Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Gelora Rindu Membuncah Kunjungi Sumba, Temukan Keunikan di Kodi Utara

2 Februari 2019   07:48 Diperbarui: 2 Februari 2019   07:53 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menggunakan motor tanpa plat di Wilayah Kodi Utara, SBD, NTT (Foto: Dok. Pribadi)

Tambolaka. Bukanlah yang pertama. Untuk kesekian kali. Saya pijakan kaki di sini. Segumpal rindu untuk kembali. Selalu ada asa akan sebuah kesempatan untuk kembali dan kembali. Dari sebuah panggilan tugas, kesempatan itu datang jua. Saya kembali ke Sumba.

Gelora rindu membuncah. Memendam perasaan itu di relung jiwa. Ronanya menjalar di wajah. Sumringah. Menjelajahi Sumba tak bisa puas dengan hanya mengunjungi satu tempat wisata. Tak pula dua, tiga, atau empat. 

Mengunjungi Sumba, melewati seluruh lekak-lekuk keindahan dan eksotismenya. Mencumbuinya hingga hatimu tertambat dan selalu ada kerinduan untuk kembali ketika engkau meninggalkannya.

Fajar menyambut  di Tambolaka, Jumat (30/11/2018) dengan sebuah senyum khas. Terasa seperti menyapa dan berjabat tangan erat. Memijat kehangatannya di tubuh yang kerut karena dinginnya AC pesawat.

Saya menuruni tangga pesawat Nam Air dengan langkah sumringah. Membayangi titik-wisata yang bakal digauli. Wekuri, permandian para putri kayangan. Pantai Mandorak, teluk mungil berpasir putih, dan persembunyian bidari kala turun ke bumi. Ratenggaro, perkampungan adat uzur, kesohor dan berdaya magis. Akh,masih banyak lagi.

Di ruang ruang kedatangan Bandara Tambolaka, sebuah tulisan "Welcome to Sumba" terpampang di dinding yang berhadapan langsung dengan pintu ketibaan. Pula dinding disamping kiri arah kedatangan kami, sebuah baliho selebar tembok menyuguhkan pesona Sumba. 

Bagaikan magnet, menghentikan langkah sejenak. Mengabadikan kenangan dengan gambar dan tulisan terpatri di tembok yang "instragramble" ini.

Melangkah keluar ruang kedatangan. Jemputan belum tiba. Mengisi waktu, saya foto suasana di luar gedung bandara.Tiang-tiang besar, bulat dan kokoh menyangga bangunan bandara. Menampakkan wajah Bandara Tambolaka berbeda dengan bandara lainnya di negeri Pasola bahkan di NTT.

Mobil yang menjemput kami tiba. Memarkir di sisi kiri pintu keluar bandara. Disambut driver dan rekannya dengan ramah. Mereka adalah satu tim dengan Hendrik, teman seperjalanan yang akan melakukan pengukuran lokasi tanah yang akan kami survei nanti.

Driver yang juga sarjana sipil ini sangat ramah dan supel. Suka bercerita. Keluar di bandara, ia bertanya, "Bapak-mama sudah berapa kali ke sini?"

"Sering kali,"jawab ibu Nelci, teman dalam perjalanan Sumba yang kemudian diamini yang lain.

Sampai di jalur utama kota Tambolaka, ia menanyakan soal penginapan.

"Saya coba menghantar bapak-mama di sini. Kalau bapak---mama rasa tidak cocok, kita bisa cari yang lain."

Ia menurunkan kami di Ella Hotel. Sebuah hotel tak jauh dari bandara. Bersebelahan langsung dengan Hotel Sinar Tambolaka. Kami turun dari mobil dan bergegas ke meja resepsionis untuk memastikan ketersediaan kamar.

Suasana hotel baru ini menjadi daya pikat. Aroma kebaruan masih terasa. Suasananya hening mampu menjaga privasi, ketenangan dan kedamaian. Sepertinya kami sulit berpindah ke lain tempat apalagi setelah resepsionis menyampaikan ada beberapa kamar kosong  hari itu. Karena tamu yang check out hari ini belum keluar, kami diminta untuk bersabar hingga jam 12 siang.

Masih lama menunggu jam 12, kami pun menitipkan tas-tas di hotel dan menuju lokasi sekolah baru di Kecamatan Kodi Utara. Tugas kami melakukan survei kebenaran lokasi ini benar-benar ada dan bebas dari masalah hukum atau tidak.

Salah satu teman seperjalanan mengingatkan kami untuk menyiapkan perbekalan atau sarapan sebelum berangkat. Karena lokasi yang dituju dapat ditempuh dalam waktu 1 jam bahkan lebih serta tak ada warung atau rumah makan.

Pilihan kami pada Rumah Makan Padang. Tersedia makan cepat saji sehingga kami tak harus menunggu lama untuk melahap hidangan. Setelah makan, kami menerukan perjalanan. Tapi kami tak tau persis lokasi survei. 

Begitupula salah satu pejabat dari UPT Pendidikan. Ia dan timnya menunggu kami di Homba Karipit. Menunggu bapak Hugo Kalembu yang menghibahkan tanahnya untuk pembangunan SMA. Ia memang sedang dalam perjalanan dan berjanji akan bertemu di simpang tiga yang tak jauh dari sebuah SD.

Saat meninggalkan kota Waitebula, sang driver memulai dengan joke-joke ringan ala Sumba. Dialeknya yang khas menambahkan ciri kesumbaan kian kental.

"Bapak dan mama nanti lihat, kalau lewat di jalan Kodi hanya dua jenis pelat kendaraan saja yang ditemui di sini."

"Maksudnya, "tanya saya penasaran.

"Benar, bapak. Yang pertama, plat luar, dan kedua, tanpa plat."

Saya tak mampu menahan tawa. Penasaraan pun menjadi-jadi. Benar atau tidak yang diceritakan sopir ini. Mata saya mulai mengawas setiap kendaraan yang lewat di hadapan kami.

Belum sampai lima meter, muncul sebuah kendaraan motor tanpa plat.

"Nah, itu. Benar khan bapak."

Muncul lagi kendaraan tanpa plat. Bersusulan dengan kendaraan berplat luar. Mayoritas plat DK. Tapi kendaraan yang kami jumpai di jalan lebih banyak tak berplat. Toh, kalau berplat kendaraan berplat DK (Bali). Sementara kendaraan berplat ED (Sumba) dapat dihitung dengan jari.

Sopir tak mampu meyakinkan mengapa hal itu bisa terjadi. Ia hanya menduga-duga, kendaraan tersebut merupakan kendaraan ilegal, hasil jual beli tanpa dokumen sah. Entah benar atau tidak, ada pada pemilik kendaraan itu sendiri. 

Saya pun tak membenarkan pendapat sopir tersebut. Tapi, yang menarik bagi saya, hal ini semestinya ditelusuri.

Meskipun sopir telah menjawab, pertanyaan itu tetap menggantung di benak. Mata saya terus tertuju pada setiap kendaraan yang lewat. Pernyataan sopir bukan hampir mencapai kebenaran umum melainkan memang benar adanya. Kendaraan tak berplat dan plat luar mudah ditemui di Kodi Utara ini.

"Hanya di Kodi. Mereka di sini percaya diri tinggi, " jawabnya dengan nada guyon.

"Kok, percaya diri tinggi?"

"Iya. Mereka bisa masuk kota dengan motor tanpa plat dan helm."

Ada benarnya ucapan sopir ini. Saya mudah menjumpai kendaraan tak berplat hilir mudik pusat kota Tambolaka. Entah, polisi merazia atau tidak, tapi kata sopir tadi, mereka "percaya diri tinggi" bawah motor tanpa plat.

Sayangnya, selain tak berplat, pengendaraan tak mengenakan helm. Anak-anak dan remaja begitu mudahnya mengendarai kendaraan di jalan raya yang ramai tanpa pengawasan orang tua. Bukankah itu dapat membahayakan generasi penerus Sumba?

Meski ada keprihatinan karena ketidakpedulian masyarakat untuk berkendaraan yang benar, cerita sopir itu membuat kami tak dapat menahan tertawa. Ceritanya lucu. Jawaban-jawabannya atas pertanyaan kami pun lucu.

Gara-gara ceritanya, mata saya terus mengawasi situasi sepanjang jalan. Hasil pengamatan, di antara 4 gerombolan kendaraan yang berpapasan dengan kami, 1 memiliki plat, 3 lainnya tak mempunyai plat atau 1 berplat luar, lainnya tanpa plat.

Adakah yang tahu sebabnya? Ya, itu Kodi Utara. Memang unik! ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun