Biasanya kalau kita sedang merasa jenuh, capek, dan mudah emosi, apa yang akan kita lakukan? Biasanya, kita akan pergi ke suatu tempat seperti cafe, mal, restoran, atau menginap di suatu tempat wisata dengan tujuan agar rasa lelah dan jenuh itu berkurang. Gampangnya kita sebut healing ya, karena mengikuti trend saat ini.
Tapi, ada hal yang paling gampang untuk proses healing kita, yaitu dengan menikmati makanan atau minuman manis, karena hidangan yang manis dapat menginisasi otak untuk memproduksi hormon dopamin, yang membuat kita merasa rileks dan puas. Selain itu, asupan gula untuk tubuh juga berfungsi sebagai penambah energi karena gula adalah sumber energi "tercepat" saat kita butuh dorongan energi.
Meskipun demikian, konsumsi gula juga ada batasnya. Sembari saya ingin menjelaskan tentang pengaruh gula terhadap emosi, ada hal yang ingin saya jelaskan terlebih dahulu mengenai konsep "gula" yang menjadi pembahasan kita saat ini.
Hal yang perlu diketahui bahwa definisi gula ini adalah suatu zat yang terasa manis di lidah dan dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi utama. Definisi gula yang sering kita asumsikan oleh kebanyakan dari kita adalah gula kristal alias sukrosa, padahal definisi gula itu cukup luas dan bahkan karbohidrat bisa kita sebut sebagai gula.
Secara struktur kimia, gula ini ada berbagai formasi,dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks yaitu karbohidrat. Informasi ini sengaja saya berikan agar kita semua dapat memahami bahwa semua yang sebutkan ini memang bisa disebut "gula", namun tidak semua yang disebut "gula" itu dihindari. Berikut ini pengelompokkannya:
1. Gula Sederhana: Monosakarida
Gula sederhana, sesuai dengan namanya, gula ini sangat sederhana, yaitu hanya terdiri dari 1 struktur gula. Contoh umum yang sering kita dengar adalah glukosa dan fruktosa. Kedua gula ini termasuk dalam gula sederhana dan dapat ditemukan di buah dan sayuran.Â
Selain itu, gula sederhana ini bisa juga kita temukan dalam bentuk sirup contohnya HFCS (High Fructose Corn Syrup) atau biasa disebut sirup jagung tinggi fruktosa yang digunakan dalam industri makanan dan minuman. Alasannya, karena sirup fruktosa ini lebih stabil, ekonomis dan tentunya lebih manis dari glukosa.
Kelompok gula ini sangat mudah diserap oleh tubuh dan cepat berubah menjadi energi. Sayangnya ada dampak negatif terhadap kesehatan karena gula darah dapat melonjak secara instan, pankreas bekerja keras memproduksi insulin, dan jika terpapar dalam jumlah yang tinggi (lebih dari 50 gram/hari) secara konsisten, maka dapat menyebabkan diabetes dan obesitas.
2. Gula Ganda, Disakarida
Kelompok gula ini tersusun dari 2 struktur gula dan sebenarnya masih bisa dikategorikan sebagai gula sederhana. Contohnya adalah gula pasir (sukrosa). Sukrosa ini merupakan gabungan dari 2 gula yaitu glukosa dan fruktosa. Ada juga gula ganda lainnya yang ada di susu yaitu laktosa yang merupakan gabungan antara glukosa dan galaktosa.
Mengapa gula ganda ini masih dapat dikategorikan sebagai gula sederhana? Karena gula ganda ini masih bisa dipecah oleh enzim amilase dan laktase yang ada di pencernaan. Nah, gula-gula tersebut apabila dipecah, maka akan menghasilkan 2 gula sederhana. Contohnya yaitu sukrosa dipecah oleh enzim amilase menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa memiliki karakter seperti yang saya sudah jelaskan di atas, bahwa dapat terjadi lonjakan gula darah yang drastis dan apabila berlebihan akan berdampak negatif untuk kesehatan kita.
3. Gula Oligosakarida dan Polisakarida
Kelompok gula ini terdiri dari 3 sampai 10 struktur gula (0ligosakarida) dan lebih dari 10 struktur gula untuk polisakarida atau mudahnya kita sebut sebagai karbohidrat. Dari banyaknya struktur gula oligosakarida dan polisakarida, gula ini lebih sulit untuk dipecah oleh amilase di dalam pencernaan kita.Â
Contoh umum dari gula oligosakarida, yang biasanya ada di susu anak-anak itu ada FOS (Fruktooligosakarida) dan GOS (Galaktooligosakarida). Gula oligosakarida ini pada umumnya digunakan sebagai prebiotik yang bertujuan memeliharan kesehatan pencernaan sebagai sumber makanan bagi probiotik usus. Kedua gula ini tidak dapat diserap secara langsung oleh tubuh sehingga digunakan sebagai makanan bakteri baik pada usus.
Kemudian, untuk polisakarida contoh yang sering kita dengar adalah pati dan serat. Nah, ini yang paling unik, polisakarida yang dapat dicerna oleh tubuh dan dapat menimbulkan lonjakan gula darah, yaitu pati. Pati ini terdiri dari amilosa dan amilopektin, yang memang keduanya adalah gula dengan struktur kompleks, akan tetapi karena manusia memiliki enzim amilase yang artinya dapat memecah amilosa, maka hasil akhir pemecahan pati ini bisa menjadi gula sederhana.
Berbeda dengan serat atau biasa kita dengar sebagai dietary fibre adalah karbohidrat (gula) yang dibutuhkan untuk tubuh supaya dapat menjaga kesehatan pencernaan karena bertindak sebagai prebiotik untuk sumber "makanan" probiotik melalui proses fermentasi. Contohnya serat itu apa? Pektin dan selulosa, keduanya hanya dapat diperoleh di sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain itu, serat membuat kita kenyang lebih lama dan tidak mengalami lonjakan gula darah.
Konsumsi serat ini sangat dianjurkan karena nilai manfaatnya itu. Tetapi tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan perut kembung karena hasil dari fermentasi pencernaan itu salah satunya berupa gas.
Mari Mulai Pembahasannya
Oke, kurang lebih itu ya penjelasan tentang kelompok gula. Nah, kira-kira, apakah ada yang sudah bisa menebak, dari kelompok gula mana yang dapat meningkatkan stress?
Tapi, sebelum kita "menghakimi" gula penyebab stress, kita perlu mensyukuri bahwa dampak baik dari gula adalah memberi kita energi untuk dapat beraktivitas serta membuat kita merasa rileks. Makanana dan minuman manis memang dapat mempengaruhi suasana hati dan juga membangkitkan semangat meskipun hanya sementara. Konsumsi yang sesuai 50 gram per hari dan dibarengi dengan aktivitas fisik yang sesuai, sebetulnya tidak perlu khawatir akan dampak negatifnya karena konsumsinya sudah sesuai.
Seperti pada artikel saya sebelumnya mengenai trend fobia gula tinggi, alangkah baiknya kita perlu bijak dalam mengonsumsi gula dari kelompok gula sederhana.
Sekarang mari kita telaah, mengapa kelompok gula ini dapat mempengaruhi stress dalam diri kita. Jadi, seperti yang saya sampaikan tadi bahwa gula dapat mempengaruhi suasana hati / mood kita menjadi lebih rileks. Hal ini disebabkan oleh reaksi psikis karena ketika tubuh kita mengirimkan sinyal bahwa sedang membutuhkan "gula", lalu kita mengonsumsi gula dalam bentuk makanan atau minuman manis, tubuh kita menjadi rileks karena hal yang dibutuhkan sudah terpenuhi. Bahasa mudahnya sedang ngidam yang manis-manis.
Tapi, kita perlu sadari bahwa konsumsi gula ini perlu memperhatikan seberapa "berat" aktivitas fisik kita, sehingga mampu membakar gula-gula yang sudah kita konsumsi. Apabila aktivitas fisiknya kurang tetapi kita "siksa" tubuh ini dengan mengonsumsi gula yang berlebihan, maka hasil akhirnya akan menjadi penumpukan lemak dan parahnya menjadi diabetes.
Efek lain ketika kita menyiksa tubuh ini dengan paparan gula yang melebihi batas, secara tidak langsung dapat mempengaruhi karakter kita menjadi seseorang yang mudah stress dan emosian. Pernah mendengar istilah "lapar galak, kenyang bodoh"? atau ada iklan kudapan bahwa ada seseorang menjadi galak lalu dikasih kudapan cokelat berubah jadi baik? Itu memang benar, karena ketika kondisi lapar, artinya perut sedang kosong disertai tubuh kita sedang memerlukan energi.
Apabila kita lapar lalu makan, tentu kita menjadi kenyang dan hati senang. Nah, apabila setelah makan ditambah dengan minuman manis seperti es coklat contohnya dan dilakukan secara terus menerus, itu akan menimbulkan "adiksi" yang pada akhirnya ketika sehabis makan dan tidak minum es coklat itu, kita akan merasa "sepertinya ada yang kurang". Akhirnya, rasa kenyang itu masih terasa hampa.Â
Selain itu, karena konsumsi gula sederhana secara berlebihan, membuat kerja pankreas menjadi berlebihan untuk memproduksi insulin supaya dapat menurunkan kadar gula darah. Aktivitas yang berlebihan ini dapat menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas ini dihasilkan akibat stress yang ditimbulkan akibat adanya aktivitas yang berlebihan di dalam tubuh kita. Radikal bebas ini lah yang dapat menganggu kerja sel dan organ tubuh manusia. Salah satunya, dapat mempengaruhi emosional kita menjadi tidak stabil karena tubuh kita cenderung gampang "tidak enak badan".
Jadi, dampak dari konsumsi gula berlebihan itu memang tidak secara langsung mempengaruhi emosional seseorang tetapi secara perlahan mampu memberikan efek stress pada tubuh. Lalu apa yang harus kita perbuat kalau sudah "terlanjur" mengonsumsi gula yang berlebihan? Hal yang bisa kita lakukan adalah memulai hidup sehat dengan membatasi konsumsi gula dan lebih bijak dalam mengonsumsi porsi makan.
Memang, dalam prosesnya terasa tidak nyaman karena tubuh kita yang biasanya disiksa mengonsumsi makanan dan minuman tinggi kadar gula, kini mulai kita batasi. Pasti ada perasaan tidak enak badan, terasa pusing, lebih emosi, dan rasa ngidamnya akan lebih kuat, akan tetapi secara tidak langsung tubuh kita akan memulai adaptasinya supaya tidak bergantung pada konsumsi makanan dan minuman tinggi gula. Selagi belum menunjukkan tanda-tanda diabetes atau metabolisme yang menurun, lebih baik kita mulai memperbaiki diri dengan membatasi konsumsi gula sederhana dan memilih sumber karbohidrat yang lebih baik seperti serat atau fruktosa yang berasal dari buah-buahan dan sayuran.
Loh, kenapa fruktosa dari buah-buahan dan sayuran itu lebih baik? Tentu saja, fruktosa itu memang gula sederhana, tetapi dalam buah dan sayur utuh itu mengandung berbagai macam nutrisinya dan lebih seimbang, seperti serat, vitamin, mineral, dan fruktosa. Â Tentu saja kadar fruktosa pada buah dan sayuran itu tidak "berlebihan" seperti yang sengaja ditambahkan pada makanan dan minuman manis.Â
Kesimpulan
Jadi, dari penjelasan yang cukup panjang dan lebar ini, intinya memang gula itu baik untuk tubuh karena berfungsi sebagai sumber energi, terutama gula sederhana. Gula sederhana sangat mudah diserap oleh tubuh dan dapat terjadi lonjakan pada gula darah. Konsumsi gula sederhana secara berlebihan dapat berdampak buruk untuk kesehatan seperti diabetes. Akibat lain selain risiko terkena diabetes adalah produksi radikal bebas yang berlebihan dan dapat menyerang sel-sel sehat. Konsumsi gula sederhana yang berlebihan juga berdampak pada adiksi untuk terus mengonsumsi gula dalam kadar yang tinggi, sehingga secara tidak langsung dapat mempengaruhi produksi hormon stress dan mempengaruhi suasana hati kita. Disarankan konsumsi gula harian tidak melebihi 50 gram per hari dan dibarengi dengan aktivitas fisik yang sesuai.Â
Daftar Pustaka:
- Drewnowski, A., & Almiron-Roig, E. (2010). Human perceptions and preferences for fat-rich foods. Fat Detection: Taste, Texture, and Post Ingestive Effects, 265–290. https://doi.org/10.1201/b10391-12
- Liu, D., Archer, N., Duesing, K., Hannan, G., & Keast, R. (2016). Mechanism of fat taste perception: Association with diet and obesity. Progress in Lipid Research, 63, 41–49. https://doi.org/10.1016/j.plipres.2016.03.002
- Maier, S., & Watkins, L. (1998). Stressor controllability and learned helplessness: The roles of the dorsal raphe nucleus, serotonin, and corticotropin-releasing factor. Neuroscience & Biobehavioral Reviews, 23(7), 875–902. https://doi.org/10.1016/S0149-7634(99)00008-7
- Breier, A., Albus, M., & Sommer, W. (1987). The role of stress in the pathophysiology of diabetes mellitus. Endocrinology & Metabolism Clinics of North America, 16(4), 837–855. https://doi.org/10.1016/S0889-8529(18)30913-7
- Mendelson, M., & Klein, R. (2003). The effects of chronic stress and sugar on behavioral and neurochemical functions. Psychoneuroendocrinology, 28(6), 709–723. https://doi.org/10.1016/S0306-4530(02)00050-1
- Scott, K. A., Melhorn, S. J., & Sakai, R. R. (2012). Effects of chronic social stress on obesity. Current Obesity Reports, 1(1), 16–25. https://doi.org/10.1007/s13679-011-0006-3
- Brownlee, M. (2005). The pathobiology of diabetic complications: A unifying mechanism. Diabetes, 54(6), 1615–1625. https://doi.org/10.2337/diabetes.54.6.1615
- Prentki, M., & Nolan, C. J. (2006). Islet beta cell failure in type 2 diabetes. The Journal of Clinical Investigation, 116(7), 1802–1812. https://doi.org/10.1172/JCI29103
- Taylor, R. (2012). Pathogenesis of type 2 diabetes: Tracing the reverse route from cure to cause. Diabetologia, 55(3), 567–570. https://doi.org/10.1007/s00125-011-2408-6
- Aspinall, G. O. (1970). Polysaccharides. Annual Review of Biochemistry, 39(1), 251–274. https://doi.org/10.1146/annurev.bi.39.070170.001343
- Lien, L. F., & Sacks, F. M. (2008). Carbohydrates: Types and mechanisms of health effects. Physiology & Behavior, 94(3), 293–304. https://doi.org/10.1016/j.physbeh.2007.11.024
- Varki, A., Cummings, R. D., & Esko, J. D. (2009). Essentials of glycobiology (2nd ed.). Cold Spring Harbor Laboratory Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H