Saat saya mengunjungi Solo, kota dengan kekayaan budaya dan kuliner yang luar biasa, ada satu hidangan yang benar-benar menarik perhatian saya: sambal tumpang. Awalnya, saya sedikit ragu karena mendengar bahwa sambal ini dibuat dari tempe yang sudah "semangit" atau overfermentasi.Â
Dari penampilan luarnya, tempe semangit memang terlihat seperti tempe yang sudah busuk dan mungkin tidak layak dimakan. Namun, di balik tampilan yang kurang meyakinkan ini, tersembunyi cita rasa yang begitu khas dan mendalam, yang ternyata menjadi bintang utama dalam sambal tumpang.
Apa Itu Tempe Semangit?
Tempe semangit adalah tempe yang telah difermentasi lebih lama dari biasanya, sehingga memiliki aroma yang sangat kuat, bahkan menyengat. Proses fermentasi ini melampaui batas waktu fermentasi standar, yang biasanya hanya sekitar 24-48 jam. Pada tempe semangit, fermentasi bisa berlangsung lebih lama hingga menghasilkan aroma yang khas dengan sedikit bau amonia. Meskipun baunya bisa sangat tajam, bagi sebagian orang justru ini yang menambah kenikmatan dari tempe semangit, terutama dalam olahan sambal tumpang.
Proses Fermentasi yang Membentuk Aroma Khas
Saat tempe semangit terbentuk, terjadi proses biokimia yang kompleks yang memengaruhi aroma dan rasanya. Proteolisis, atau pemecahan protein, terjadi ketika enzim dari jamur Rhizopus oligosporus atau Rhizopus oryzae terus bekerja melampaui waktu fermentasi normal. Proses ini memecah protein dalam kedelai menjadi asam amino dan peptida yang lebih kecil. Ketika fermentasi berlangsung lebih lama, asam amino ini dapat terurai lebih lanjut menjadi senyawa volatil seperti amonia. Amonia inilah yang menjadi salah satu penyebab utama bau menyengat pada tempe semangit.
Selain itu, fermentasi yang berkepanjangan juga menghasilkan amina biogenik seperti putresin dan kadaverin, yang menambah intensitas bau tajam yang sering diasosiasikan dengan makanan yang terlalu matang atau hampir busuk. Meskipun bau ini mungkin mengganggu bagi beberapa orang, bagi penggemar tempe semangit, ini adalah bagian integral dari kelezatan yang ditawarkannya.
Mengapa Tempe Semangit Masih Lezat?
Di balik aroma yang menyengat, tempe semangit memiliki cita rasa yang sangat kaya, terutama karena kandungan asam glutamat yang tinggi. Asam glutamat adalah salah satu asam amino yang bertanggung jawab atas rasa umami, yaitu rasa gurih yang banyak disukai dalam berbagai masakan.Â
Seiring dengan proses fermentasi yang berlangsung, protein dalam kedelai dipecah menjadi glutamat dan asam amino lainnya, yang meningkatkan rasa gurih dan membuat tempe semangit sangat cocok untuk diolah menjadi sambal.
Tak hanya asam glutamat, fermentasi juga melepaskan peptida dan nukleotida seperti inosine monophosphate (IMP) yang semakin memperkaya rasa umami. Kombinasi senyawa-senyawa ini menciptakan kedalaman rasa yang kompleks dan kaya, yang mampu menutupi dan bahkan melengkapi aroma tajam dari tempe semangit.Â
Inilah yang membuat sambal tumpang, dengan bahan dasar tempe semangit, begitu diminati dan dihargai dalam kuliner Jawa.
Mengapa Disebut Tempe Semangit?
Dalam budaya Jawa, istilah "semangit" tidak selalu memiliki konotasi negatif. Sebaliknya, "semangit" sering kali digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang telah melewati masa kesegaran puncaknya, namun masih dapat dinikmati dan bahkan diinginkan karena karakteristik rasa dan aromanya yang khas. Tempe semangit adalah contoh sempurna dari konsep ini, di mana overfermentasi menghasilkan tempe yang memiliki aroma tajam namun penuh dengan cita rasa.
Dalam tradisi kuliner Jawa, tempe semangit tidak dianggap sebagai makanan yang rusak, melainkan sebagai bahan pangan yang telah mencapai tingkat kematangan tertentu yang diinginkan untuk olahan khusus seperti sambal tumpang. Biasanya tempe semangit yang dipakai adalah tempe yang sudah mengalami fermentasi selama 24-48 jam (dihitung saat menjadi tempe putih bersih).
Justru, sambal tumpang membutuhkan tempe dengan aroma dan rasa yang kuat untuk menciptakan hidangan yang seimbang antara rasa gurih, pedas, dan sedikit manis. Aroma "semangit" dari tempe ini menjadi bagian dari kenikmatan kuliner yang unik dan tidak bisa tergantikan oleh tempe segar.
Proses Ilmiah di Balik Tempe Semangit
Ada beberapa fenomena biokimia yang terjadi selama fermentasi tempe semangit, yang mengubah tempe biasa menjadi tempe semangit:
Proteolisis dan Lipolisis: Enzim dari jamur memecah protein menjadi asam amino, sementara lemak (lipid) dipecah menjadi asam lemak dan senyawa volatil, yang beberapa di antaranya dapat menyebabkan rasa tengik. Namun, peningkatan asam amino bebas seperti glutamat memperkaya rasa umami, menciptakan rasa gurih yang menyeimbangkan aroma tajam.
Aktivitas Mikroba: Selama fermentasi yang berkepanjangan, aktivitas mikroba lain seperti bakteri dan ragi juga berperan. Mikroorganisme ini turut memecah protein dan lemak, menghasilkan senyawa organik volatil seperti amonia dan senyawa sulfur yang menciptakan bau kuat.
Pembentukan Amonia: Seiring waktu, asam amino mengalami deaminasi, melepaskan amonia sebagai produk sampingan. Inilah mengapa tempe semangit sering memiliki bau amonia yang jelas, yang mungkin mengganggu bagi sebagian orang tetapi khas dari tempe yang overfermentasi.
Kesimpulan
Tempe semangit mungkin memiliki aroma yang kuat dengan sedikit bau amonia, tetapi di balik itu terdapat rasa umami yang kaya dan mendalam. Proses fermentasi yang berkepanjangan pada tempe semangit, meskipun menghasilkan bau yang menyengat, juga meningkatkan kandungan asam glutamat dan senyawa umami lainnya, menjadikannya bahan yang ideal untuk hidangan tradisional seperti sambal tumpang.
 Dalam konteks kuliner Jawa, tempe semangit bukan hanya bahan makanan, tetapi juga cerminan dari tradisi, kreativitas, dan penghargaan terhadap setiap tahap proses fermentasi.
Referensi:
- Astuti, M., Meliala, A., Dalais, F. S., & Wahlqvist, M. L. (2000). Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 9(4), 322-325.
- Nout, M. J. R., & Kiers, J. L. (2005). Tempe fermentation, innovation and functionality: Update into the third millennium. Journal of Applied Microbiology, 98(4), 789-805.
- Shurtleff, W., & Aoyagi, A. (2012). History of Tempeh and Tempeh Products (1815-2011): Extensively Annotated Bibliography and Sourcebook. Soyinfo Center.
Dengan memahami proses ilmiah di balik tempe semangit, kita bisa lebih menghargai keunikan dan kelezatan kuliner tradisional Jawa ini. Sambal tumpang yang dibuat dari tempe semangit bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang warisan budaya yang kaya akan sejarah dan filosofi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H