Mohon tunggu...
Azzan Dwi Riski
Azzan Dwi Riski Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hanya manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Komunikasi dengan Pendekatan Semiotika: Konsep, Perkembangan, dan Contohnya

2 April 2023   20:34 Diperbarui: 2 April 2023   20:42 1669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: shutterstock.com

Komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara satu atau lebih orang. Komunikasi terjadi dalam berbagai bentuk, seperti lisan, tulisan, atau bahkan melalui isyarat tubuh. Komunikasi adalah kunci penting dalam kehidupan manusia, karena melalui komunikasi, individu dapat memahami dan berinteraksi dengan dunia di sekitarnya. 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita melakukan komunikasi dengan orang lain untuk berbagai tujuan, seperti untuk bertukar informasi, mengungkapkan emosi, atau mempengaruhi tindakan orang lain. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami bagaimana komunikasi berfungsi dan bagaimana pesan yang kita sampaikan diterima oleh orang lain.

Salah satu pendekatan untuk memahami komunikasi adalah dengan menggunakan pendekatan semiotika. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai komunikasi dengan pendekatan semiotika.

Apa itu Pendekatan Semiotika?

Pendekatan semiotika adalah sebuah teori yang digunakan untuk memahami tanda-tanda dan makna yang terkandung di dalam pesan komunikasi. Semiotika dapat diterapkan dalam berbagai bidang seperti sastra, seni, media massa, dan ilmu sosial.

Ketika kita melakukan sebuah komunikasi, baik verbal maupun nonverbal, sangat penting untuk memahami konteks dan subteks dalam pesan tersebut. Konteks adalah situasi atau latar belakang di mana pesan tersebut disampaikan, sementara subteks adalah makna tersembunyi yang bisa kita baca dari pesan tersebut.

Misalnya, jika seseorang mengucapkan "saya baik-baik saja" dengan nada suara yang berbeda, konteksnya bisa saja berbeda. Jika diucapkan dengan nada lembut dan ramah, pesan tersebut bisa saja menyatakan keadaan yang sebenarnya dari orang tersebut. Namun, jika diucapkan dengan nada yang dingin dan jarak, pesan tersebut mungkin menyiratkan ketidakjujuran.

Tiga Elemen dalam Semiotika menurut Peirce

Menurut Charles Peirce ada tiga elemen utama dalam semiotika. Ketiga elemen ini saling terkait dan membentuk kompleksitas dalam komunikasi.

Sumber: researchgate.net
Sumber: researchgate.net

1. Tanda (Sign)

Tanda adalah sebuah simbol atau representasi yang menggambarkan suatu konsep atau ide. Tanda dapat berupa kata-kata, gambar, simbol, atau bahkan suara.

Tanda juga dapat mempunyai makna yang berbeda-beda tergantung konteks dan interpretasi yang diberikan oleh penerima pesan. Sebagai contoh, warna merah dalam budaya Barat seringkali dihubungkan dengan bahaya atau marah, tetapi di dalam budaya Tionghoa warna merah seringkali dihubungkan dengan keberuntungan.

Dalam semiotika, terdapat dua konsep penting yang berkaitan dengan tanda, yaitu signifikasi dan denotasi. Denotasi merujuk pada makna konkret atau harfiah dari suatu tanda, sedangkan signifikasi merujuk pada penggunaan tanda tersebut dalam konteks sosial dan budaya.

Sebagai contoh, sebuah gambar bunga mawar memiliki denotasi sebagai gambar bunga mawar, namun dalam konteks tertentu, gambar tersebut dapat memiliki signifikasi yang berbeda-beda, seperti simbol cinta atau kesedihan.

2. Objek (Object)

Objek adalah benda atau konsep yang diwakili oleh tanda. Objek bisa berupa objek fisik seperti meja atau objek abstrak seperti konsep kebahagiaan. Objek dapat diwakili oleh lebih dari satu tanda, dan masing-masing tanda dapat menggambarkan aspek yang berbeda dari objek yang sama.

3. Interpretant

Interpretant adalah makna atau pemahaman yang diberikan oleh penerima pesan terhadap tanda dan objek yang disampaikan. Interpretant terbentuk dari pengalaman, pengetahuan, dan budaya penerima pesan. Interpretasi dapat berbeda-beda antara individu atau kelompok yang berbeda, dan kadang kala dapat menimbulkan kesalahpahaman atau konflik.

Dalam pengaplikasiannya, semiotika dapat membantu kita memahami komunikasi yang terjadi dalam berbagai konteks. Dengan memahami tiga elemen dalam semiotika, kita dapat lebih kritis dan reflektif dalam menafsirkan tanda-tanda dan pesan yang kita terima dalam kehidupan sehari-hari.

Delapan elemen Semiotika menurut Umberto Eco

Umberto Eco adalah salah satu tokoh terkemuka dalam bidang semiotika, dan ia telah mengembangkan sebuah konsep semiotika komunikasi yang terdiri dari delapan elemen.

1. Sumber (Source)

Sumber atau source adalah asal-usul pesan atau informasi yang disampaikan. Sumber dapat berupa individu, kelompok, atau institusi yang ingin menyampaikan pesan tertentu. Sumber sangat penting dalam proses komunikasi karena sumber memberikan keandalan dan kredibilitas pada pesan yang disampaikan.

2. Pengirim (Transmitter)

Pengirim atau transmitter adalah orang atau kelompok yang bertanggung jawab atas penyampaian pesan dari sumber ke penerima. Pengirim harus mempertimbangkan cara yang tepat untuk menyampaikan pesan dengan cara yang mudah dipahami dan efektif.

3. Sinyal Pengirim

Sinyal pengirim adalah bentuk fisik pesan yang disampaikan oleh pengirim. Sinyal dapat berupa suara, tulisan, gambar, atau bahkan tindakan. Sinyal pengirim sangat penting dalam proses komunikasi karena menentukan bagaimana pesan dapat diterima oleh penerima.

4. Saluran (Channel)

Saluran atau channel adalah media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima. Saluran dapat berupa media massa, seperti televisi atau radio, atau saluran langsung, seperti wajah ke wajah atau telepon.

5. Sinyal Penerima

Sinyal penerima adalah bentuk fisik pesan yang diterima oleh penerima melalui saluran. Sinyal penerima dapat berupa suara, tulisan, gambar, atau bahkan tindakan. Sinyal penerima sangat penting dalam proses komunikasi karena menentukan bagaimana pesan dapat dipahami oleh penerima.

6. Penerimaan

Penerimaan atau reception adalah cara penerima memahami atau menafsirkan pesan yang diterimanya. Penerimaan dipengaruhi oleh latar belakang, pengalaman, dan konteks individu. Oleh karena itu, pengirim harus mempertimbangkan penerimaan saat menyampaikan pesan.

7. Pesan

Pesan adalah informasi atau pesan yang ingin disampaikan oleh sumber melalui pengirim ke penerima. Pesan harus jelas, mudah dipahami, dan berkaitan dengan konteks.

8. Tujuan

Tujuan atau purpose adalah tujuan di balik penyampaian pesan oleh sumber melalui pengirim ke penerima. Tujuan dapat berupa informasi, persuasi, atau hiburan.

Dalam studi semiotika komunikasi, ke-8 elemen ini saling terkait dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, penting bagi pengirim dan penerima untuk memperhatikan setiap elemen dengan cermat untuk memastikan bahwa pesan dapat disampaikan dengan benar dan efektif.

Sejarah Singkat Perkembangan Semiotika

Semiotika berasal dari bahasa Yunani "semeion" yang berarti tanda. Namun, teori semiotika modern sendiri dimulai pada awal abad ke-20 ketika sejumlah ahli bahasa seperti Ferdinand de Saussure dan Charles Peirce memulai studi mereka mengenai tanda dan maknanya. Peirce menggunakan istilah semiotik untuk model analisis sistemnya dalam ilmu tanda. Sejak saat itu, istilah semiotik menjadi lebih umum digunakan dalam ilmu ini. 

Meskipun ada perbedaan antara semiotik Peirce dan semiologi de Saussure, keduanya memusatkan perhatian pada tanda. Dalam bukunya yang berjudul "A Course in General Linguistics"(1913) de Saussure membahas ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam masyarakat serta memperkenalkan konsep-konsep linguistik seperti signifier dan signified (penanda dan petanda). Ferdinand de Saussure dikenal sebagai bapak pendiri semiotika modern karena kontribusinya sangat besar dalam pengembangan semiotika. Saussure mengajarkan bahwa bahasa memiliki struktur yang kompleks dan bahwa tanda dan makna tidaklah sama.

Kemudian, pada tahun 1916, Charles Peirce juga membuat kontribusi besar dalam semiotika dengan memperkenalkan tiga jenis tanda, yaitu ikonik, indeksikal, dan simbolik. Peirce juga memperkenalkan istilah "semiotika" sebagai sebuah cabang ilmu yang mempelajari tanda dan maknanya.

Pada awalnya, semiotika hanya digunakan untuk mempelajari bahasa dan sastra. Namun, seiring berjalannya waktu, semiotika mulai diterapkan dalam berbagai bidang seperti seni, media, dan komunikasi. Pada tahun 1960-an, semiotika semakin populer dan menjadi sebuah aliran teori yang dominan dalam studi budaya.

Pada tahun 1960-an, semiotika semakin populer di Prancis dengan munculnya aliran teori strukturalisme. Tokoh-tokoh seperti Roland Barthes, Claude Levi-Strauss, dan Michel Foucault menggunakan semiotika sebagai alat untuk mempelajari struktur sosial dan budaya.

Namun, pada tahun 1980-an, semiotika mulai kehilangan popularitasnya karena munculnya kritik terhadap strukturalisme dan pengaruh posmodernisme yang semakin kuat. Akan tetapi, semiotika tetap relevan dan masih banyak digunakan dalam studi budaya dan media saat ini. Sebagai ilmu interdisipliner, semiotika juga melibatkan konsep-konsep dan metode dari berbagai bidang, seperti filsafat, sosiologi, antropologi, dan psikologi.

Semiotika Ferdinand de Saussure

Ferdinand de Saussure adalah seorang ahli bahasa dan filsuf Swiss yang dikenal sebagai bapak semiotika modern. Dia dianggap sebagai tokoh penting dalam perkembangan linguistik modern dan semiotika struktural.

Biografi Ferdinand de Saussure

Ferdinand de Saussure lahir pada 26 November 1857 di Jenewa, Swiss. Ayahnya, Henri Louis Frdric de Saussure, adalah seorang ahli geologi terkenal dan ibunya, Louise Elisabeth de Pourtals, berasal dari keluarga bangsawan Prancis. Saussure tumbuh dalam lingkungan akademis dan mempelajari bahasa dan sastra di usia dini. Ia belajar di Jenewa, Leipzig, Berlin, dan Paris.

Kehidupan Awal

Ketertarikannya pada bahasa dan linguistik dimulai ketika ia masih muda. Ia belajar bahasa Latin dan Yunani kuno di sekolah dan mempelajari beberapa bahasa modern secara mandiri. Saussure juga tertarik pada bahasa Sanskerta dan bahasa-bahasa Indo-Eropa lainnya. Ia menyelesaikan tesis doktoralnya di bidang bahasa Sanskerta dan mempelajari bahasa-bahasa lain seperti Jerman, Inggris, dan Italia.

Pendidikan

Saussure belajar di berbagai universitas di Eropa, termasuk Universitas Jenewa, Universitas Leipzig, Universitas Berlin, dan Sorbonne di Paris. Ia juga belajar di Universitas Oxford selama satu tahun. Saat belajar di Paris, ia berkenalan dengan linguis Prancis Antoine Meillet, yang menjadi mentornya dan memengaruhi pemikirannya di bidang linguistik.

Karir Akademis

Saussure memulai karir akademisnya di Jenewa pada tahun 1881. Ia mengajar bahasa Sanskerta dan linguistik umum di sana selama dua tahun. Pada tahun 1883, ia pindah ke Universitas Leipzig di Jerman dan mengajar di sana selama 10 tahun. Saat di Leipzig, ia menulis dua karya pentingnya, yaitu "Mmoire sur le systme primitif des voyelles dans les langues indo-europennes" dan "Mlanges de linguistique offerts M. Antoine Meillet".

Pada tahun 1891, Saussure kembali ke Jenewa dan mengajar di sana sampai ia pensiun pada tahun 1911. Saat di Jenewa, ia mengembangkan teori-teorinya tentang linguistik dan semiotika struktural, yang kemudian menjadi dasar bagi semiotika modern.

Signifier dan Signified

Menurut Saussure, bahasa adalah sistem tanda (sign) yang terdiri dari signifier dan signified.

Signifier

Signifier adalah unsur fisik dari tanda, seperti kata atau gambar. Sebagai contoh, gambar sebuah apel merupakan signifier untuk konsep atau makna dari buah apel. Setiap bahasa memiliki kumpulan signifier yang terdiri dari kata-kata atau tanda-tanda fisik lainnya yang digunakan untuk menyampaikan makna. Signifier tidaklah sama dengan signified karena signifier hanyalah bentuk fisik dari suatu tanda.

Signified

Signified adalah makna yang dihubungkan dengan signifier. Dalam hal ini, signified adalah makna yang dihubungkan dengan kata atau gambar yang menjadi signifier. Misalnya, signified dari gambar apel adalah buah yang berwarna merah dan bulat yang memiliki daging buah yang manis dan renyah. Saussure mengatakan bahwa hubungan antara signifier dan signified bersifat arbitrari, artinya tidak ada hubungan alamiah antara kedua unsur tersebut.

Sumber: Pinterest/Cooler Insights
Sumber: Pinterest/Cooler Insights

Contoh Penggunaan Signifier dan Signified

Beberapa contoh penggunaan signifier dan signified yang sering dijumpai adalah sebagai berikut:

  • Stop Sign

Signifier: Bentuk segitiga dengan warna merah dan tulisan "STOP" di tengah
Signified: Instruksi untuk menghentikan kendaraan

  • Emoji Senyum

Signifier: Wajah kuning dengan mata dan mulut tersenyum
Signified: Ekspresi kebahagiaan atau kepuasan

  • Kamera

Signifier: Perangkat elektronik yang digunakan untuk mengambil gambar
Signified: Aktivitas fotografi atau dokumentasi visual

Konsep Sintagmatik dan Paradigmatik

Konsep sintagmatik dan paradigmatik adalah dua konsep penting dalam teori sastra dan linguistik Saussure. Sintagmatik merujuk pada hubungan linier antara unit-unit bahasa dalam suatu urutan, seperti kata-kata dalam sebuah kalimat. 

Paradigmatik, di sisi lain, merujuk pada hubungan vertikal antara unit-unit bahasa dalam suatu kategori, seperti sinonim-sinonim dari sebuah kata. Saussure memandang bahwa sintagmatik dan paradigmatik adalah dua aspek fundamental dari bahasa, yang saling mempengaruhi dan membentuk makna.

Contoh penggunaan sintagmatik dan paradigmatik dalam bahasa sehari-hari dapat ditemukan dalam kalimat-kalimat sederhana. Misalnya, dalam kalimat "Saya minum kopi di pagi hari", kata "saya" berada pada posisi awal sintagmatik, diikuti oleh kata "minum", "kopi", "di", "pagi", dan "hari". Pada saat yang sama, kata "minum" juga merupakan satu pilihan paradigmatik dari kata-kata seperti "meminum", "meneguk", atau "menghisap".

Kritik Terhadap Teori Saussure

Meskipun teori Saussure memberikan kontribusi besar terhadap studi bahasa dan sastra, teori ini juga mendapat kritik dari beberapa ahli. Dalam hal sintagmatik dan paradigmatik, beberapa kritikus menganggap bahwa konsep ini terlalu abstrak dan sulit diterapkan dalam praktik. Selain itu, Saussure dianggap terlalu fokus pada struktur bahasa dan kurang memperhatikan faktor sosial dan sejarah dalam perkembangan bahasa.

Kritik dari Roland Barthes

Roland Barthes, seorang kritikus sastra Prancis, mengecam pandangan Saussure yang terlalu deterministik dan memandang bahasa sebagai sistem tertutup yang tidak dapat diubah atau dipengaruhi oleh faktor luar. Barthes berpendapat bahwa bahasa selalu berada dalam perubahan dan dipengaruhi oleh budaya dan konteks sosial di mana bahasa digunakan.

Kritik dari Jacques Derrida

Jacques Derrida, seorang filsuf Prancis, juga mengkritik teori Saussure, terutama dalam hal sintagmatik dan paradigmatik. Derrida menganggap bahwa konsep ini terlalu membatasi dan tidak dapat mengakomodasi keberagaman bahasa. Ia mengusulkan pendekatan yang lebih fleksibel dan inklusif terhadap bahasa, yang memperhitungkan faktor-faktor seperti perbedaan regional dan sejarah dalam penggunaan bahasa.

Penerapan Teori Saussure dalam Studi Budaya

Teori Saussure telah banyak diterapkan dalam studi budaya, terutama dalam analisis teks dan media. Beberapa contoh penerapan teori Saussure dalam studi budaya antara lain:

Konsep Mediasi Sosial

Teori Saussure mengajarkan bahwa bahasa dan tanda-tanda adalah mediasi sosial. Artinya, bahasa dan tanda-tanda bukan hanya simbol, tetapi juga membentuk cara orang berpikir dan bertindak. Hal ini sangat penting dalam studi budaya, karena budaya juga merupakan bentuk mediasi sosial.

Analisis Teks dalam Studi Sastra

Teori Saussure dapat digunakan dalam analisis teks dalam studi sastra. Contohnya adalah penggunaan konsep sintagmatik dan paradigmatik untuk menganalisis susunan kata dalam puisi atau prosa. Selain itu, konsep arbitraritas dan hubungan antara tanda dan makna juga dapat digunakan dalam analisis sastra.

Analisis Media

Teori Saussure juga dapat digunakan dalam analisis media, terutama dalam memahami bagaimana pesan disampaikan melalui media. Misalnya, analisis sintagmatik dan paradigmatik dapat digunakan untuk menganalisis susunan visual dalam sebuah iklan atau video musik.

Perbandingan Teori Saussure dengan Teori Semiotika Lain

Teori Saussure merupakan salah satu teori semiotika yang paling terkenal, namun terdapat perbedaan dengan teori semiotika lain seperti teori semiotika Charles Sanders Peirce dan teori semiotika Umberto Eco.

Perbedaan dengan Teori Semiotika Charles Sanders Peirce

Perbedaan utama antara teori Saussure dengan teori Peirce adalah konsep tentang hubungan antara tanda dan makna. Saussure mengatakan bahwa hubungan antara tanda dan makna bersifat arbitrari, sedangkan Peirce mengatakan bahwa hubungan antara tanda dan makna bersifat ikonik, indeksikal, atau simbolik.

Perbedaan dengan Teori Semiotika Umberto Eco

Perbedaan utama antara teori Saussure dengan teori Eco adalah dalam pendekatan terhadap analisis semiotika. Eco lebih menekankan pada peran konteks dan budaya dalam penafsiran makna tanda-tanda, sedangkan Saussure lebih menekankan pada hubungan antara tanda dan makna secara internal.

Studi Kasus Analisis Semiotik dalam Iklan atau Media Sosial

Dalam era digital yang semakin berkembang, iklan dan media sosial telah menjadi hal yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari kita. Mereka menjadi bagian penting dalam mengkomunikasikan pesan-pesan dari produsen ke konsumen. Namun, apakah kita pernah memperhatikan tanda-tanda yang ada dalam iklan atau media sosial? Semiotika dapat membantu kita untuk memahami tanda-tanda dalam iklan atau media sosial yang seringkali terabaikan.

Misal kita ambil contoh sebuah iklan makanan yang menampilkan seorang anak kecil yang sedang menikmati makanan tersebut. Kita mungkin berpikir bahwa iklan ini hanya menunjukkan bahwa makanan tersebut enak, namun sebenarnya terdapat banyak tanda-tanda lain yang tersembunyi di dalamnya.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tanda yang muncul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu signifikasi dan denotasi. Signifikasi adalah tanda yang memiliki makna simbolis yang diberikan oleh masyarakat secara umum, sedangkan denotasi adalah makna konkret yang terkait dengan objek itu sendiri. Dalam iklan tersebut, anak kecil yang sedang menikmati makanan merupakan denotasi, sementara makna yang ingin disampaikan adalah bahwa makanan tersebut cocok untuk anak-anak dan sehat untuk dikonsumsi.

Konteks juga memainkan peran penting dalam sebuah pesan. Konteks dapat membantu kita untuk memahami pesan yang disampaikan secara lebih luas dan mendalam. Misalnya, iklan tersebut ditayangkan di saat acara keluarga yang sedang ditonton bersama. Konteks ini memberikan makna tambahan bahwa makanan tersebut dapat menyatukan keluarga dan menyediakan pilihan yang sehat bagi anak-anak.

Selain itu, subteks dalam sebuah pesan juga dapat menjadi kunci untuk memahami pesan yang disampaikan. Subteks adalah makna yang tersembunyi dan mungkin tidak langsung terlihat dari tanda-tanda yang muncul. Dalam iklan tersebut, subteksnya mungkin adalah bahwa orang tua yang peduli akan kesehatan anak-anaknya akan memilih makanan yang sehat dan cocok untuk anak-anak.

