Dalam tradisi kuliner Jawa, tempe semangit tidak dianggap sebagai makanan yang rusak, melainkan sebagai bahan pangan yang telah mencapai tingkat kematangan tertentu yang diinginkan untuk olahan khusus seperti sambal tumpang. Biasanya tempe semangit yang dipakai adalah tempe yang sudah mengalami fermentasi selama 24-48 jam (dihitung saat menjadi tempe putih bersih).
Justru, sambal tumpang membutuhkan tempe dengan aroma dan rasa yang kuat untuk menciptakan hidangan yang seimbang antara rasa gurih, pedas, dan sedikit manis. Aroma "semangit" dari tempe ini menjadi bagian dari kenikmatan kuliner yang unik dan tidak bisa tergantikan oleh tempe segar.
Proses Ilmiah di Balik Tempe Semangit
Ada beberapa fenomena biokimia yang terjadi selama fermentasi tempe semangit, yang mengubah tempe biasa menjadi tempe semangit:
-
Proteolisis dan Lipolisis: Enzim dari jamur memecah protein menjadi asam amino, sementara lemak (lipid) dipecah menjadi asam lemak dan senyawa volatil, yang beberapa di antaranya dapat menyebabkan rasa tengik. Namun, peningkatan asam amino bebas seperti glutamat memperkaya rasa umami, menciptakan rasa gurih yang menyeimbangkan aroma tajam.
Aktivitas Mikroba: Selama fermentasi yang berkepanjangan, aktivitas mikroba lain seperti bakteri dan ragi juga berperan. Mikroorganisme ini turut memecah protein dan lemak, menghasilkan senyawa organik volatil seperti amonia dan senyawa sulfur yang menciptakan bau kuat.
Pembentukan Amonia: Seiring waktu, asam amino mengalami deaminasi, melepaskan amonia sebagai produk sampingan. Inilah mengapa tempe semangit sering memiliki bau amonia yang jelas, yang mungkin mengganggu bagi sebagian orang tetapi khas dari tempe yang overfermentasi.
Kesimpulan
Tempe semangit mungkin memiliki aroma yang kuat dengan sedikit bau amonia, tetapi di balik itu terdapat rasa umami yang kaya dan mendalam. Proses fermentasi yang berkepanjangan pada tempe semangit, meskipun menghasilkan bau yang menyengat, juga meningkatkan kandungan asam glutamat dan senyawa umami lainnya, menjadikannya bahan yang ideal untuk hidangan tradisional seperti sambal tumpang.
 Dalam konteks kuliner Jawa, tempe semangit bukan hanya bahan makanan, tetapi juga cerminan dari tradisi, kreativitas, dan penghargaan terhadap setiap tahap proses fermentasi.
Referensi:
- Astuti, M., Meliala, A., Dalais, F. S., & Wahlqvist, M. L. (2000). Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 9(4), 322-325.
- Nout, M. J. R., & Kiers, J. L. (2005). Tempe fermentation, innovation and functionality: Update into the third millennium. Journal of Applied Microbiology, 98(4), 789-805.
- Shurtleff, W., & Aoyagi, A. (2012). History of Tempeh and Tempeh Products (1815-2011): Extensively Annotated Bibliography and Sourcebook. Soyinfo Center.
Dengan memahami proses ilmiah di balik tempe semangit, kita bisa lebih menghargai keunikan dan kelezatan kuliner tradisional Jawa ini. Sambal tumpang yang dibuat dari tempe semangit bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang warisan budaya yang kaya akan sejarah dan filosofi.