Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Auditor - Saya merupakan seorang lulusan Bioteknologi dengan cabang ilmu teknologi pangan. Saya sangat menyukai perkembangan industri pangan, namun tidak hanya sebatas itu saja tetapi merambah ke dunia farmasi dan keamanan pangan.

Saya merupakan seorang praktisi di bidang keamanan pangan dan sistem manajemen mutu yang ingin berbagi pengetahuan yang saya miliki untuk membangkitkan minat literasi kita. Saya memiliki latar belakang pendidikan ilmu Bioteknologi dengan cabang ilmu Teknologi Pangan. Konten yang akan saya buat, tidak akan jauh dari informasi mengenai dunia sains dan pangan. Keinginan saya untuk berperang melawan informasi hoax dan informasi sains yang palsu (pseudosains) mendorong saya untuk berkarya melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Makanan Tradisional Kita yang Mulai Terpinggirkan

29 Desember 2024   14:08 Diperbarui: 30 Desember 2024   08:53 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Endog Gludug | Sumber gambar: Dokumentasi Pribadi

Padahal, kita bisa menggunakan alat bantu yang sudah ada, seperti food processor, atau alat pelumat lainnya jika memang membutuhkan aktivitas fisik seperti menumbuk. Sebenarnya, pembuatan camilan tradisional ini bisa mengadaptasi dengan moderenisasi yang sedang terjadi.

Minimnya Edukasi

Sebagian besar masyarakat, khususnya generasi muda, tidak memahami nilai sejarah dan budaya yang terkandung dalam makanan tradisional. Salah satunya yang saya lakukan saat ini, yaitu saya ingin membangkitkan rasa cinta kita terhadap camilan tradisional yang kita miliki dan membantu memperkenalkannya kepada teman atau tamu kita yang berkunjung ke daerah masing-masing. Bukan hanya diajak makan bakso dan nasi goreng saja.

Kurangnya Eksposur di Media Sosial

Di era digital, media sosial menjadi alat utama untuk mempopulerkan sesuatu. Sayangnya, makanan tradisional masih minim eksposur dibandingkan makanan modern. Mungkin karena bentuk, warna, dan rasa yang tidak populer menjadikannya sebagai konten makanan yang "kurang seksi" untuk dipromosikan. Stigma negatif bahwa makanan tradisional itu kuno mungkin bisa menjadi salah satu penyebabnya.

Harga yang Tidak Kompetitif

Beberapa makanan tradisional memiliki harga yang relatif mahal karena bahan baku dan proses memasaknya, sehingga dianggap kurang ekonomis dibandingkan makanan cepat saji. 

Selain itu, karena pengrajin atau pembuat makanan tradisional ini sedikit, maka harga jualnya menjadi cukup mahal. Tetapi tidak juga, kok. Coba kita makan di restoran mewah dengan porsi sedikit atau menikmati daging steak sekitar 200 gram dengan harga 300 ribu rupiah, tetap ada yang mau beli. 

Tapi kalau berbicara makanan tradisional, dengan bentuk yang kurang menarik, warna tidak mencolok, kesan makanan "ndeso" yang membuat apabila makanan tradisional ini harganya tidak "worth it" atau tidak sepadan, ya ada akhirnya menjadi tidak menarik. Sungguh dilema. 

Strategi untuk Meningkatkan Popularitas Makanan Tradisional

Meski menghadapi tantangan, tentu saja, makaanan tradisional ini masih memiliki peluang untuk membuat makanan tradisional Indonesia menjadi populer. Berikut beberapa strategi yang dapat dilakukan:

Inovasi Produk

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun