Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Saya merupakan seorang lulusan Bioteknologi dengan cabang ilmu teknologi pangan. Saya sangat menyukai perkembangan industri pangan, namun tidak hanya sebatas itu saja tetapi merambah ke dunia farmasi dan keamanan pangan.

Saya memiliki hobi membaca dan menikmati konten visual yang berkaitan dengan sains, perkembangan teknologi, dan makanan. Tetapi tidak hanya di situ, saya juga tertarik dalam dunia otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Siapa yang Berhak Menentukan Otentisitas Pada Makanan?

31 Oktober 2024   21:04 Diperbarui: 4 November 2024   12:24 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Melihat Media Sosial | Sumber gambar: Bruce Mars

Padahal dari bahan sama, tetapi karena beda daerah bisa saja beda profil rasa. Tapi apakah perbedaan rasa itu mempengaruhi nilai otentik soto tersebut? Ya tidak bisa seperti itu, karena otentiknya soto Lamongan ya pakai koya.

Ilustrasi Literasi Sejarah Makanan | Sumber gambar: Wojciech Pacześ 
Ilustrasi Literasi Sejarah Makanan | Sumber gambar: Wojciech Pacześ 

Ketiga, minimnya pengetahuan tentang sejarah dan rasa dari makanan tersebut

Ya, ini yang sangat mempengaruhi penilaian kita terhadap otentik atau tidaknya suatu makanan yang kita konsumsi. Sekarang tidak pakai soto Lamongan lagi ya, saya ganti pakai bakmi Bangka. 

Pasti di setiap perkotaan, ada deh 1 atau 2 kedai yang menjual bakmi Bangka. Bakmi yang khas dengan mi keriting, aromanya yang gurih dan manis karena penambahan minyak wijen, serta adanya potongan daging babi merah. Belum lagi ada potongan seperti tahu atau cakwe yang memberikan kesan tersendiri.

Akan tetapi karena akulturasi budaya dan agama di Indonesia, Bakmi Bangka beradaptasi untuk menggunakan daging ayam yang tentunya halal dan tetap enak, tidak merubah rasa.

Lalu apakah itu disebut tidak otentik? Menurut saya tetap saja otentik karena bakmi itu pakai mi keriting dan ada aroma manis dari minyak wijen. Hanya lauknya saja yang diganti, bahwa sebelumnya tidak halal karena pakai daging babi, kini berubah menggunakan daging ayam.

Nah, apakah setiap daerah memiliki rasa bakmi yang sama? Tentu saja tidak, ada yang asinnya nampol, tapi ada juga yang manis. Lagi-lagi apa? Preferensi rasa yang berbeda di setiap daerahnya.

Minimnya pengetahuan kita tentang makanan yang kita konsumsi itu menjadi faktor pendukung bahwa terkadang kita salah menilai ontentisitas dari suatu makanan. Perlu perjalanan panjang dan pengetahuan yang telaten untuk kita bisa tahu apakah makanan ini otentik atau tidak. 

Contoh umumnya seperti saat membedakan onderdil motor yang original dan kw, itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang rutin dan memiliki pengalaman cukup panjang dalam mengenal onderdil tersebut.

Kesimpulan

Kita harus memiliki pengetahuan, mengenal sejarah makanan tersebut, memiliki perbendaharaan rasa yang kaya dan pengalaman jangka panjang untuk dapat menilai suatu makanan ini otentik atau tidak.

Terlepas dari rasanya yang enak atau tidak, selama bahan-bahan khas tersebut ada di makanan itu, ya penjual itu berhak menyatakan bahwa yang mereka jual adalah benar soto Lamongan dan Bakmi Bangka.

Saya ingin mengajak kita semua untuk tidak salah menangkap makna dari "otentisitas" sebuah makanan hanya karena berdasarkan selera lidah kita. Menyatakan makanan itu otentik atau tidak, adalah pekerjaan yang butuh pengalaman panjang dan mengetahui sejarah dari makanan itu. Bahkan sampai ke bumbu "kunci" yang membuat makanan itu khas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun