Malam "ELTA Alumni Dinner" merupakan momentum mengembalikan saya pada kenangan tahun 2011. Saat itu, saya dinyatakan "diterima" pada English Language Training Assistance (ELTA).
Saya bersua dengan teman-reman baru dari berbagai institusi dan disiplin ilmu. Kami melewati hari-hari selama tiga bulan penuh di rimba hutan gamal dan beton Undana.
"ELTA Alumni Dinner" merupakan event perdana sejak ELTA I, tahun 2011 yang lalu. Kesempatan macam ini menjadi kerinduan bagi semua alumni tak terkecuali saya. Ketika undangan itu tiba, saya pun menyatakan siap hadir pada malam yang dingin, Selasa (02/07/2019).
Kupang malam itu memang dingin. Siklus alam demikian adanya. Kupang sedang dilanda "musim dingin" disertai tiupan angin kencang. Â Hari-hari terakhir ini, netizen menaikan status Facebook yang mengungkapkan betapa dinginnya di tempat tinggalnya masing-masing di seluruh sepenjuru Nusa Tenggara Timur.
Pada waktu yang sama, sebenarnya terjadi perubahan cuaca di  Australia. Kota Townsville misalnya saat ini mengalami "musim dingin" yang sedikit ekstrim tetapi bukan seperti musim dingin di belahan Eropa yang udaranya lembab. Ini hawanya dingin tetapi kulit tubuh terasa garing.
Dinginnya malam itu tak menyurut niat saya untuk hadir pada "ELTA Alumni Dinner" di Hotel Aston yang berhadapan langsung dengan Teluk Kupang. Saya tiba di lobby hotel, alumni ELTA berbagai angkatan mulai berdatangan.Â
Saat saya berputar pandangan dengan maksud mencari teman-teman seangkatan di area hall, sahabat saya, Mikzon Lakidang menepuk lengan saya dan mengajak saya naik ke lantai dua.
Kami berjalan ke arah pintu lift. Bertemu pula dengan Yenny. Ocha, kawan alumni ELTA I, bersama suaminya sedang duduk di beranda restaurant, dan Ninik. Kami menyambangi mereka. Berbincang-bincang. Anna Andra datang dan bergabung dengan kami. Cipika-cipiki. Pertemuan dengan Anna serasa pertemuan kawan lama, padahal ia Administrator ELTA I, bosnya kami kala itu.
Lebih kurang sepuluh menit di situ, kami bergegas ke meja registrasi lalu masuk ke beranda hotel yang terbuka. Tiupan angin kencang terasa. Dinginnya malam sirna oleh kehangatan perjumpaan dengan kawan-kawan.
Kami duduk di seputaran meja bundar dekat pintu. Tak lama berselang, datang Yanto, Budi, Ana, dan Irma. David datang ke arah meja kami. Ia menyapa dan berbincang sebentar sebelum pindah ke meja lain.Â
Semua alumni mengisi kursi-kursi yang tersedia, acara diambil alih oleh ibu Tutiek. Ia memberikan gambaran singkat latar belakang acara serta menghimbau kami untuk mengisi kuisenor online guna memperbaharui data alumni.
Seperti kebanyakan acara yang diselenggarakan AAS tak banyak basa-basi. Segala segala sesuatu berjalan to the point. Begitupun sambutan Miss Tutik. Tak banyak disampaikannya selain memaparkan kondisi Alumni ELTA dan tujuan kegiatan tersebut. Apa tujuannya? Ya, kumpul-kumpul, update data alumni dan tentu saja dinner.Â
Budi yang duduk di sebelah kiri saya bercanda, "Kita datang hanya makan-makan dan isi kuisioner doang." Sahut saya, "Benar, bro." Kami berdua kontan tertawa di antara gemuruh suara alumni yang sedang bercakap dengan sesamanya.
Tentu saya dan Budi sudah paham. Kegiatan yang diselengarakan AAS bukan baru sekali diikuti. Kami mengikuti sekian kali entah di Bali atau di Kupang. Ini hanya guyonan malam yang melupakan sejenaknya dinginnya kota Kupang.
Usai pengantar ibu Tutiek, peserta bergerak ke kanan beranda dan menikmati makanan yang telah tersedia. Saya, Mikzon, Yanto, Budi jalan beriringan menuju meja hidangan tapi setelah ambil makan saya tidak kembali ke meja awal. Saya memilih meja yang dekat dengan meja hidangan yang sudah ditempati Cun, Yan dan orang lainnya. Ana menyusul dan bergabung dengan kami.
Cun langsung memperkenalkan pria berkaca mata kepada saya.
"Beliau dosen Unhas, saat ini datang masuk tim JST Elta di Kupang."
Pria kacamata kemudian saya tahu namanya Pak Sudirman, alumni AAS juga.
Raut wajahnya cool, ternyata ramah dan banyak bicara yang senantiasa dibarengi senyum.
Di meja bundar itu kami mempercakapkan banyak hal seputar program beasiswa. Saya tak banyak berbicara dan memilih menjadi pendengar yang pasif (tak bertanya). Rekan-rekan semeja aktif bertanya. Mereka pula yang memungkinkan percakapan semalam menjadi panjang.
Sebuah pertanyaan seorang teman semeja 'memacing' diskusi menjadi menarik dan alot. Lebih kurang pertanyaan, bagaimana kiat sukses lolos seleksi beasiswa?
Ia menjelaskan bahwa secara prinsip semua beasiswa sama. Entah itu AAS, LPDP atau lainnya. Semuanya berkaitan dengan "masa lalu", "masa kini", dan "masa depan". Masa lalu berupa latar belakang pendidikan dan pekerjaan.Â
"Masa kini" bisa berkaitan dengan apa yang sedang dilakukan atau dikerjakan, sedangkan "masa depan" berhubungan dengan apa yang akan dilakukan setelah kembali dari studi. Hal itu yang akan dilihat interviewer sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan meskipun tak selalu benar.
Soal studi "PhD program", ia mengatakan yang menentukan bukan universitas melainkan supervisor yang akan membimbing kita. Di kebanyakan negara di luar, beberapa kampus kecil dan mungkin tak terlalu terkenal  tetapi mereka memiliki professor yang pakar di bidangnya dan "mungkin" satu-satunya ada di kampus tersebut.
Sisi lain, selama studi jauhkan sikap menjaga imeg. Kita harus terbuka dengan teman atau supervisor bila menghadapi persoalan. Kita mungkin tak dapat solusi dari mereka, minimal melegakan beban bathin yang kita hadapi. Banyak orang yang menutup diri, akhirnya mereka gagal.
Sekecil apapun pekerjaan itu wajib diisi setiap hari. Dan, luangkan waktu bersama keluarga. Keluarga di atas segala-galanya sekalipun tujuan kita kuliah. Toh, kuncinya meluangkan waktu weekend bersama keluarga tercinta.
Diskusi kami kian hangat tetapi waktu jua yang harus memisahkan kami. Tiba saatnya "foto-foto". Kami harus segera beranjak dari meja tersebut. Meskipun perbincangan kami singkat dan "ELTA Alumni Dinner" terbilang singkat tetapi saya menemukan pointnya.
Begitulah di balik situasi atau keadaan acara malam itu. Tanpa basa-basi. Straight to the point. Ya, itulah kebanyakan acara yang dihelat oleh Australia Awards Scholarships.
Peserta dibiarkan bebas melebur dengan peserta yang lain. Mereka bebas berbicara dengan siapa saja dan tentang apa saja tanpa tata cara seremonial yang kakuh. Dan, saya menemukan manfaatnya di balik acara tanpa basa-basi itu atau candaan ala saya dan Budi, "makan-makan dan isi kuesioner doang". Di atas segala-galanya, momentum ini telah mempertemukan saya dan kawan-kawan serta Mr. Sudirman yang membagi tips dan trik studinya.
Catatan ini hanya sebuah narasi apa dan dengan siapa yang saya lalui pada malam yang dingin di beranda Hotel Aston, Selasa (02/07/2019). Saya bertemu kawan-kawan lama, berkenalan dengan kawan-kawan baru serta berjumpa dengan orang-orang hebat.
Terimakasih untuk malam yang dingin dan "ELTA Alumni Dinner" yang menciptakan makna bagi semua alumni yang hadir malam itu. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H