Sebagai studi kasus, kita dapat mencoba menganalisis sebuah iklan atau posting media sosial dengan menggunakan konsep-konsep semiotik yang telah dijelaskan di atas. Dengan cara ini, kita dapat memahami pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh produsen dan mengembangkan kemampuan kita untuk membaca tanda-tanda yang tersembunyi di dalamnya.

Kelebihan Pendekatan Semiotika

Pendekatan semiotika memberikan kelebihan dalam memahami makna di balik tanda-tanda, karena pendekatan ini memandang tanda-tanda sebagai suatu sistem yang kompleks dan memiliki makna yang dapat diartikan.

Salah satu kelebihan pendekatan semiotika adalah kemampuannya untuk menunjukkan bahwa setiap tanda memiliki makna yang berbeda-beda tergantung dari konteks penggunaannya. Sebagai contoh, sebuah gambar kucing dalam iklan makanan kucing akan memiliki makna yang berbeda dengan gambar kucing dalam iklan parfum. Hal ini menunjukkan bahwa tanda-tanda tidak hanya memiliki makna intrinsik, tetapi juga dipengaruhi oleh konteks dan subteks yang ada di sekitarnya.

Pendekatan semiotika juga memandang bahwa komunikasi adalah suatu proses yang aktif. Artinya, pesan tidak hanya disampaikan oleh pengirim kepada penerima, tetapi juga diproses oleh penerima dan diinterpretasikan sesuai dengan pengalaman, pengetahuan, dan kepercayaan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa makna yang terkandung dalam tanda-tanda tidaklah statis, tetapi dapat berubah tergantung dari konteks dan persepsi penerima.

Keterbatasan Pendekatan Semiotika

Meskipun memiliki banyak kelebihan, pendekatan semiotika juga memiliki keterbatasan dalam memahami konteks sosial dan budaya dalam komunikasi.

Analisis semiotik cenderung dilakukan secara deskriptif. Artinya, analisis semiotik hanya menjelaskan apa yang terlihat dari permukaan tanda-tanda tersebut, tanpa memberikan penjelasan yang lebih mendalam mengenai konteks sosial dan budaya yang mempengaruhinya. Hal ini dapat membuat analisis semiotik menjadi terlalu teoretis dan tidak dapat diterapkan dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda-beda.

Selain itu, pendekatan semiotika juga cenderung mengabaikan aspek non-verbal dari komunikasi seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan intonasi suara. Aspek non-verbal ini juga dapat memberikan makna pada sebuah pesan dan mempengaruhi cara seseorang memahami pesan tersebut. Sebagai contoh, kata-kata yang sama dapat diucapkan dengan intonasi yang berbeda dan memberikan makna yang berbeda pula.

Kesimpulan

Dalam komunikasi, tanda-tanda memiliki peran yang sangat penting dalam menyampaikan pesan. Oleh karena itu, memahami makna di balik tanda-tanda sangatlah penting dalam memahami pesan yang disampaikan. Pendekatan semiotika adalah pendekatan yang sangat penting dalam memahami makna di balik tanda-tanda. 

Dalam pendekatan semiotika, tanda-tanda dianalisis secara terperinci sehingga makna di balik tanda-tanda tersebut dapat dipahami dengan lebih baik. Namun, pendekatan semiotika juga memiliki keterbatasan dalam memahami konteks sosial dan budaya dalam komunikasi. Oleh karena itu, dalam memahami sebuah pesan, perlu dipertimbangkan konteks sosial dan budaya, aspek non-verbal, serta faktor psikologis untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh dan akurat.

Referensi:

Junaedi, M. (2018). Kajian Semiotika Komunikasi Pemasaran dalam Iklan Televisi. Jurnal Ilmu Komunikasi, 11(2), 127-138.

Zainuddin, Z. PENDEKATAN SINTAGMATIK PARADIGMA DALAM KAJIAN BAHASA. BAHAS (e-Journal), 31(3), 95-111.

Sartini, N. W. (2007). Tinjauan teoritik tentang semiotik. Masyarakat, Kebudayaan Dan Politik, 20(1), 1-10.

Eco, Umberto. A Theory of Semiotics. Indiana University Press, 1976. 

Sudaryanto. (2001). Metodologi Penelitian Bahasa: Konsep, Teknik, dan Contoh Analisis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Suyatno, S. (2013). Metodologi penelitian kualitatif: teori dan praktik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun