Mohon tunggu...
ayub badrin
ayub badrin Mohon Tunggu... Penulis - Ayub Badrin seorang jurnalis

Selain menggeluti dunia Teater saya juga aktif di media masa lokal.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Nyanyian Angsa", Balas Dendam Chekov pada Penonton?

19 Januari 2020   11:45 Diperbarui: 19 Januari 2020   14:41 1292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia juga bercerita dengan datar tentang nasib dirinya sebagai seorang badut panggung, yang terkadang menghayalkan mendapat peran-peran besar dari pengarang-pengarang besar seperti William Shakespeare dan berperan menjadi, Hamlet serta beberapa lainnya.

Itu adalah kekonyolan dirinya.  Dan Chekov seolah-olah menelanjangi aktor-aktor gaek yang kemudian ditinggal begitu saja oleh penontonnya setelah gemuruh tepuk tangan dan bunga bunga.

Aku tak tahu apakah aktor sebagus Roy Julian bisa kehilangan energi sebuah pertunjukan?  Rasanya tidak mungkin.  Tapi Chekovlah yang ingin membalas dendam itu.  Dendam kepada penonton yang suka meninggalkan aktor kesayangannya begitu saja dengan segala problematika kehidipannya.  Sakit, terbuang,  miskin dan kesepian.

Lalu apakah penonton boleh dengan seenaknya pulang ke rumah dengan segala kenangan manis itu?  Kenangan manis saat menonton aktor bermain dengan sangat mempesona. Bahkan pada kasus "home teater" di rumah pasangan seniman ini,  (Dini Usman dan Roy Julian) penonton diberi makan,  kopi dan gratis. Lalu pulang dengan kebahagiaan??  Aku rasa bukan itu yang diinginkan Chekov pada "Nyaian Angsa".

Nyanyian Angsa sepertinya sengaja dibuat agar penonton benar-benar merasakan betapa menyiksanya kesepian itu,  kegelisahan itu,  perasaan tak enak itu,  mual, muak,  mengutuk dan seribu perasaan tak menyenangkan yang dirasakan aktor saat penonton pulang dan membawa berbagai impresi indah lalu tidur nyenyak di rumah mereka masing-masing.

Dan dalam kegelisahan di mana aku mulai diajarkan untuk terus bersyukur dan berpikir sehat terhadap orang terutama yang telah berbuat baik.  

Terus terang Mamex dan Roy (Kantor Teater) justru banyak mengajari hal itu.  Bukan mengajari barangkali, tetapi menjaga kesadaran ku sebagai mahkluk yang bergelut di dunia kebudayaan, kesenian dan teater.
Kehadiran ku sebagai penonton malam itu ikut hanyut pada derasnya ombak di dalam diri penonton yang seperti mengalami kesepian setelah menonton pertunjukan itu. Duh!

Penonton yang tidak orgasme ini yang kemudian menjadi semacam kegelisahan dan menuntut Roy dengan berbagai keinginan.  Yang kesemuanya itu,  mengarah pada sebuah tuntutan agar aktor dapat memuaskan dirinya (penonton, red) .

Inilah yang terus mengganggu kepala saya. Yang secara sadar menyaksikan Roy Julian bermain dengan power full, seperti kata Hadi Ra (salah seorang peserta diskusi),  namun di sisi lain tak memuaskan penonton.

Jika dicerna lebih dalam, ini ada distorsi dari sebuah tatanan peristiwa dramaturg.  As Atmadi mengatakan aktor terlalu patuh pada naskah.  Sehingga tidak membangun komunikasi yang baik antara "tamu" dan "tuan rumah". Bahasa yang kemudian lancar diucapkan aktor tak mampu menembus ruang-ruang kosong didalam diri penonton yang juga sebagai tamu. 

Distorsi ini yang kemudian menjadi jejanggalan dalam mengupas sisi-sisi lain dari naskah "Nyanyian Angsa" ini.  Keganjilan yang tidak terasa justru sebuah keberhasilan Roy dalam menyalurkan segala energi Chekov kepada situasi yang tidak mengenakkan hubungan anatara penonton dan aktor.  Ada apa sebenarnya terjadi??

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun