“Kau minum dulu ini,” Tuah mempersilahkan.
Mengalirlah kesegaran segelas air dingin itu. Melenyapkan kemarau kerongkongan. Dan Rusmana menyukai itu.
“Maksud kau, kau ingin kita bekerja sama dengan investor kota itu?!” Tuah mulai berubah nada padanya.
“Aku dan semua penduduk sini tak akan menjual tanah leluhur kita.”
“Tega-teganya kau berhasrat menjual tanah leluhur sendiri!”
Rusmana diam seribu bahasa. Tak kuasa ia menatap Tuah yang berada di hadapannya. Tuah memandang sinis Rusmana.
“Di bayar berapa kau oleh si investor kota itu?”
Ia lagi-lagi tak kuasa menjawab pertanyaan Tuah. Mengalihkan arah bola-bola mata ke bawah. Menatap matanya berarti menantang dirinya.
“Sekali lagi kau berujar berkeinginan menyerahkan tanah leluhur ini pada mereka, sesegera mungkin kau mati di tanah ini, rus.”
“Aku tak akan tinggal diam!” Tuah meninggalkan dirinya sendiri di beranda kediaman Tuah.