"Benar, bapak. Yang pertama, plat luar, dan kedua, tanpa plat."
Saya tak mampu menahan tawa. Penasaraan pun menjadi-jadi. Benar atau tidak yang diceritakan sopir ini. Mata saya mulai mengawas setiap kendaraan yang lewat di hadapan kami.
Belum sampai lima meter, muncul sebuah kendaraan motor tanpa plat.
"Nah, itu. Benar khan bapak."
Muncul lagi kendaraan tanpa plat. Bersusulan dengan kendaraan berplat luar. Mayoritas plat DK. Tapi kendaraan yang kami jumpai di jalan lebih banyak tak berplat. Toh, kalau berplat kendaraan berplat DK (Bali). Sementara kendaraan berplat ED (Sumba) dapat dihitung dengan jari.
Sopir tak mampu meyakinkan mengapa hal itu bisa terjadi. Ia hanya menduga-duga, kendaraan tersebut merupakan kendaraan ilegal, hasil jual beli tanpa dokumen sah. Entah benar atau tidak, ada pada pemilik kendaraan itu sendiri.Â
Saya pun tak membenarkan pendapat sopir tersebut. Tapi, yang menarik bagi saya, hal ini semestinya ditelusuri.
Meskipun sopir telah menjawab, pertanyaan itu tetap menggantung di benak. Mata saya terus tertuju pada setiap kendaraan yang lewat. Pernyataan sopir bukan hampir mencapai kebenaran umum melainkan memang benar adanya. Kendaraan tak berplat dan plat luar mudah ditemui di Kodi Utara ini.
"Hanya di Kodi. Mereka di sini percaya diri tinggi, " jawabnya dengan nada guyon.
"Kok, percaya diri tinggi?"
"Iya. Mereka bisa masuk kota dengan motor tanpa plat dan helm."