Mohon tunggu...
ayub badrin
ayub badrin Mohon Tunggu... Penulis - Ayub Badrin seorang jurnalis

Selain menggeluti dunia Teater saya juga aktif di media masa lokal.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Nyanyian Angsa", Balas Dendam Chekov pada Penonton?

19 Januari 2020   11:45 Diperbarui: 19 Januari 2020   14:41 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia keluar dan lampu ruang tamu menyala terang. Berpakaian badut warna garis-garis merah dengan sisa make up badut yang membuat wajahnya tampak bloon.

Teater rumah sebagai sebuah alternatif atau perlawanan terhadap gentingnya kondisi teater saat ini mungkin bisa menjadi jembatan antara penonton yang malas datang ke gedung pertunjukan.  Roy Julian juga pernah mengatakan untuk mencairkan kebekuan hubungan antara teater dan penontonnya,  maka tak ada salahnya kalau teater bergerak menyambangi rumah-rumah mereka dan mencoba untuk menyatakan bahwa "kita bersaudara".

Kemudian apakah Home Teater mampu menjadi perlawanan terhadap "terbunuhnya" direktorat kesenian dimana teater merupakan korban dari kriminalisasi "mereka". Jika kelak teater telah benar-benar tak berdaya,  gedung-gedung teater dimusnahkan karena dianggap tak penting,  maka rumah bisa jadi, menjadi tempat yang strategis untuk membangun hubungan antar teater dan penontonnya.

Teater Rumah boleh jadi tak perduli seberapa banyak penonton bisa diajak masuk ke dalam diri mereka sendiri untuk waktu beberapa menit. Melupakan kepenatan hidup, setelah seharian bergelut dengan berbagai rutinitas hidup.

Pertanyaanya, apakah ruang tamu mampu merebut fungsinya sebagai ruang perjumpaan yang harmonis, bermanfaat untuk ilmu pengetahuan, pergumulan perbincangan yang tidak mengalami distorsi publik. Melahirkan gagasan-gagasan yang baik untuk membangun kebudayaan atau sekedar membangkitkan kenangan-kenangan yang menyadarkan bahwa kita masih layak disebut manusia. Dihargai, diberi ruang yang cukup tidak seperti Vasili Svietlovidoff yang tua, miskin dan kesepian ditinggal audiensnya.  

Begitu juga Burhan Polka yang mementaskan "Keok" adaptasi bebas Imran Pasaribu yang juga dari "Nyanyian Angsa" Anton Chekov,  di pentaskan di Gedung Taman Budaya Sumut,  18 Januari 2020. Dia juga mengalami perasaan itu,  tua dan tinggalkan. Begitulah hidup!  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun