Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Saya merupakan seorang lulusan Bioteknologi dengan cabang ilmu teknologi pangan. Saya sangat menyukai perkembangan industri pangan, namun tidak hanya sebatas itu saja tetapi merambah ke dunia farmasi dan keamanan pangan.

Saya memiliki hobi membaca dan menikmati konten visual yang berkaitan dengan sains, perkembangan teknologi, dan makanan. Tetapi tidak hanya di situ, saya juga tertarik dalam dunia otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pemanis Buatan itu Memicu Kanker

4 Oktober 2024   22:46 Diperbarui: 4 Oktober 2024   22:47 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi minuman ringan | Sumber gambar: Alexander Mils

Ketika saya menikmati es teh manis dengan gula stevia, saya tiba-tiba teringat kenangan di waktu kecil. Saat itu, saya sering batuk-batuk ketika membeli minuman kemasan gelas yang berperisa. Saat itu, di awal tahu 2000-an, banyak sekali minuman berperisa yang lalu lalang di iklan televisi. 

Bahkan iklan-iklan itu sangat kreatif, dikemas dengan alur cerita yang unik, atau dibawakan menjadi sebuah lagu yang memberikan ciri khas (jingle) brand minuman itu. Sampai-sampai matahari menjadi dua. Jika ada yang mendapatkan clue dari paragraf ini, pasti kita tahu minuman yang saya maksudkan di sini.

Nah, setiap kali saya haus, kadang kala saya tidak sakit. Lalu Ibu saya mengatakan bahwa jangan minum minuman itu karena menggunakan "biang" gula. Saya bingung, kalau di tempat saya, kata biang itu merujuk ke "indukkan". Jadi saat itu saya berpikir, apakah gula itu melalui proses reproduksi? atau apakah gula itu memiliki orang tua? Hahaha - Ini hanya intermezo saja.

Hal yang menarik selanjutnya adalah muncul berita yang menyatakan bahwa biang gula, atau kita sebut gula biang ini dapat memicu kanker. Lantas, apakah benar gula biang dapat memicu kanker? Seperti judul saya yang menarik perhatian pembaca, mari saya ingin mengajak kita untuk membedah kebenaran dari judul artikel ini.

Seperti biasa, ketika rasa penasaran saya mulai tergelitik, di situ lah momen saya untuk melakukan riset dan berbagi temuan saya untuk kita semua.

Mari kita bedah bersama-sama

Saya mulai dengan pengertian, apa itu gula biang? Jadi, gula biang ini adalah bahan pemanis untuk makanan atau minuman, yang dibuat melalui sintesis kimiawi dengan tujuan untuk menciptakan pemanis buatan selain gula dari tebu dan memiliki tingkat kemanisan yang melebihi gula sukrosa (gula dapur). Tapi ada juga pemanis alami (langsung dari tumbuhan) yang manisnya lebih dari sukrosa, yaitu steviol dari tanaman Stevia dan Lo Han Guo (buah biksu).

Mengapa saat itu peneliti ingin membantu untuk menciptakan pemanis buatan? Supaya mengurangi penggunaan gula sukrosa yang dapat meningkatkan kandungan gula dalam darah. Seperti yang kita ketahui, bahwa apabila kita mengonsumsi gula di atas kewajaran, maka gula itu berdampak ke kesehatan kita. Kita menjadi terkena penyakit seperti diabetes dan obesitas.

Oleh dasar itu, maka peneliti (food technologist) dan ahli kimia, menciptakan gula biang ini. Tetapi ada juga pemanis alami selain gula yang terkenal manis, berikut ini daftar 5 pemanis buatan dan 2 pemanis alami (cetak tebal)

  • Aspartam (200x lebih manis)
  • Sakarin (300-400x lebih manis)
  • Sukarlosa (200-300x lebih manis)
  • Neotam (7000 - 13000x lebih manis)
  • Asesulfam-K (200x lebih manis)
  • Stevia (200 - 300x lebih manis)
  • Lo Han Guo (150 - 250x lebih manis)

Daftar pemanis di atas merupakan pemanis buatan dan pemanis alami selain gula yang aman menurut badan obat dan makan Amerika, yaitu FDA (U.S. Food and Drug Administration) dan EFSA (European Food Safety Authority). Sejauh informasi yang saya peroleh, Aspartam dan Asesulfam-K merupakan pemanis buatan yang banyak diteliti mengenai hubungannya dengan meningkatnya potensi kanker.

Berdasarkan beberapa penelitian yang saya temukan, ada beberapa jurnal yang menyatakan bahwa aspartam dan asesulfam-k memiliki kemungkinan berpotensi terhadap munculnya kanker, akan tetapi penelitian mengenai mekanisme atau interaksi kedua pemanis buatan ini terhadap munculnya kanker pada manusia masih sangat terbatas dan perlu penelitian lebih lanjut.

Oleh karena itu, FDA dan EFSA masih menggolongkan pemanis buatan itu tetap aman untuk dikonsumsi dengan batas tertentu. Berdasarkan penjelasan tentang asesmen risiko dan bahaya khusus untuk penggunaan aspartam, oleh badan kesehatan dunia (WHO) pada tanggal 14 Juli 2023, menyatakan aspartam itu aman dengan batas konsumsi maksimal 40 mg/kg berat badan. 

Selain itu, agensi riset kanker internasional (International Agency for Research on Cancer disebut IARC) memasukkan aspartam dalam kategori 2B, yaitu bahan yang memiliki keterbatasan bukti menjadi penyebab kanker pada manusia.

Kategori penyebab kanker | Sumber gambar: IARC dari WHO
Kategori penyebab kanker | Sumber gambar: IARC dari WHO

Lalu bagaimana dengan pemanis yang lainnya? Bagaimana menurut BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan)? Penggunaan pemanis buatan sudah diatur dalam penjelasan BPOM nomor HM.01.1.2.07.23.24 dan Peraturan BPOM no 11 tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan. (Dokumen ini dapat diakses dan diunduh secara umum, jadi, jika pembaca ingin membaca peraturan tersebut, pembaca dapat langsung mencarinya di laman mesin pencarian)

Tapi saya rasa tidak asik kalau tidak diberikan contoh perhitungan mengenai berapa batas amannya ya? Oke, jadi saya akan mengambil contoh, tentu saja, aspartam. 

Dosis aspartam yang boleh dipergunakan menurut Peraturan BPOM no 11 tahun 2019, yaitu 40 mg/kg berat badan. Dosis yang diterapkan pada BPOM masih mengikuti ketetapan yang disampaikan oleh WHO adalah level ADI (Acceptable Dairy Intake) atau kita sebut sebagai takaran konsumsi harian, yang artinya batas aman harian jika mengonsumsi bahan tambahan pangan tersebut. 

Tapi bagaimana cara menghitungnya? Sederhananya tinggal kita kalikan dengan berat badan kita. 

Misalnya berat badan saya 70 kg, maka berapa batas konsumsi harian saya? Tinggal mengkalikan 40 mg dengan berat badan saya 70 kg, maka saya mendapatkan batas konsumsi harian sebanyak 2800 mg atau sama dengan 2,8 gram per hari. Tapi, karena aspartam itu 200x lebih manis dibandingkan gula biasa, penggunaannya pasti akan sangat kecil dari batas harian saya di 2,8 gram. Bisa jadi konsumsi harian saya hanya di 200 mg atau kurang dari itu.

Nah, biasanya pemanis buatan ini sering kita jumpai di minuman berperisa atau minuman soda yang mengklaim zero calorie (kalori nol) tetapi minumannya masih terasa manis. Memang kembali lagi ke tujuan utama dibuatnya pemanis buatan ini, yaitu untuk menghindari asupan kalori berlebihan akibat penggunaan gula sukrosa atau sirup gula.

Secara organoleptik, memang apabila kebanyakan penggunaan gula biang, secara rasa ada sensasi pahit setelah mengonsumsinya. Hal ini saya rasakan juga ketika menikmati gula stevia yang terlalu banyak. Hal seperti ini sih lebih tepatnya tergantung pemakaiannya, karena tujuan utamanya untuk mencegah terjadi obesitas atau diabetes.

Kesimpulan

Lalu untuk menjawab pertanyaan awal, apakah gula buatan pemicu kanker? Jawabannya aman untuk dikonsumsi selama dalam batas yang sudah ditetapkan.  Meskipun memiliki kemungkinan memicu kanker berdasarkan jurnal, tetapi perlu riset mendalam mengenai bagaimana mekanisme dan interaksinya dengan tubuh kita. Apalagi tujuan dari pemanis buatan ini untuk mencegah masalah kesehatan serius seperti obesitas dan diabetes akibat kelebihan asupan kalori dalam tubuh.

Mengingat, bahwa setiap orang memiliki genetik kanker yang dapat timbul kapan pun dan pemicunya juga sangat bervariatif. Faktornya bisa karena makanan, minuman, atau epigenetik (faktor lingkungan) seperti polusi udara, pola hidup tidak sehat, stress, dan sebagainya. Selain itu, konsumsi makanan / minuman secara berlebihan juga dapat mengganggu keseimbangan dan kesehatan tubuh.

Jadi, bagaimana menurut pembaca? Apakah tetap khawatir dengan pemanis buatan atau ingin beralih ke pemanis alami seperti stevia / Lo Han Guo?

Referensi:

  • Bian, X., Chi, L., Gao, B., Tu, P., Ru, H., & Lu, K. (2017). The artificial sweetener acesulfame potassium affects the gut microbiome and body weight gain in CD-1 mice. PloS one, 12(6), e0178426.
  • Debras, C., Chazelas, E., Srour, B., Druesne-Pecollo, N., Esseddik, Y., de Edelenyi, F. S., ... & Touvier, M. (2022). Artificial sweeteners and cancer risk: Results from the NutriNet-Sant population-based cohort study. PLoS medicine, 19(3), e1003950.
  • European Food Safety Authority (EFSA). Scientific Opinion on the re-evaluation of aspartame (E 951) as a food additive. EFSA Journal, 2013.
  • Magnuson, B. A., Burdock, G. A., Doull, J., Kroes, R. M., Marsh, G. M., Pariza, M. W., & Williams, G. M. (2007). Aspartame: A safety evaluation based on current use levels, regulations, and toxicological and epidemiological studies. Critical Reviews in Toxicology, 37(8), 629-727.
  • U.S. Food and Drug Administration (FDA). Questions and Answers on the Safety of Aspartame. (2020)
  • Yan, S., Yan, F., Liu, L., Li, B., Liu, S., & Cui, W. (2022). Can artificial sweeteners increase the risk of cancer incidence and mortality: evidence from prospective studies. Nutrients, 14(18), 3742.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun