Alokasi anggaran akan diprioritaskan untuk program-program yang inklusif dan berkelanjutan, dengan tujuan utama mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pelayanan publik. Program prioritas ini antara lain mencakup pendidikan, kesehatan, serta pembangunan infrastruktur, yang dianggap sebagai fondasi utama kesejahteraan masyarakat.
Terdapat pula penandaan anggaran untuk isu-isu strategis yang harus menjadi perhatian utama, seperti upaya penurunan angka stunting dan pengendalian inflasi daerah. Penandaan ini membantu daerah mengalokasikan dana yang cukup untuk mengatasi isu kritis yang berpotensi memengaruhi stabilitas sosial dan ekonomi.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2024, terdapat ketentuan baru mengenai pengeluaran wajib. Misalnya, alokasi minimal 20% dari belanja daerah harus untuk pendidikan, dan 40% untuk infrastruktur publik, yang berlaku hingga tahun 2027. Selain itu, belanja pegawai dibatasi maksimal 30% dari total anggaran.
Belanja wajib dari pajak daerah juga diatur dengan ketat. Pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar diharuskan menyisihkan sebagian besar untuk pembangunan infrastruktur jalan dan transportasi, serta pelayanan kesehatan dari pajak rokok. Hal ini bertujuan agar pajak daerah benar-benar kembali ke masyarakat dalam bentuk pelayanan dan fasilitas yang lebih baik.
Selain itu, ada fokus khusus pada perencanaan tata ruang daerah yang harus mengacu pada kebijakan nasional, yakni Kebijakan Satu Peta. Dengan anggaran yang dialokasikan untuk penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), diharapkan tata kelola wilayah di daerah lebih terkoordinasi dan terintegrasi.
Isu pengentasan kemiskinan ekstrem dan pencegahan stunting juga diutamakan dalam perencanaan anggaran, dengan penandaan belanja tematik di aplikasi SIPD. Selain itu, alokasi untuk UMKM dan infrastruktur dasar pun diperkuat sebagai langkah strategis untuk memacu ekonomi daerah dan pemerataan kesejahteraan.
Pemerintah daerah juga diinstruksikan untuk mendukung Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan kawasan perdagangan bebas dengan anggaran yang relevan. Harapannya, KEK mampu menggerakkan perekonomian lokal dan mengundang lebih banyak investasi dari luar.
Pengelolaan pengaduan pelayanan publik diperhatikan secara khusus. Pemerintah daerah diwajibkan menyediakan sarana dan mekanisme pengaduan yang responsif agar masyarakat bisa lebih mudah mengadukan masalah pelayanan, sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan masyarakat.
Pada bidang keagamaan, peraturan ini juga mengatur alokasi anggaran untuk mendukung operasional haji dan pengembangan ekonomi syariah. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat dukungan pemerintah terhadap keberagaman dan kebutuhan keagamaan di daerah.
Pengawasan dan pencegahan korupsi turut menjadi prioritas, dengan penekanan pada penguatan peran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). Pemerintah daerah harus mengalokasikan anggaran yang memadai untuk kegiatan pengawasan ini agar efektivitas pengelolaan APBD tetap terjamin.
Pemberdayaan masyarakat desa, terutama melalui lembaga-lembaga seperti Posyandu, juga diutamakan dalam pedoman ini. Pemerintah daerah diminta untuk mendukung kegiatan operasional desa agar layanan kesehatan dan sosial dasar di tingkat lokal lebih optimal.