Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menang Lotre

5 Mei 2018   10:54 Diperbarui: 5 Mei 2018   11:02 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bang berapa?" tanya seorang pembeli siomay kepada Iyus.

"Tidak usah bayar.  Gratis," jawab Iyus mantap.

Si pembeli terbengong-bengong.  "Yang bener, Bang?"

"Bener.  Mau tambah lagi juga boleh."

Iyus tersenyum geli melihat pembeli itu bertambah bengong. 

"Bapak, Ibu, Abang, Adik.... pokoknya semua yang ada di sini, boleh makanan siomay saya ini sepuasnya.  Semuanya gratis."

Seperti sedang ada kegiatan bag-bagi sembako dalam rangka kampaye Pemilu, gerombolan massa langsung merubungi dagangan siomay milik Iyus.  Mereka saling berdesak-desakan dan berebutan takut tidak kebagian siomay gratis.  Praaaanggg.  Tiba-tiba ada sebuah piring jatuh dan pecah berantakan.

"Mas, piringnya ada yang pacah tuh!" celetuk seorang pria tambun yang ikut berdesak-desakan.

"Biar saja...."

Senyum tetap mengembang di wajah Iyus.   

Iyus tak menyangka sama sekali kalau hari ini adalah hari keberuntungannya.  Bagaimana tidak beruntung, nomor loterenya keluar sebagai pemenang dengan hadiah dua ratus juta rupiah. 

Isterinya heran melihat Iyus pulang lenggang kangkung tanpa membawa gerobak dagangan siomay mereka.  Dagangan yang merupakan gantungan hidup mereka selama sepuluh tahun belakangan ini.

"Lho, Mas... gerobak dagangan kita ke mana?"

"Aku tinggal di Pasar, Dik."

"Lho.... kok ditinggal?  Apa dagangan siomay kita sudah habis terjual.  Baru juga setangah hari, Mas."

"Habis, Dik."

Isterinya tersenyum.   Berarti mereka bisa menyisihkan beberapa puluh ribu untuk ditabung.

"Habis aku bagikan ke orang-orang di Pasar. Gratis," tambahIyus sambil menahan senyum.

Sebaliknya senyum justru menghilang dari bibir isterinya.

"Piye toh, Mas.  Mas sudah gila ya? Mosok makanan kita dibagikan gratis? Nanti kita mau makan apa?"

"Tenang saja, Dik.  Aku menang lotere."

Iyus diam sejenak sambil melihat ekspresi isterinya. Istrinya terlihat bingung.

 "Siomay itu aku bagi-bagikan gratis, itung-itung buang sial," bisik Iyus di telinga isterinya.  

Iyus bosan jadi orang miskin.  Ini saatnya mengubah nasib.  Ia menunjukkan selembar kertas dan juga lembar pengumuman pemenang lotere.  Nomor pemenangnya sama persis dengan nomor kupon lotere milik Iyus.

Isterinya langsung melompat kegirangan.  Mereka tertawa lepas.  Beban dipundak mereka terasa telah diangkat.  Hidup seketika menjadi lebih indah.   Setelah suasana tenang kembali, mereka melanjutkan pembicaraan yang sempat terhenti.

"Kapan Mas uangkan hadiah lotere itu? 

"Besok pagi, Dik."

Besoknya mereka berjanji untuk meninggalkan semua barang-barang yang ada.  Rumah gubuk liar mereka pun turut dibakar.  Tetangga yang melihatnya jadi keheranan.  Bangunan gubuk kecil itu memang berada jauh dari gubuk lainnya.  Sehingga hanya membakar gubuk Iyus saja.

"Mengapa kamu bakar gubukmu, Yus?" tanya seorang tetangga keheran.

"Buang sial!" teriak Iyus puas.

Gubuk itu hangus jadi puing dan abu.

Isterinya juga tersenyum puas.  Tak ada lagi hidup susah dan banyak nyamuk.

"Mas, kupon loterenya ada sama Mas 'kan?"

"Tenang saja.  Ada di saku celana Mas."

Iyus merogoh-rogoh kantung celananya.  Loh,  kok tidak ada?  Sekali lagi...... juga tidak ada.  Coba sekali lagi.  Ia merongoh lagi secara perlahan, takut kertas itu terjepit di ujung kantung.  Juga  tidak ada.

Iyus mulai panik.

"O iya Dik, ada di celana yang ada di dalam kantong plastik merah."

Dicarinya kantong plastik merah bekas dari sebuah swalayan itu. Kantong plastik itu tidak ada.  

"Dik, mana kantong plastik merah yang tadi kamu bawa?"

"Yang isinya celana dan baju-baju bekas itu, Mas?"

"Iya, Dik.  Celana yang aku pakai kemarin ada di kantong plastik itu."

"Aku tinggal di gubuk, Mas.  Tadi kata Mas Iyus tidak usah dibawa.  Dibakar saja sama yang lainnya biar buang sial."

"Oalah, Dik."

Iyus memandang gubuknya yang sudah jadi arang dan masih terlihat bara api.  Membayangkan kupon loterenya ikut terbakar.  Ia lupa mengambil kupon itu dari celana bututnya tadi pagi.  Celana butut yang ada di kantong plastik merah. 

"Hilang sudah uang 500 jutaku."

Terbayang ia harus tinggal di mana.  Tidak punya uang, tempat tinggal, dan modal usaha.

Iyus langsung pingsan. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun