Apakah di antara kita pernah mendapatkan informasi tentang makanan, seperti tidak boleh makan jeruk setelah makan seafood karena menyebabkan keracunan? Atau jangan minum es karena nanti lemak akan membeku? Bahkan, ada yang melakukan peraga melalui video, yaitu dengan memasukkan minyak ke dalam air es untuk membuktikan bahwa minyak (sebagai gambaran lemak tubuh) itu membeku dengan tujuan untuk membuat informasi itu menjadi valid.
Kedua contoh di atas merupakan informasi yang misleading (tidak benar), sehingga menyesatkan persepsi dan pemahaman orang awam. Kemajuan teknologi menjadikan penyebaran informasi seperti ini menjadi sangat mudah dan justru membahayakan. Bayangkan kalau misalnya ada berita yang seperti ini:
"Dihidrogen oksida atau H2O merupakan sebuah senyawa yang ditemukan pada campuran sabun pembersih lantai, detergen cair, sabun cuci motor, dan beberapa bahan pembersih lainnya. Mengejutkannya lagi bahwa zat ini berada di minuman kemasan dan air minum"
Mungkin bagi seseorang yang memahami kimia dasar atau para akademisi bisa memahami bahwa H2O adalah rumus kimia dari air dan wajar karena memang air digunakan untuk berbagai macam hal. Bukan berarti air dari cairan pembersih tersebut lalu kita minum. Nah, bayangkan jika itu diperoleh dari kelompok orang yang belum sadar mengenai istilah dan unsur kimia air, dan menganggap dihidrogen oksida atau H2O, yaitu air adalah zat yg berbahaya. Informasi atau lelucon tersebut akan membahayakan dan menyesatkan.
Kita tidak bisa menyalahkan kelompok tersebut karena ada banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti keterbatasan pendidikan, keterbatasan informasi, dan lainnya. Kemudian saat ini marak penyebaran informasi melalui video yang berdurasi pendek dan dinikmati banyak kalangan masyarakat. Tinggal menyebarkan video tersebut ke akun pengguna sosial media lainnya atau mengirimkan tautan (link) melalui aplikasi sosial lainnya. Padahal belum tentu informasi dalam video tersebut bisa dipercaya kebenarannya.
Maka dari itu, berdasarkan dua informasi pada paragraf awal, saya akan membahas mengapa kedua informasi tersebut adalah informasi yang salah.
Tidak boleh mengonsumsi jeruk setelah makan hidangan seafood karena menyebabkan keracunan.
Informasi ini tidak benar, karena hingga saat ini, belum ada penelitian yang menunjukkan adanya reaksi berbahaya antara vitamin C pada jeruk dengan hidangan seafood.Â
Melalui beberapa review jurnal yang saya dapatkan, tidak ada yang menyatakan bahwa mengonsumsi jeruk setelah menikmati hidangan seafood akan keracunan. Setiap bahan makanan tersebut bekerja secara terpisah dan tidak berinteraksi. Jika pun ada, kemungkinannya sangatlah kecil, berikut ini rinciannya:
- Udang: Sebagai salah satu contoh seafood yang sangat digemari banyak orang. Nutrisi yang kita dapatkan saat mengonsumsi udang, yaitu protein, lemak, serta mineral lainnya seperti natrium dan kalium. Protein sangat berguna untuk proses pemulihan dan pembentukan sel. Lemak berfungsi untuk cadangan energi dan penyusun jaringan kulit. Kemudian mineral seperti natrium dan kalium berfungsi untuk menjaga ion tubuh. Banyak manfaat dari udang yang bisa kita peroleh, namun memang pada kelompok orang yang mengalami alergi udang, potensi terjadinya alergi terdapat pada protein udang tersebut. Penjelasan singkatnya, protein pada udang dikategorikan oleh sistem imun sebagai "benda asing yang berbahaya", sehingga sistem imun tubuh akan menyerang protein tersebut. Akibatnya bervariasi dari yang hanya gatal-gatal hingga dirujuk segera ke rumah sakit karena reaksi imun yang berlebihan.Â
- Jeruk: Merupakan buah yang kaya akan vitamin C. Vitamin C ini bertindak sebagai antioksidan yang dapat berperang dengan radikal bebas. Radikal bebas ini dapat diperoleh melalui makanan atau dihasilkan oleh tubuh ketika kita mengalami stress. Pada umumnya, jeruk juga digunakan untuk mengurangi aroma amis pada olahan seafood karena adanya antioksidan (vitamin C) tersebut.
Setelah penjelasan di atas, pertanyaan yang muncul setelah ini adalah, bagaimana bisa informasi misleading tersebut muncul? Apakah ada kejadiannya? Jika ada, pertanyaan selanjutnya, berapa banyak hidangan laut dan jeruk yang dikonsumsinya, sehingga menyebabkan keracunan? Segala sesuatu yang berlebihan memang tidak baik, meskipun apa yang kita konsumsi memiliki manfaat kesehatan, jika berlebihan, akan terjadi ketidakseimbangan dalam tubuh, yang malah akan berbalik menyerang kesehatan kita.
Dilarang minum air dingin / air es dapat menggumpalkan lemak di tubuh.Â
Informasi ini sepenuhnya adalah mitos. Saya akan jelaskan secara sederhana, di dalam tubuh kita, di otak, terdapat bagian yang disebut hipotalamus. Bagian ini berfungsi untuk mengatur suhu tubuh yang disebut homeostasis. Contohnya seperti kita mandi air dingin, biasanya setelah itu badan menjadi terasa hangat.
Nah, untuk kasus minum air dingin ini juga sama, ketika air dingin ini masuk ke dalam tubuh, maka hipotalamus dapat merasakan perbedaan suhu antara tubuh dan air yang diminum. Hipotalamus akan meregulasi aliran darah melalui mekanisme vasokonstriksi (menyempitkan pembuluh darah) untuk menjaga panas tubuh, sehingga secara tidak langsung, air yang bersuhu dingin tersebut menjadi sama dengan suhu tubuh kita.
Berbeda halnya, ketika kita menuangkan minyak ke dalam air es, Â hasilnya jadi menggumpal, karena tidak ada yang meregulasi suhu seperti di dalam tubuh. Sama saja seperti kita menaruh minyak di dalam kulkas atau freezer, hasilnya akan menggumpal. Meskipun begitu, sebaiknya kita minum air "dingin" dengan suhu yang wajar. Jangan minum air dingin dengan suhu yang sangat dingin karena akan memberi sensasi terbakar bahkan mengalami "brain freeze". Brain freeze adalah kondisi saat tubuh terkejut, ketika adanya perbedaan suhu dingin secara mendadak, kemudian memberikan efek seperti membeku sesaat pada tubuh.
Kesimpulannya
Kemudahan kita untuk mendapatkan informasi ibaratkan pedang bermata dua, dapat bersifat baik namun juga membahayakan. Kemajuan teknologi juga turut andil di dalam penyebaran informasi dan lebih mudah menjangkau seluruh golongan masyarakat dari tingkat umur hingga tingkat pendidikan tertentu. Jadi, penting sekali untuk kita meningkatkan literasi agar kita tidak mudah termakan oleh informasi palsu yang berkedok ilmu pengetahuan, atau dengan informasi singkat dengan mencantumkan jurnal ilmiah "palsu" atau tidak ada kaitannya sama sekali dengan apa yang dibahas dalam informasi tersebut.
Terima kasih sudah membaca
Referensi:
Kulawik P, zogul F, Glew R, zogul Y. 2013. Significance of Antioxidants for Seafood Safety and Human Health. J. Agric. Food Chem. 61(3) : 475--491. DOI: https://doi.org/10.1021/jf304266sÂ
Hosomi R, Yoshida R, Fukunaga K. 2012. Seafood Consumption and Components for Health. Glob. J. Health Sci. 4(3): 72-86. DOI: 10.5539/gjhs.v4n3p72Â
Rupali K, Pallavi S, Anita K, Pandurang D. Herbal Antioxidant: Vitamin C. Research J Phar. Tech. 3(1): 58-61.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H