Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Saya merupakan seorang lulusan Bioteknologi dengan cabang ilmu teknologi pangan. Saya sangat menyukai perkembangan industri pangan, namun tidak hanya sebatas itu saja tetapi merambah ke dunia farmasi dan keamanan pangan.

Saya memiliki hobi membaca dan menikmati konten visual yang berkaitan dengan sains, perkembangan teknologi, dan makanan. Tetapi tidak hanya di situ, saya juga tertarik dalam dunia otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kalau Ada Diversifikasi Pangan, Mengapa Harus Selalu Beras?

23 Februari 2024   16:51 Diperbarui: 23 Februari 2024   19:04 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makanya, ketika singkong yang sudah matang, apabila direbus, akan terasa manis, karena proses pemanasan itu, menyebabkan terputusnya ikatan gula pada singkong, yang menyebabkan adanya rasa manis pada singkong.

Lima bahan pangan di atas, sudah sangat umum diperjual -- belikan, bahkan sekarang sangat mudah untuk mendapatkannya. Seperti yang kita lihat, bahwa hampir kelima bahan tersebut digunakan sebagai bahan pembuatan gula, terutama gula cair. Artinya, setiap bahan pangan yang dijadikan sebagai sumber pembuatan gula cair, artinya memiliki karbohidrat yang tinggi.

Masalah diversifikasi pangan

Namun sayangnya, kelima bahan di atas terkadang dikaitkan sebagai makanan kaum "marjinal", sehingga terlihat tidak "seksi" dan jarang sekali ditemui pada hidangan perkotaan.

Selain itu, kurangnya pengetahuan atau pendidikan mengenai diversifikasi pangan, menyebabkan kurangnya pemahaman bahwa Indonesia memiliki beragam alternatif sumber karbohidrat.

Sebetulnya, masih banyak lagi yang bisa dijadikan sumber karbohidrat, seperti kentang, konyaku (makanan dari umbi Konjak, menjadi makanan khas Jepang), dan Yam (umbi-umbian yang menjadi makanan khas Jepang).

Namun, kelima bahan di atas, sangatlah erat dengan karakter Indonesia sebagai negara tropis. Lantas, mengapa kita harus fokus terhadap nasi, sedangkan kita bisa mengonsumsi sumber karbohidrat lain?

Tentunya, sosialisasi mengenai diversifikasi pangan tidaklah mudah, terutama untuk mengganti nasi dengan alternatif yang lain, itu karena kita sudah terbiasa mengonsumsi nasi. Tidak jarang, karena persepsi kita bahwa tidak makan nasi artinya belum makan, ketika mengonsumsi sumber karbohidrat lain, masih perut masih terasa lapar. 

Berbeda bagi sebagian orang yang sudah terbiasa mengonsumsi beragam sumber karbohidrat. Namun, semua itu akan menjadi biasa ketika kita sudah membiasakan diri untuk mengonsumsi sumber karbohidrat lain selain nasi.

Kesulitan lainnya mengenai diversifikasi pangan, yaitu setiap bahan pangan memiliki karakteristiknya sendiri. Misalnya, karena kita terbiasa makan nasi, dengan bulir-bulirnya yang terpisah dan sensasi pulen, ketika mengonsumsi singkong, nasi jagung, atau sorgum, pasti akan terasa berbeda. 

Lagi-lagi semua itu tentang membiasakan diri untuk mengonsumsi sumber lain selain nasi. Solusi untuk keberhasilan diversifikasi pangan, tidak hanya mengandalkan pemerintah untuk melakukan sosialisasi, tapi dimulai dari keluarga, terutama untuk anak kecil.

Solusi masalah diversifikasi pangan

Ketika kita membiasakan diri untuk mengonsumsi karbohidrat selain nasi, maka tidak akan menjadi masalah ketika mengalami kelangkaan beras, karena kita dapat memperoleh sumber karbohidrat lainnya. Persepsi makanan selain nasi adalah untuk kaum "marjinal" harus segera dihapuskan, agar kita tidak mendiskriminasi bahan pangan yang menjadi kekayaan bangsa Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun