"mau kemana?" tanya ibuku
Ayah tidak menjawab dan langsung bergegas menuju ke arah yang sama seperti empat orang barusan. Ketika ayahku sudah cukup jauh berjalan aku menyusul dari belakang, karena ingin tahu apa sebenarnya yang terjadi.
Melihat ayah pergi menyusul orang-orang tadi, aku cepat menghampiri pondok kami, berteduh, akhir-akhir ini cuaca sangat panas, ya, membakar sampai ke tulangku rasanya. Tak lama ibu menghampiriku, membawa benih di dalam wadah.
"Panas, Bu." Aku kembali mengeluh, dan ibu hanya tersenyum.
Dari kejauhan kami melihat ayah menghampiri orang-orang tadi, ya, orang-orang tadi pergi menuju asap hasil bakaran ladang om Nara. Entah apa yang mereka inginkan pergi ke sana. Karena aku sangat ingin tahu, aku beranjak dari pondok kami, bergerak dan menyusul ayahku yang juga ada di sana.
Ketika aku berdiri dan akan berjalan, ibu menarik bajuku. Ia berucap "jangan, Guh" ibu memperingati. "bukan urusanmu, kamu masih terlalu kecil".
Tetapi, aku tetap berlari. Menuju ke ladang om Nara, tempat orang-orang tadi dan ayahku pergi.
**
 Ketika aku sudah dekat dengan ladang om Nara, aku berhenti, bersembunyi di balik pohon rindang di tengah ladang yang tak jauh dari ladang om Nara. Dari pohon itu aku sudah cukup untuk mendengar dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"aduh pak, kenapa masih bakar ladang?" tanya salah satu dari orang-orang tadi.
"ya namanya juga orang kampung pak, kalo tidak dibakar bagaimana kami menanam padi?" om Nara menjawab dengan pasrah.