Mohon tunggu...
Dwi Cahya
Dwi Cahya Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Indonesia Mandiri di Bidang Industri, Apa Mungkin?

7 September 2018   17:23 Diperbarui: 7 September 2018   18:04 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : dadedoo.com

Apakah anda tahu BPIS? BPIS atau Badan Pengelola Industri Strategis adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang diketuai langsung oleh Menristek/Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi, BJ Habibie pada zaman Soeharto. BPIS ditugaskan untuk membina, mengelola dan mengembangkan sepuluh Industri Strategis tersebut.

Sejak tahun 1989 hingga 1998, telah banyak dilakukan perencanaan program dan pembuatan road map pengembangan industri strategis sebagai ujung tombak industri pertahanan menuju kemandirian hankam dengan dua target atau sasaran utama yaitu menjadi "Industri Maritim dan Industri Dirgantara terkemuka pada tahun 2015".

Untuk menunjang hal ini maka kesepuluh industri strategis dikembangkan menjadi Pusat Unggulan Teknologi sesuai dengan jenis industrinya yaitu :

*             PT Industri Pesawat Terbang Nusantara Pusat Unggulan Industri Pesawat Terbang

*             PT PAL Indonesia Pusat Unggulan Industri Maritim

Penujang Industri :

*             PT Pindad Pusat Unggulan Industri Senjata/Pertahanan

*             PT Dahana Pusat Unggulan Industri Munisi

*             PT Krakatau Steel Pusat Unggulan Industri Baja

*             PT Barata Indonesia Pusat Unggulan Industri Alat Berat

*             PT Boma Bisma Indra Pusat Unggulan Industri Permesinan/Diesel

*             PT Industri Kereta Api Pusat Unggulan Industri Kereta Api

*             PT Industri Telekomunikasi Indonesia Pusat Unggulan Industri Telekomunikasi

*             PT LEN Industri Pusat Unggulan Industri Elektronika dan Komponen

Sejak dibentuk pada 1998 performa konsolidasi 10 perusahaan di bawah BPIS telah membaik. Pada saat dibentuk kembali pada 1998 keuntungan bersih perusahaan-perusahaan konsolidasi BPIS masih 386, 019 miliar rupiah. Setelah secara penuh dikelola BPIS pada 1999 pendapatan bersih naik menjadi 390,032 miliar, kemudian pada 2000 meningkat menjadi 423,715 miliar.

Begitu pula bila ditinjau dari kontribusi kepada pendapatan negara dari pajak, deviden dan lain-lain. Pada 1998, kontribusi konsolidasi PT BPIS naik menjadi Rp 654,351 miliar, lalu pada 1999 naik Rp 562,066 miliar, pada 2000 Rp 1,070 triliun, dan sesuai keputusan RUPS 2001, BPIS menyumbang deviden kepada negara sebesar Rp 250 miliar.

Indonesia adalah Negara kepulauan, maka industri transportasi darat, laut, dan udara adalah strategis untuk mengatasi problem mobilitas penduduk dan barang, karena itulah PT. DI, PT. PAL, dan PT. INKA termasuk dalam industri strategis. Selain itu, luasnya geografis Indonesia membutuhkan jaringan teknologi pemersatu bangsa, yang kemudian industri telekomunikasi dan elektronika (sekarang IT) juga mutlak ada sebagai pemersatu dan sarana komunikasi bangsa.

Oleh karena itu didirikanlah PT. LEN dan PT. INTI. bidang industri yang dianggap strategis saat itu adalah (a) Industri transportasi laut, udara, dan darat, (b) Industri energi, (c) Industri enjinering/rekayasa dan desain, (d) Industri mesin dan peralatan pertanian, (e) Industri pertahanan dan (f) Industri pekerjaan umum/teknik sipil.

Pada masa itu Indonesia menjadi salah satu macan asia karena industri strategis yang dikelola BPIS dapat menjadi modal besar bagi untuk belanja negara. Namun, sejak Indonesia diterjang "badai krisis ekonomi" yang kemudian meluas menjadi krisis multi-dimensi pada tahun 1997.

Negara membutuhkan pinjaman untuk menutupi defisit, salah satu "clausul" yang disyaratkan pun cukup menakutkan, yaitu Negara tidak diperbolehkan melanjutkan program-program industri strategisnya, lalu yang terjadi kemudian kita tidak pernah melihat lagi program pembangunan iptek nasional yang jelas dan terarah.

Untuk mengatasi krisis tersebut, pemerintah menerima bantuan dari International Monetary Fund. Lembaga keuangan internasional tersebut memberikan syarat bantuan, yaitu salah satunya pemerintah mesti menghentikan pembiayaan atas proyek industri strategis berbiaya besar.

Selanjutnya pelan tapi pasti, infrastruktur Iptek yang sudah terbangun kuat saat itu mulai melemah. Bahkan, tidak bisa dikendalikan lagi terjadinya hijrah Sumber Daya Manusia (SDM) Iptek ke luar negeri, peneliti dan perekayasa profesional mencari kehidupan baru yang lebih nyaman. Sementara itu, di dalam negeri tidak ada lagi prioritas program beasiswa pelajar dan mahasiswa untuk meregenerasi SDM Iptek yang mulai menua.

Dengan kondisi fasilitas riset dan PUSPIPTEK tidak ter-upgrade, industri-strategis di restrukturisasi oleh sang pemberi hutang sehingga tidak ada lompatan penguasaan Iptek secara terorganisasi, kemajuan Iptek dan inovasi menjadi "mandul" tanpa daya.

Di lain pihak, kawasan otoritas Batam dihilangkan, BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis) dan BUMNIS (Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis) dibubarkan, dan yang paling parah adalah menghapus pasal pembangunan bidang Iptek dari GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara).

Penghentian secara masif Industri Strategis inipun kemudian mengakibatkan pembangunan Iptek mati suri. Konsep pengembangan industri unggulan dengan sasaran Pusat Unggulan Industri Maritim dan Industri Dirgantara menjadi terhenti sejak reformasi berjalan pada tahun 1998, yang kemudian diikuti pembubaran BPIS LPND. 

Walaupun kemudian mencoba bangkit kembali dengan pendirian PT Pakarya Industri/PT BPIS Persero, tidak banyak lagi program pengembangan teknologi menuju kemandirian hankam dilakukan, karena dalam waktu yang cukup pendek (1998-2002) PT BPIS lebih banyak berkonsentrasi pada pembenahan masalah keuangan dan pendanaan yang dihadapi BUMN Industri Strategis.

Dapat dibayangkan apabila BPIS masih berdiri sampai sekarang maka Indonesia akan menjadi negara yang mandiri dan lebih maju dibanding malaysia, singapura, atau korea selatan dengan banyaknya industri strategis yang maju.

Salah satu contoh nyata yaitu Pesawat N250. Apabila masih berlanjut mungkin saja sekarang kita sudah dapat memproduksi Pesawat Airbus atau Boeing sendiri. Namun semua itu sudah lenyap dan tinggal cerita bahwa indonesia pernah jaya pada masa Soeharto dengan kemandirian di bidang Industri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun