Bahkan Richard Dawkins menambahkan bahwa meme ini bersifat dapat diturunkan secara genetis (selfish gene) bahkan dengan proses replikasi, ia mampu memperkuat eksistensinya dalam pemikiran manusia. Kondisi ini yang membuatnya oleh para ahli sebagai 'virus aktif' yang mampu berkomunikasi dengan unit pada individu lain.Â
Namun proses replikasi, genetis dan keaktifan meme dalam berkomunikasi ini tidak membuat kita pesimis untuk mengantisipasi penyebaran wabah penyakit korupsi. Kondisi ini disebabkan ia juga mampu dipengaruhi oleh lingkungan dan bermutasi sebagaimana sifat genetis biologis lainnya. Oleh karena itu, peranan lingkungan yang menjadi penyebab dan pengaruh bagi individu juga dapat dijadikan penangkal. Karena 'doktrin' moral dan religiusitas pun dapat disebarkan dan diinternalisasi oleh meme. Dengan demikian, penangkalan virus korupsi ini juga menggunakan 2 cara;
Kultural; masyarakat harus selalu menginternalisasi nilai bahwa korupsi adalah perbuatan negatif/ menyimpang sehingga akibat dari tindakan korupsi menyebabkan kesengsaraan rakyat. Sebenarnya secara psikologis, manusia takut dikatakan menyimpang dari norma-norma sosial. Jika kita bisa melakukan social punishment kepada perilaku korupsi maka setidaknya ada efek malu kepada pelaku dan keluarganya.
Struktural; pemerintah disarankan untuk menciptakan birokrasi yang efisien dengan mengutamakan filosofi birokrasi pemerintah, yaitu social benefit, sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan birokrasi yang efisien (lean government) maka celah tindakan koruptif dapat dicegah.
Semoga hari anti korupsi dunia tidak hanya diperingati dengan rutinitas momentum namun dengan gebrakan kebijakan publik yang pro kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran oknum pejabat.
Dr. M. G. Bagus Ani Putra
Psikolog Sosial
Dosen Pascasarjana Psikologi UNTAG Surabaya
Lean Manager PT. Sekar Laut, Tbk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H