Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Anak Hokben

27 Juni 2016   12:21 Diperbarui: 27 Juni 2016   15:51 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Isteri saat hamil besar (dok. pribadi)

“Kalau tidak mau ya tidak mau.  Kok dipaksa sih, A?”

Aduh, gara-gara Hokben nih jadi begini.

Pernah juga waktu itu sudah menjelang malam, isteri minta makan Hokben saat hujan cukup deras melanda Tangerang.   Saat itu memang sedang libur akhir pekan.   Ditunggu-tunggu, hujannya bukan mereda malah tambah lebat.   Padahal sejak sejam lalu isteri mau makan Hokben.  Akhirnya dengan berjibaku mengendarai motor, saya menuju Hokben yang ada di daerah Cikokol. 

Meski sudah pakai jaket hujan, karena hujan tambah deras tetap saja badan basah kuyup.    Demi isteri dan jabang bayi yang sedang dikandung.  Sambil basah kuyup saya antri memesan paket Hokben.   Lucu juga ingat kejadian itu, saya lebih khawatir kalau Hokben yang dibawa pulang basah oleh hujan.   Jadi saya minta tambahan plastik pembungkus kepada pelayan Hokben.  Selain itu saya juga sudah menyiapkan plastik tambahan untuk pembungkus tambahan di bagasi motor.   Mirip membawa muatan harta karun nilai jual tinggi, he..he..he..

Jangan sampai ada kebocoran sedikitpun.  Saya khawatir air hujan akan merembes ke dalam kotak makanan Hokben.   Bahaya kan kalau ada virus atau kuman menyusup masuk.  Wuih, pokoknya protokulernya ketat banget.  

Hujan masih tetap deras dan saya tetap menerobosnya denan motor dengan kecepatan cukup tinggi.   Saya sampai lupa keselamatan diri sendiri.  Bagaimana kalau motor tergelincir karena jalanana licin?  Yang ada dipikiran adalah bagaimana secepat mungkin sampai di rumah.  Saya ingin isteri makan Hokben masih dalam keadaan hangat.  Selaian itu saya khawatir semakin lama diterpa hujan, airnya akan masuk menembuk plastic makanan.  

Senang sekali ketika melihat isteri makan dengan lahap Hokben yang baru saja saya belikan.   Kehamilan isteri saya semakin besar, Hokben tetap saja menjadi makanan favoritnya.  Saya pikir ini bawaan jabang bayi.  Sebelumnya hamil, isteri paling makan Hokben dua minggu sekali.   Ini kok intensitasnya sering ya? 

Saya pun jadi semakin doyan makan Hokben.   Kalau isteri makan Hokben, saya akan menemaninya makan Hokben.   Kalau isteri jenuh di rumah, ia minta saya menemaninya jalan-jalan ke mall.   Seperti biasa, kami makan di Hokben.    Tak terasa berat badan pun bertambah.  Celana kerja saya pun mulai tak muat.   Ampun deh.   Isteri yang hamil, kok perut saya jadi ikut-ikutan membesar.    Pokoke Hokben harus tanggung jawab, ha..ha..ha…

Mendekati masa kelahiran, isteri mengambil cuti hamil di kantornya.   Saya mengantarkannya pulang ke Bandung, ke rumah mertua.    Isteri ingin dekat dengan mamanya.   Ibu mertua memang lebih berpengalaman dan tahu merawat bayi.   Selain itu rumah mertua di daerah Riung Bandung, dekat dengan sebuah rumah sakit swasta.   Jadi kalau ada apa-apa, tidak akan memakan waktu lama ke rumah sakit.  Saya pun harus kembali ke Tangerang untuk bekerja.

Gantian ayah mertua yang repot kalau isteri minta dibelikan Hoken (kalau ibu mertua sudah lama sakit lemah otot sehingga harus selalu duduk di kursi roda).    Maklum saja, saat ini Hokben terdekat jaraknya masih berkilo-kilo.  Mana ayah mertua tidak bisa bawa mobil atau motor.   Kalau pesan via telpon biasanya lama baru diantar karena memang cukup jauh jarak tempuhnya.    Jadi mau tidak mau, ayah mertua harus naik angkot.  Demi cucu pertama, begitu mungkin pikir ayah mertua.   Bahkan sampai menjelang hari H, isteri masih makan Hokben.   

Isteri saat hamil besar (dok. pribadi)
Isteri saat hamil besar (dok. pribadi)
Saya ingat betul waktu itu sudah pesan untuk menjalankan operasi Caesar terencana pada tanggal 12 Mei 2008.    Kondisi Isteri memang tidak bisa melahirkan secara normal karena mengalami plasenta previa atau plasenta menghalangi jalan lahir.   Tepatnya hari Sabtu tanggal 10 Mei 2008 menjelang Maghrib, isteri yang sedang di kamar mandi tiba-tiba menjerit.   Orang seisi rumah kaget, ada apa ini?  Ternyata ketuban isteri sudah pecah.   Perasaan saya campur aduk, antara panik, kaget, dan bingung karena ini pengalaman pertama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun