Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Sosok

"In Memoriam", Tuhan Memanggilnya Saat Perjuangan Mencapai Garis Finish

27 April 2019   07:39 Diperbarui: 27 April 2019   08:03 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senin Rahmat AR (Foto: Facebook.com)

"Apapun sebab kematiannya, dengan kaca mata iman itu semua adalah kehendak yang terbaik dari Tuhan. Tentang kematian tak ada konfrontasi. Tentang kematian tak rivalitas. Kematian adalah hakekat dan kehendak Sang Pencipta."

Mendengar kabar kepergian Senin Rahmat AR dari Yogi Pannadito, saya kaget, terperangah, antara percaya dan tidak. Beberapa hari yang lalu saya membaca status Facebook-nya.


Assalamualaikum Wr Wb.

Selamat Malam...

Salam sejahtera buat kita semuanya.

Ucapan Terima Kasih Saya dan Istri Dwi Wulandari serta Keluarga Besar kami kepada seluruh Masyarakat Kota Batam khusus nya di DAPIL(Daerah Pemilihan) saya KEPRI 4 (Batu Ampar, Bengkong, Lubuk Baja, Batam Kota) atas kepercayaan yg telah diberikan kepada saya dan ikut berpartisipasi didalam PEMILU SERENTAK 2019 ini. Semoga apa yang kita perjuangkan bersama selalu mendapat ridho dari Allah SWT Tuhan yang Maha Esa...

Mohon Bantuan Do'a agar 14 hari kedepan Proses Rekapitulasi Perhitungan Hasil Pemilu Serentak di PPK berjalan dengan baik dan JURDIL

Saya juga mohon maaf jika selama ini ada kekurangan, khilaf & salah. semoga jalinan silaturahmi kita tetap terjalin dan terus menambah tali persaudaraan sesama kita.amin yra.

Hormat saya.

Senin Rahmat. AR

Kami mengawali pendidikan perguruan tinggi di Yogkyarta. Pada sebuah perguruan tinggi swasta yang sama. STMIK AKAKOM. Kami berada dalam jurusan yang sama. Diploma III Jurusan Teknik Komputer.

Dalam perkenalan ia mengaku dari Batam, kepada saya, ia selalu menyebutkan tanah leluhurnya, Alor. Agama dan kepercayaan, kami berbeda, tapi ketika ia menyebut Alor, hubungan emosional kami menyatu. Merasa sebagai anak yang berasal dari NTT. Rahim yang sama.

Dalam pengamatan pribadi, Senin, mahasiswa yang ramah dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kampus. Selain aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Islam, ia aktif pula di UKM yang lain. Saya pernah terlibat dan bergabung bersamanya dalam UKM Informatika (Akh, kalau tidak salah namanya. Saya sedikit lupa karena sudah lama sekali).

Dari semua Unit Kegiatan Mahasiwa yang digelutinya, kami memiliki wadah Keluarga Besar Teknik Komputer. Kami sering menyebut diri sebagai "Anak TK" alias Anak Teknik Komputer. Hubungan kami sangat akrab, apalagi sesama teman seangkatan (Angkatan 96). 

Kami sering menyelenggarakan kegiatan di luar kampus seperti Malam Keakraban (Makrab) dan bahkan memiliki tim sepak bola sendiri dengan seragam ungu (La Viola) karena Iqbal, salah satu pencetusnya, sangat mengidolakan Gabriel Omar Batistuta dan Florentina FC yang dikenal dengan seragam ungunya.

Di kampus, kami sering nongkrong di depan Laboratorium Teknik Komputer. Markasnya Mohamad Basor, Dosen Teknik Elektronika. Tempat itu sudah menjadi 'milik' anak TK. Seolah-olah kami sudah mengontraknya. Entah mungkin karena aktivitas kami lebih sering di laboratorium itu.  

Bila satu "Anak TK" duduk di situ, akan susul yang lain baik yang pria maupun wanita. Duduk ramai-ramai. Cerita ngalor ngidul hingga membahas hal-hal yang serius tentang matakuliah. Benar khan Irma, Imroatun, Yogi, Anton Ledoh, dkk?

Selepas tamat Teknik Komputer, saya melanjutkan ke jenjang S1, bergeser ke Jurusan Teknik Informatika. Saya masih beberapa kali bertemunya. Menyapa dan bercanda seperti biasa. Setelah itu apalagi setelah saya tamat dan meninggalkan Yogyakarta, saya tidak memiliki kabar tentangnya.

Sekian lama berpisah. Facebook-lah yang mempertemukan kami. Bisa baku sapa, tanya kabar dan saling dukung satu sama lain. Melihat pergerakan politiknya di Facebook tak terlalu mengejutkan saya. 

Saya tahu dan mengenalnya dengan baik. Ia mampu untuk mewujudkan mimpinya di dunia  politik. Pengalaman berorganisasi di lingkungan kampus ternyata menjadi modal baginya. Dasar itulah saya percaya Senin bisa menuju ke sana.

Satu postingannya yang mengharukan saya dan menabuhkan rasa bangga di dada, yakni kunjungannya ke masyarakat NTT diaspora di Pulau Batam. Terserah apa kata orang, itu politis atau bukan, sebagai putra NTT yang munjunjung tinggi toleransi, sikapnya patut mendapat jempol. Ini membuktikan Senin tak melupakan "akar leluhurnya"-nya. Senin siapa, kami siapa? Kami anak-anak NTT meskipun kami berbeda keyakinan.

Postingan itu meningatkan kembali kenalan pertama kami di salah satu sudut kampus STMIK AKAKOM. Ia memperkenalkan diri nama Senin Rahmat asal Batam dengan dialek melayu. Kemudian ia mengaku ayahnya berasal dari Alor. Tapi, itulah perkenalan kami yang selalu dikenang. Awal mula saya mengenalnya. Dari perkenalan itu, bila ia sedang bersama saya, saya merasa dirinya orang NTT daripada orang Batam.

Postingan demi postingan safari politiknya sebenarnya meningspirasi saya untuk menulis tentangnya. Dalam bathin, saya berjanji untuk membuatkan tulisan untuknya. Mengupas tentang Senin dari sisi yang berbeda dalam rangka mendukungnya dalam perhelatan Pileg tahun ini. 

Sayangnya, hingga hari menjelang Pemilu tak satu pun tulisan yang dihasilkanya. Janji itu tertimbun di bathin, Senin pun tak pernah tahu itu. Hingga ajalnya tiba, janji itu penuhi sekarang tetapi sudah dalam versi yang berbeda.

Senin memang telah tiada. Kenanganya merintis jalan politiknya tetap terpajang dan akan selalu dikenang oleh siapapun yang mengenalnya. Ia membuktikan dirinya sebagai petarung. Bekerja sepanjang siang dan malam. Ia bergerak dari satu titik ke titik yang lain hanya untuk mewartakan sabda politiknya. Dukungan meluas. Sambutan hangat didapatnya.  

Senin telah membaktikan hidupnya melalui kendaraan politik yang bernama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang ditumpanginya. Ia telah sungguh-sungguh membuktikan diri kepada dunia bahwa ia sungguh-sungguh bekerja.  Bila kerja tak mencapai hasil yang klimaks yang dikehendaki manusia bukanlah sebuah kekalahan melainkan  sebuah kemenangan. Ia telah memangkan sebuah pertarungan atas maut karena imannya. 

Pada akhirnya,  Pileg bukan lagi  ajang demokrasi yang sejati. Pemilu sejati bukanlah pemilu legislatif. Pemilu sejati, pemilu yang dilakukan oleh Tuhan sendiri. Ia memilih hamba-Nya untuk pulang dan menghuni tempat yang paling pantas di kerajaan-Nya.

Senin telah menghantar perjuangannya hingga garis finish.  Toh, pada akhirnya, Tuhan menjemputnya di garis finish itu. Senin kembali ke pangkuan-Nya. Satu tempat atau kursi di rumah keabadian tersedia untuknya. Amal bhakti semasa hidup menjadi bekal yang dibawa pulang dan menjadi dirinya layak menghuninya.

Kerja sebuah amanah. Kerja adalah sebuah manifestasi dari iman. Senin telah membuktikan itu hingga ajal menjemputnya. Status Facebook di atas menjadi rangkuman penutup sebelum ia berpisah. Kalimat-kalimat yang dituliskan tampak sebuah ungkapan dari dalam bathinnya yang mungkin tak disadarinya. Kita pun sadar kemudian. Inilah kalimat-kalimat perpisahan.

Tak banyak Caleg yang mau berterima kasih kala hari perhitungan suara belum usai apalagi sesudahnya -- dalam situasi kalah atau menang. Tak banyak Caleg merasa bersalah lalu meminta maaf kepada orang yang merasa diri tersakiti oleh kata dan perbuataan semasanya kampanye. Senin telah memberikan contoh yang baik. Apapun hasil dari konstelasi politik, nada syukur, ucapan terimakasih, dan permohonan maaf harus terujar sebelum Tuhan memanggil kita pulang. Itulah yang melapangkan jalan seseorang menuju Rumah Bapa. Rumah Keabadian.

Senin tetap sosok seorang manusia. Ia memang tak lepas dari dosa, salah, dan kilaf. Syukur, terimakasih dan maaf adalah tutur, sikap dan tindakan yang  menunjukkan dirinya sebagai politisi yang ksatria. Senin adalah salah satu dari sedikit orang yang berpolitik secara kastria.

Kini, Senin tak lagi menjadi utusan PKB di dunia politik, ia telah menjelma menjadi utusan dari dunia yang dipilih Tuhan. Apapun sebab kematiannya, dengan kaca mata iman itu semua adalah kehendak yang terbaik dari Tuhan. Tentang kematian tak ada konfrontasi. 

Tentang kematian tak rivalitas. Kematian adalah hakekat dan kehendak Sang Pencipta. Di sana, Senin tak akan mengalami pergesekan politik, permusuhan dan dendam, yang adalah hanya kebahagian kekal.

Kita mungkin sesal dan kecewa dengan kepergiannya yang tiba-tiba. Ia meninggalkan kita di saat perjuangan di ujung garis finish. Iman kita mengatakan  satu kursi telah tersedia baginya di istana surgawi. Selamat jalan Sahabat. Beristirahat dalam damai di sisi  Allah yang Maha Kuasa. Dirimu telah menjadi rahmat bagi orang lain. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun