Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Saya merupakan seorang lulusan Bioteknologi dengan cabang ilmu teknologi pangan. Saya sangat menyukai perkembangan industri pangan, namun tidak hanya sebatas itu saja tetapi merambah ke dunia farmasi dan keamanan pangan.

Saya memiliki hobi membaca dan menikmati konten visual yang berkaitan dengan sains, perkembangan teknologi, dan makanan. Tetapi tidak hanya di situ, saya juga tertarik dalam dunia otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Benarkah Makan Jeruk Setelah Mengonsumsi Seafood Menyebabkan Keracunan?

27 Januari 2024   14:39 Diperbarui: 27 Januari 2024   14:39 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nah, untuk kasus minum air dingin ini juga sama, ketika air dingin ini masuk ke dalam tubuh, maka hipotalamus dapat merasakan perbedaan suhu antara tubuh dan air yang diminum. Hipotalamus akan meregulasi aliran darah melalui mekanisme vasokonstriksi (menyempitkan pembuluh darah) untuk menjaga panas tubuh, sehingga secara tidak langsung, air yang bersuhu dingin tersebut menjadi sama dengan suhu tubuh kita.

Berbeda halnya, ketika kita menuangkan minyak ke dalam air es,  hasilnya jadi menggumpal, karena tidak ada yang meregulasi suhu seperti di dalam tubuh. Sama saja seperti kita menaruh minyak di dalam kulkas atau freezer, hasilnya akan menggumpal. Meskipun begitu, sebaiknya kita minum air "dingin" dengan suhu yang wajar. Jangan minum air dingin dengan suhu yang sangat dingin karena akan memberi sensasi terbakar bahkan mengalami "brain freeze". Brain freeze adalah kondisi saat tubuh terkejut, ketika adanya perbedaan suhu dingin secara mendadak, kemudian memberikan efek seperti membeku sesaat pada tubuh.

Kesimpulannya

Kemudahan kita untuk mendapatkan informasi ibaratkan pedang bermata dua, dapat bersifat baik namun juga membahayakan. Kemajuan teknologi juga turut andil di dalam penyebaran informasi dan lebih mudah menjangkau seluruh golongan masyarakat dari tingkat umur hingga tingkat pendidikan tertentu. Jadi, penting sekali untuk kita meningkatkan literasi agar kita tidak mudah termakan oleh informasi palsu yang berkedok ilmu pengetahuan, atau dengan informasi singkat dengan mencantumkan jurnal ilmiah "palsu" atau tidak ada kaitannya sama sekali dengan apa yang dibahas dalam informasi tersebut.

Terima kasih sudah membaca

Referensi:

Kulawik P, zogul F, Glew R, zogul Y. 2013. Significance of Antioxidants for Seafood Safety and Human Health. J. Agric. Food Chem. 61(3) : 475--491. DOI: https://doi.org/10.1021/jf304266s 

Hosomi R, Yoshida R, Fukunaga K. 2012. Seafood Consumption and Components for Health. Glob. J. Health Sci. 4(3): 72-86. DOI: 10.5539/gjhs.v4n3p72 

Rupali K, Pallavi S, Anita K, Pandurang D. Herbal Antioxidant: Vitamin C. Research J Phar. Tech. 3(1): 58-61.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun