Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Money

Quo Vadis Industri Bauksit Indonesia?

24 Juni 2015   22:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:13 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

 

KONTRA

Akibat Permen ESDM tersebut membuat industri bauksit hancur karena semua industri bauksit tak lagi dapat mengekspor bauksit yang merupakan bahan mentah pembuatan alumina yang kemudian diolah menjadi alumunium.   Akibat pelarangan tersebut,pasokan 40 juta ton bauksit dari industri nasional untuk dunia internasional menghilang.  Akibatnya harga bauksit di pasar internasional melejit dan dianggap sengaja untuk menguntungkan beberapa pihak.

Bahwa akibat pelarangan ekspor bauksit,Indonesia justru kehilangan potensi devisa sebesar Rp 17,6 triliun per tahun, penerimaan pajak Rp 4,09 trilun, dan penerimaan bukan pajak (PNPB) Rp 595 miliar.  Angka yang cukup besar.

Ketua APB3I mengungkapkan fakta bahwa 77 dari 182 pemegang IUP (Ijin Usaha Operasional) operasi produksi bauksit terhenti kegiatan penambangannya.  Selain hilangnya penerimaan negara, juga mengakibatkan hilang pekerjaan terutama masyarakat di sekitar tambang.    Bahkan ada yang memperkirakan pelarangan ekspor material mentah bauksit menyebabkan pengangguran hingga mencapai 800 ribu orang. 

 

PRO

Mereka yang pro terhadap pelarangan ekspor mineral bauksit menyatakan bahwa Permen ESDM Nomor 1/2014 tersebut sudah sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba).    Dan memang kebetulan peraturaran teknisnya ada di Kementerian ESDM.    Pelarangan ekspor mineral mentah merupakan perintah Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.   Undang-undang tersebut juga mewajibkan penambahan nilai tambah pada mineral mentah.    Diatur bahwa kebijakan tersebut harus dijalankan selambat-lambatnya 12 Januari 2014. 

Lahirnya UU Minerba sendiri merupakan era baru Indonesia sebagai negara yang tak lagi menjual bahan mentah.    Coba saja tengok, negara maju mana yang masih menjual bahan mentah ke negara lain.  Sumber daya alam yang ada di negara mereka justru dimanfaatkan untuk memberi nilai tambah pada nilai jualnya.   Mereka yang pro yakin bahwa program hilirisasi tak akan mematikan sektor pertambangan.  Kewajiban membangun smelter justru justru memberi kesempatan industri nasional memiliki nilai tyambah dari pengelolaan bahan mineral bauksit.     Bahkan menurut perhitungan Kementerian ESDM, nilai tambah yang bisa diraih dari pengelolaan mineral mentah ini bisa mencapai 50 kali lipat.  Jumlah yang selama ini melayang ke kas pendapatan negara lain.  Wow, jumlah yang fantastis.....

 

LALU BAIKNYA BAGAIMANA?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun