Saya bilang momentum penerbitan bukunya tepat. Sambutan pembaca luar biasa. Menulis sesuatu yang biasa apa lagi yang luput dari perhatian orang banyak kerap memiliki nilai jual tinggi dan diburu orang kala orang tersadar setelah ada yang menulisnya.
Saya mengenal Budi sejak 8 tahun silam. Kala itu, kami tergabung dalam kelas English Language Training Assisstance (ELTA) -- IELTS Preparation, Progam Kerjasama IALF Bali, Australian Awards dan  Undana Kupang. Kami berada dalam satu kelas. Tiga bulan lamanya kegiatan itu kami lalui. Waktu yang relatif singkat, tapi hubungan kami  akrab.Â
Budi yang berasal dari Tangerang, yang belum lama berkarya di NTT, begitu mudah melebur dengan sebagian besar kami yang berasal dari NTT. Kemampuan adaptasinya luar biasa. Apakah ini efek dari ilmu  sosiologi yang ditekuninya? He he he. Budi yang lebih tahu itu.
Dari Kupang, kebersamaan kami berlanjut di Denpasar. Melewati Pre Departure Training (English Academic Prepration) selama 6 bulan sebelum  berangkat ke Australia. Kami tinggal dalam induk kos yang sama.Â
Kamar kami pun bersebelahan. Sehingga saban hari, entah pagi, siang atau malam, kami selalu berinteraksi. Keberasamaan itu pula memungkinkan saya mengenal keluarga kecilnya , istri dan anaknya, Cesar.
Relasi sosial yang dekat ini, kehadirannya dapat mempengaruhi saya dalam mengambil keputusan studi. Soal pemilihan kampus. Semula saya begitu kuat memilih Swinburne Technology University di Melbourne (pilihan utama) dan Flinders University di Adelaide (preferensi kedua),  justeru berpindah ke James Cook University Townsville (yang tidak masuk dalam bayangan saat melamar beasiswa AAS sebelumnya).
Itu terjadi karena prospektus yang didapatkannya dari Information Day di Sanur yang kemudian dipinjamkan kepada saya. Dirinyalah yang memungkinkan saya untuk melamar James Cook University.Â
Saya menghubungi pihak kampus melalui email dan mendapatkan sambutan luar biasa. Sebuah kalimat yang disertai di setiap email dari kampus, "a fantastic Uni and amazing place in the world".  Kalimat ini selalu terpatri di benak saya. Kerap menjadi candaan saya dengan Budi pada waktu chatting atau perjumpaan.
 Saya pun jatuh cinta dengan kampus ini, kota ini dan rela meninggalkan Budi yang sejatinya dalam rancangan awal, kami bakalan sekampus di Adelaide, jika saya gagal pada pilihan kampus pilihan pertama yang di Melbourne itu.
Meskipun kami berbeda kampus. Berbeda kota. Jalinan komunikasi kami terus berjalan. Bahkan sekembali ke tanah air, kami selalu kontak dan kopdar serta diskusi soal tulisan hingga menerbitkan buku.Â
Sehingga mendengar ia akan menerbitkan buku, saya menyambutnya dengan bangga. Â Bukan apa-apa. Di mata saya, Budi adalah sosok yang produktif menulis di hampir semua media. Karena itu, ketika ia memosting bukunya di Facebook, saya langsung memesannya.