Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak-anak Mahakam (2)

1 Mei 2018   08:36 Diperbarui: 1 Mei 2018   09:41 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: Nasional Tempo.co

Sayangnya itu hanya berlangsung satu tahun saja.     Setahun setelah kematian Sang Ibu, Hadi harus kembali kehilangan Sang Ayah.   Pak Nurhan meninggal karena penyakit liver yang diderita.   Mungkin rasa kehilangan isteri tercintanya membuat kesehatan Pak Nurhan menurun hingga penyakitnya kambuh.  Hadi kini menjadi anak yatim piatu.    Sejak saat itulah Hadi mulai jarang berkumpul bersama kami.     Apalagi ketika ia pindah ke rumah bibinya Hadi semakin jarang terlihat.       

Pada tahun 1987 jembatan Mahakam diresmikan oleh Presiden Soeharto.  Jembatan ini menghubungkan daratan Samarinda dan Samarinda Seberang.   Menyeberang dengan kapal feri tinggal menjadi kenangan.  Kapal feri itu dipindahkan ke tempat lain.   Rumah makan gado-gado langganan kami pun tutup karena di dekat tempat feri penyeberangan sudah sepi.  Sudah jarang ada kendaraan yang mampir ke sana.  Meski begitu saya masih ingat rasan gado-gado itu sampai sekarang.

Sayangnya saya, Hadi, Eka, dan Iyan tidak pernah bermain bersama ke jembatan Mahakam ini.  Hadi sudah terlanjur pindah ke rumah bibinya. Saya sendiri tidak tahu dimana rumah bibinya itu.  Tapi yang pasti, rumah bibinya itu cukup jauh dari Prefab Segiri.  Kami kehilangan sosok anak pemberani yang sering mengajak kami pergi jauh dari rumah.  Rumah Hadi sudah tidak seramai dulu.  Hanya ada seorang penjaga rumah di sana.  Rumahnya pun sudah tidak terawat.   Rumput ilalang tinggi di halaman, daun-daun kering yang membusuk, dan cat rumah yang sudah mulai kusam. 

Pada dasarnya saya, Eka, dan Iyan adalah anak rumahan.   Hadi-lah yang memberi warna dalam permainan kami,  Saya, Eka dan Iyan akhirnya lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah dan di mall.   Sungai Mahakam bagi kami hanya tempat bermain untuk anak-anak.    Sewaktu SMP kami masih suka kumpul meski tidak sesering dulu karena kesibukan sekolah. Sesekali saja kami bermain bola ketika hujan turun.  

Lama kelamaan saya lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-teman SMP.  Begitu juga dengan Eka dan Iyan.   Saya bersama teman-teman baruku kadang berolahraga naik sepeda hingga ke pinggiran sungai Mahakam dekat dengan kantor pos lama.   Kami hanya duduk saja sambil melihat orang yang memancing ikan atau udang.  Dari depan kantor pos kami bersepeda menuju arah Gubernuran.   Jaraknya tidak jauh dari sana.   Ada beberapa anak terlihat riang bergembira berenang di dekat kumpulan gelondongan kayu.  Sudah malu rasanya berenang di tepian Mahakam.   Saya teringat ketika hampir mati tenggelan di sana.  Saya juga teringat dengan Hadi, Iyan, dan Eka. Sedang apa mereka sekarang?

Lulus SMP, saya terpaksa berpisah dengan mereka karena melanjutkan pendidikan ke kota Garut, Jawa Barat.   Saya berangkat dari rumah pagi-pagi sekali menuju Bandara Sepinggan di Balikpapan.   Sebagai ibukota Provinsi, Samarinda memang tidak punya bandara yang besar.   Bandara  Temidung yang berada di dekat rumah hanya bisa didarati pesawat-pesawat kecil.  Bahkan kalau sungai pasang, landasan bandara ikut terendam air.  

Saya pergi ke Garut bersama Mama dan dua orang adik.   Papa hanya mengantar saja sampai Bandara Sepinggan.  Papa akan menjemput kembali Mama dan adik-adikku di Garut sekitar tiga minggu kemudian.  Halaman depan rumah masih berkabut, matahari masih malu-malu menampakkan diri.   Mobil kami berjalan pelan meninggalkan rumah.  Saya sempat memandangi rumah Hadi agak lama, rumah itu terlihat semakin tidak terurus.  Sudah lama tidak ada keramaian dan kegembiraan di rumah itu.  Ketika melintas rumah Eka, rumahnya juga masih terlihat sepi.  Rumah Iyan juga sama saja, bahkan lampu terasnya masih menyala.  Selamat tinggal sahabat-sahabatku.   Kita berpisah untuk mencari jalan kehidupan masa depan masing-masing.   Selamat berjuang dalam menempuh segala rintangan dalam meraih cita-cita kita.

Di Garut kotanya begitu dingin karena dikelilingi beberapa gunung.   Terus terang, saya masih rindu untuk berenang di sungai Mahakam.   Mungkin hanya di pinggir sungai saja.   Saya masih takut berenang lebih jauh dari itu.   Andai Hadi, Eka, dan Iyan bisa bersama bermain ke Garut.   Akan saya ajak mereka makan kupat tahu, melihat air terjun Cinyawar dan bermain di Pengkolan (pusat kota Garut).  Mereka pasti akan senang.

Tidak terasa sudah lebih dua puluh tahun tidak bersua sahabat-sahabatku.  Saya kini bekerja di Jakarta dan tinggal di Tangerang.   Keluarga juga sudah pindah ke kota Bandung, tiga tahun setelah kepindahanku ke Gaut.  Sebenarnya sekitar tiga belas tahun lalu saya sempat ke Samarinda, sayang hanya dua hari dan tidak sempat bertemu dengan mereka.  Hadi tidak ada yang tahu dimana keberadaannya saat itu. 

Eka baru saja meninggal setahun yang lalu di usia 41 tahun, meninggalkan seorang isteri dan dua orang anak yang masih kecil.  Eka yang biasanya tak mau diam, saat terakhir harus banyak istirahat dan akhirnya menyerah karena penyakit liver.

Lalu bagaimana dengan Iyan?   Iyan sudah tidak bersama kita lagi.   Iyan sudah meninggal Jauh sebelumnya.  Sekitar 15 tahun yang lalu.  Ia menghabiskan hidupnya di tepian sungai Mahakam.   Menghabiskan waktunya di Prefab Segiri.  Ya, Iyan meninggal akibat kanker kelenjar getah bening.   Meninggalkan isteri dan bayi yang belum genap satu tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun