Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Auditor - Saya merupakan seorang lulusan Bioteknologi dengan cabang ilmu teknologi pangan. Saya sangat menyukai perkembangan industri pangan, namun tidak hanya sebatas itu saja tetapi merambah ke dunia farmasi dan keamanan pangan.

Saya merupakan seorang praktisi di bidang keamanan pangan dan sistem manajemen mutu yang ingin berbagi pengetahuan yang saya miliki untuk membangkitkan minat literasi kita. Saya memiliki latar belakang pendidikan ilmu Bioteknologi dengan cabang ilmu Teknologi Pangan. Konten yang akan saya buat, tidak akan jauh dari informasi mengenai dunia sains dan pangan. Keinginan saya untuk berperang melawan informasi hoax dan informasi sains yang palsu (pseudosains) mendorong saya untuk berkarya melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Sourdough: Apa Itu dan Bagaimana Manfaatnya untuk Kesehatan?

11 Desember 2024   10:06 Diperbarui: 11 Desember 2024   10:06 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roti Sourdough | Sumbe rgambar: Debbie Widjaja

Belakangan ini, kita mungkin sering dengar istilah sourdough saat membahas roti yang sedang tren di kafe-kafe atau toko roti artisan. Roti ini punya rasa yang unik, tekstur yang lembut tapi kenyal, dan aroma yang khas. Tampilannya terlihat kurang estetik, seperti banyak bagian yang pecah dan terlihat "kering". Saat itu, saya penasaran dan ingin mencoba roti tersebut. Betul, memang bagian kulit rotinya itu kering tapi bukan berarti tidak enak. Saat itu saya menikmati roti sourdough dalam kondisi yang hangat, dan pada saat saya menikmatinya menggunakan mentega dan taburan gula, ternyata di luar ekspektasi saya.

Rotinya memang terasa unik, tidak bisa dibandingkan dengan roti yang biasanya ada di minimarket. Teksturnya unik, renyah di luar dan lembut di dalam. Rotinya banyak lubang-lubang besar, itu karena banyak udara yang terperangkap di dalamnya. Ini termasuk roti yang terenak dan uniknya, di setiap toko roti atau setiap negara memiliki rasa yang berbeda-beda.

Oleh karena itu, izinkan saya berbagi pengalaman saya menikmati sourdough dengan menjelaskan apa sebenarnya sourdough itu? Apakah benar sourdough lebih sehat dibandingkan roti biasa? Yuk, kita bahas secara tuntas!

Apa Itu Sourdough?

Sourdough adalah roti yang dibuat dengan cara fermentasi alami. Proses ini menggunakan starter sourdough, yaitu campuran sederhana dari air dan tepung yang difermentasi menggunakan mikroorganisme alami seperti ragi liar (wild yeast) dan bakteri asam laktat (Lactobacillus).

Kalau roti biasa dibuat menggunakan ragi instan yang bekerja cepat, roti sourdough membutuhkan waktu fermentasi yang lebih lama, bisa sampai 12 hingga 48 jam. Selama waktu ini, mikroorganisme di dalam starter sourdough akan memecah karbohidrat dari tepung menjadi gula sederhana dan asam organik. 

Proses inilah yang membuat rasa sourdough lebih asam dan aromanya lebih kompleks dibandingkan roti biasa. Tentu rasa asamnya tidak bisa dibandingkan seperti asamnya buah jeruk nipis ya. Rasa asamnya ini lebih lembut dan menurut saya dapat dinikmati oleh semua orang. Makanya sesuai dengan namanya, yaitu sour dan dough. Keduanya diambil dari bahasa inggris, yaitu sour = asam, dough = adonan, jika digabung memiliki arti adonan yang asam.

Berikut ini saya berikan daftar bahan utama untuk membuat sourdough:

  • Tepung (umumnya tepung gandum utuh atau tepung terigu)
  • Air
  • Starter sourdough (campuran air dan tepung yang difermentasi)

Proses Pembuatan Sourdough

  1. Pembuatan Starter Sourdough (biang sourdough)
    Kita butuh campuran air dan tepung yang dibiarkan selama beberapa hari agar mikroorganisme alami dari udara, air, dan tepung bisa berkembang. Mikroorganisme ini nantinya bertanggung jawab atas fermentasi. Iya, cukup air dan tepung yang ditaruh di botol kaca lalu ditutup dengan kain bersih. Diamkan selama beberapa hari, biasanya 4-5 hari dengan kondisi suhu ruangan yang hangat. Keberhasilan proses pembuatan starter ditandai dengan berkembangnya adonan karena banyaknya udara yang terperangkap di dalam adonannya. Untuk perbadingan air dan tepung bisa menggunakan 1:1.

  2. Pengadonan dan Fermentasi
    Setelah starter siap, kita bisa menggunakannya sebagai pengganti ragi dalam membuat roti. Prosesnya sama saja seperti membuat roti, namun tahap fermentasinya membutuhkan waktu yang cukup lama. Adonan roti ini dibiarkan mengembang secara alami selama 12-48 jam. Proses fermentasi yang panjang ini membuat sourdough lebih ringan dan lebih mudah dicerna.

  3. Pemanggangan
    Setelah fermentasi selesai, adonan dipanggang pada suhu tinggi sekitar 230-250C. Suhu tinggi ini membantu membentuk kerak (crust) yang renyah di luar dan bagian dalam yang lembut serta kenyal.

Bagaimana Rasa Sourdough?

Kalau kita pernah mencicipi sourdough, kita pasti akan merasakan perbedaan yang jelas dibandingkan roti biasa. Sourdough punya rasa yang lebih kompleks, asam, dan sedikit gurih. Rasa asam ini muncul berkat asam laktat dan asam asetat yang dihasilkan selama fermentasi.

Beberapa orang menggambarkan rasanya seperti sedikit "fermentasi", mirip dengan rasa yogurt atau kefir. Selain itu, tekstur sourdough lebih kenyal dan serat-seratnya lebih terlihat dibandingkan roti biasa yang sering kali lebih lembut dan padat.

Kalau kita suka roti dengan aroma kuat, tekstur kenyal, dan rasa yang sedikit asam, sourdough bisa jadi favorit baru kita.

Manfaat Sourdough untuk Kesehatan

Roti sourdough sering kali dianggap lebih sehat dibandingkan roti biasa. Apa alasannya? Ternyata, proses fermentasi yang lebih panjang dan penggunaan bakteri asam laktat memberikan banyak manfaat bagi tubuh kita.

1. Lebih Mudah Dicerna

Selama proses fermentasi, enzim alami dan mikroorganisme memecah gluten dan pati di dalam tepung. Ini membuat gluten lebih mudah dicerna oleh tubuh. Bagi orang yang memiliki sensitivitas ringan terhadap gluten (bukan celiac), sourdough bisa jadi pilihan roti yang lebih ramah bagi pencernaan.

2. Rendah Indeks Glikemik (GI)

Banyak dari kita bertanya-tanya, "Apakah sourdough lebih baik untuk kadar gula darah?" Jawabannya, iya! Indeks glikemik (GI) sourdough lebih rendah dibandingkan roti putih biasa.

  • Mengapa Indeks Glikemiknya Lebih Rendah?
    Proses fermentasi menghasilkan asam laktat dan asam asetat yang membantu memperlambat pencernaan pati. Ini artinya, gula dari pati tidak dilepaskan secara cepat ke dalam aliran darah. Sebagai perbandingan:
    • Roti putih biasa: GI sekitar 70-85 (tergolong tinggi)
    • Sourdough: GI sekitar 53-66 (tergolong menengah)

Karena memiliki GI yang lebih rendah, sourdough lebih cocok untuk penderita diabetes atau orang yang ingin menjaga kadar gula darah tetap stabil. Tetapi bukan berarti dapat dinikmati secara terus menerus, tetap ada jarak waktu tertentu dan perlu dibarengi dengan sumber nutrisi lainnya, misalnya dengan telur atau sayuran agar mendapatkan nutrisi yang seimbang.

3. Sumber Probiotik, Prebiotik, dan Parabiotik

Proses fermentasi alami memungkinkan bakteri baik (probiotik) dan serat prebiotik berkembang dalam sourdough. Ini bagus untuk kesehatan usus kita. Bakteri asam laktat dalam starter sourdough mendukung mikrobiota usus kita, yang berdampak positif pada sistem kekebalan tubuh dan pencernaan. Bakteri probiotik akan berubah menjadi parabiotik setelah proses pemanggangan roti dan tetap memberikan manfaat baik bagi pencernaan kita.

4. Membantu Penyerapan Mineral

Kandungan asam fitat pada biji-bijian (termasuk gandum) bisa menghambat penyerapan mineral seperti kalsium, magnesium, dan zat besi. Nah, proses fermentasi pada sourdough mengurangi kandungan asam fitat ini, sehingga tubuh kita lebih mudah menyerap mineral dari roti.

Kesimpulan

Sourdough bukan sekadar tren, tapi juga pilihan roti yang lebih sehat. Jika kita bandingkan dengan roti biasa, sourdough lebih rendah indeks glikemiknya, lebih mudah dicerna, dan kaya akan nutrisi yang baik untuk pencernaan. Proses fermentasi alami juga membantu mengurangi gluten dan meningkatkan ketersediaan mineral dari tepung.

Kalau kita ingin mencoba roti yang lebih sehat, lebih enak, dan lebih ramah bagi pencernaan, sourdough bisa jadi pilihan yang tepat. Kita bisa membuatnya sendiri di rumah atau mencarinya di toko roti artisan. Cuman, kita perlu terbiasa dengan rasa dan aromanya yang unik.

Daftar Pustaka

  1. Arendt, E. K., & Dal Bello, F. (2008). Sourdough: Microbiology and Applications. Springer Science & Business Media.
  2. Gobbetti, M., De Angelis, M., Di Cagno, R., & Rizzello, C. G. (2014). Sourdough bread. Bread Making: Improving Quality, 330-359.
  3. Katina, K., Laitila, A., Juvonen, R., & Suomalainen, T. (2006). Sourdough: A tool for the improved flavour, texture, and shelf-life of wheat bread. Food Microbiology, 23(7), 641-651. https://doi.org/10.1016/j.fm.2006.02.007
  4. Poutanen, K., Flander, L., & Katina, K. (2009). Sourdough and cereal fermentation in a nutritional perspective. Food Microbiology, 26(7), 693-699. https://doi.org/10.1016/j.fm.2009.07.011
  5. Ward, G. M., & Brown, R. J. (2009). Glycemic index of sourdough bread. Diabetes Care, 32(6), 1121-1122. https://doi.org/10.2337/dc09-0152

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun