Dengan kondisi fasilitas riset dan PUSPIPTEK tidak ter-upgrade, industri-strategis di restrukturisasi oleh sang pemberi hutang sehingga tidak ada lompatan penguasaan Iptek secara terorganisasi, kemajuan Iptek dan inovasi menjadi "mandul" tanpa daya.
Di lain pihak, kawasan otoritas Batam dihilangkan, BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis) dan BUMNIS (Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis) dibubarkan, dan yang paling parah adalah menghapus pasal pembangunan bidang Iptek dari GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara).
Penghentian secara masif Industri Strategis inipun kemudian mengakibatkan pembangunan Iptek mati suri. Konsep pengembangan industri unggulan dengan sasaran Pusat Unggulan Industri Maritim dan Industri Dirgantara menjadi terhenti sejak reformasi berjalan pada tahun 1998, yang kemudian diikuti pembubaran BPIS LPND.Â
Walaupun kemudian mencoba bangkit kembali dengan pendirian PT Pakarya Industri/PT BPIS Persero, tidak banyak lagi program pengembangan teknologi menuju kemandirian hankam dilakukan, karena dalam waktu yang cukup pendek (1998-2002) PT BPIS lebih banyak berkonsentrasi pada pembenahan masalah keuangan dan pendanaan yang dihadapi BUMN Industri Strategis.
Dapat dibayangkan apabila BPIS masih berdiri sampai sekarang maka Indonesia akan menjadi negara yang mandiri dan lebih maju dibanding malaysia, singapura, atau korea selatan dengan banyaknya industri strategis yang maju.
Salah satu contoh nyata yaitu Pesawat N250. Apabila masih berlanjut mungkin saja sekarang kita sudah dapat memproduksi Pesawat Airbus atau Boeing sendiri. Namun semua itu sudah lenyap dan tinggal cerita bahwa indonesia pernah jaya pada masa Soeharto dengan kemandirian di bidang Industri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H