mourinho menampilkan kelasnya dengan memasang sepuluh pemain Chelsea di area kotak penalti sendiri. Tim asuhan Rodgers merasa frustasi, karena sebelumnya bertekad untuk merebut tiga poin hari itu. Berkali-kali mencoba, tetap mereka tak mampu menembus rapatnya pertahanan Chelsea.
Petaka terjadi saat perpanjangan waktu di akhir babak pertama. Berdiri di garis pertahanan, Steven Gerard terpeleset sesaat setelah gagal menerima operan sederhana dari Mamadou Sakho. Bola yang bergulir tenang itu lalu disambar oleh Demba Ba, yang kemudian tanpa ragu melesat menuju gawang Liverpool. Tanpa bisa dikejar, Demba Ba menyelesaikan tugasnya dan menutup paruh pertama dengan skor 0-1 untuk kemenangan Chelsea. Gerard tertunduk dan merasa hancur.
Di babak kedua, Liverpool mencoba dengan keras untuk mengejar ketertinggalan. Bahkan, Steven Gerard berkali-kali melepaskan tendangan spekulasi dari luar kotak penalti. Namun, yang terjadi justru pasukan Mourinho menuntaskan laga dengan skor 0-2 melalui sepakan pelan Willian di mulut gawang, tanpa satu pun pemain Liverpool menghadangnya, bahkan tidak juga penjaga gawang Simon Mignolet.
Steven Gerard tak pernah dapat melupakan kejadian hari itu. Blundernya hari itu dibayar mahal dengan hilangnya peluang merasakan gelar juara Liga Primer Inggris. Kendati demikian, pada akhirnya Gerard mampu bangkit dari keterpurukan musim itu sebelum menatap ajang Piala Dunia 2014, bersama Inggris. Meski memang, pada akhirnya, Inggris tersingkir di babak penyisihan grup.
Di antara kunci kebangkitan Gerard dari skandal tahun 2014 itu ialah dukungan dari orang-orang terdekatnya dan kesadaran atas kualitas dirinya. Sebagai manusia biasa, ia pun butuh dukungan dari keluarga dan sahabat-sahabatnya. Segera setelah mendapat dukungan dari orang-orang terdekatnya, muncul kembali kesadaran atas kualitas dirinya. Bagaimana ia telah melewati banyak kesuksesan dalam karirnya. Ia pernah merasakan gelar juara Liga Campions Eropa di tahun 2005 saat mampu mengejar ketertinggalan 3-0 dari AC Milan, hingga menang melalui adu penalti.
Ia pun sadar bukan sekali itu saja berbuat kesalahan. Bahkan, orang lain mungkin melakukan kesalahan dengan lebih sering dan lebih buruk. Pada akhirnya, ia tidak membiarkan dirinya larut dalam kesedihan dan keputusasaan.
Steven Gerard, Frank Lampard dan Gennaro Gattuso adalah sosok-sosok legenda hidup sepakbola dunia. Selain dikenang karena kesuksesannya, mereka pun pasti akan dikenal dengan kegagalannya.Â
Itulah sebabnya mengapa mereka disebut legenda. Karena, kesuksesan yang mereka raih tidak terlahir tanpa melalui kekecewaan dan kegagalan. Mereka berulang kali mengulang siklus yang sama: gagal-bangkit-sukses.
Seperti yang dialami oleh Steven Gerard. Selepas pensiun sebagai pemain, kini ia menukangi klub Skotlandia, Glasgow Rangers, sebagai pelatih yang membuktikan bahwa kisahnya belum berakhir. Begitu pun dengan Frank Lampard. Dipecat oleh Chelsea, belum berarti karirnya sebagai pelatih tamat. Sementara itu, Gennaro Gattuso mungkin contoh lain di mana jatuh bangunnya bersama klub-klub medioker saat mengawali karir sebagai pelatih, kini beroleh sukses dengan mendapat kesempatan melatih Napoli. Pun bila ia akhirnya dilepas oleh klubnya, tidak berarti sejarah hidupnya akan selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H