Mohon tunggu...
ayub badrin
ayub badrin Mohon Tunggu... Penulis - Ayub Badrin seorang jurnalis

Selain menggeluti dunia Teater saya juga aktif di media masa lokal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Studio Kosambi Merayakan Kemerdekaan

19 Agustus 2020   12:11 Diperbarui: 19 Agustus 2020   12:19 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi kita itulah kerja kesenian yang sesungguhnya. Kerja bahu membahu dan kompak.  Tinggal bagaimana menyusun derap langkah yang lebih seirama,  yang lebih gemerincing seperti suara gesekan daun bambu dan ranting-ranting pohon yang ditiup angin.  Suara alam yang harmoni,  yang mampu menggerakkan nyawa untuk mengangkat beban seberat apapun.

Begitulah keluarga ini membangun ekosistem berkesenian.  Bagi kita,  cahaya pentas yang sedikit backlight menjadi tidak penting,  atau cacat-cacat pertunjukan menjadi tidak asyik lagi untuk diperbincangkan.  Bahkan segepok dana yang mungkin dikeluarkan juga bukan ukuran untuk sebuah kerja kesenian.  Tetapi sebuah kesepakatan untuk mengusung kesenian agar terus bergulir menjadi sangat penting untuk dibicarakan hari ini.  Sebuah semangat kebersamaan dan sebuah keluarga yang "gila" akan kerja-kerja kolektif yang barangkali secara materi tidak mendapat apa-apa.  Tetapi bagaikan puisi, dia mampu menggerakkan semangat kebersamaan untuk menggotong kesenian ini bersama-sama.  Ini tentu saja tidak mudah.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Ibu Marissa sudah menunjukkan hal itu.  Kecintaan terhadap bangsa,  terhadap negeri melalui kepeduliannya terhadap perayaan hari kemerdekaan.  Hari kenerdekaan negeri yang tengah "sakit" lantaran dihantam pandemi.  Lalu ibu-ibu mana yang mampu sepeduli ini terhadap bangsanya?  Sebahagian ibu-ibu mungkin memilih pergi ke luar negeri.  Atau berpoto ria dan aksis di facebook. Tetapi Ibu Marissa justru bernyanyi lagu Butet dengan anak perempuannya. Jantung siapa yang tidak bergetar??Maka penyair sekaliber Porman Wilson Manalu menjadi tersekat suaranya,  pembaca puisi Ayub Badrin dan Agus Susilo terkesan ambruk energinya,  dan pembaca puisi lainnya seperti Syaripudfin Lubis,  Ibra Harahap,  Tanita,  Kadis Pendidikan Ulina Tarigan,  senyap dimakan sepi. Di sini di acara yang dibuka dengan lagu Tujuh Belas Agustus, itu benar-benar menjadi miliknya Ibu Marissa.

Sebuah Kolaborasi Yang Manis

Acara Gebyar Merdeka yang digagas Studio Kosambi patut diacungi jempol.  Sebuah studio yang refresentatif sudah dirancang.  Sebuah gedung yang nyaman dengan pendingin yang sejuk dan segar. Kita pun serasa dimanjakan.  Menonton puisi demi puisi dibacakan oleh 10 penyair dan pembaca.

Acara dibuka dengan lagu Tujuh Belas Agustus. Kita,  penonton menyanyikannya dengan berdiri.  Kita menghormati negeri ini. Kemudian acara dimulai dengan menampilkan Marissa, menyanyikan lagu Tanah Air Beta, Butet, dan Syukur. Marissa yang nama aslinya Tengku Elly Idzham, mampu menyedot perhatian penonton.

Usai Marissa, langsung muncul Sri Ulina Ginting. Perempuan penyair yang juga Kadis Pendidikan ini, membaca sajak Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang karya WS Rendra. Ulina juga mampu mempesona penonton dengan pembacaannya yang khusuk.

Kemudian dilanjutkan dengan, Tsi Taura.  Lelaki ini tampil dengan kostum,  jaket kulit dan tongkat. Tsi Taura membacakan puisinya sendiri berjudul,  Sebo Hitam (2). Tsi Taura juga mampu menghipnotis penonton dengan cara membacanya yang eksentrik itu.

Pembaca berikutnya adalah,  Tanita Liasna dengan puisi berjudul Ode I karya Toto Sudarto Bachtiar. Bermain dengan payung,  Tanita seolah ingin mengatakan bahwa negeri ini butuh payung. Kita menafsirkannya secara bebas.

Pembacaan dilanjutkan dengan Saripuddin Lubis. Lelaki yang juga guru ini membaca puisi berjudul Perempuan Muda Pencuci Kendara. Saripuddin sangat ekspresif.  Gerak-gerak tubuhnya membuat,  pembacaannya terlihat menarik.

Kemudian pembaca berikutnya adalah Pimen D Aryjona. Pimen membacakan puisi berjudul Indonesia Sepenggal karyanya sendiri.  Piman eksplorasi dengan kursi yang diketuk-ketukkan menjadi irama musik.  Pimen berhasil membuat penonton terhenyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun