Mohon tunggu...
Azzahra Diana Salsabil Hidayat
Azzahra Diana Salsabil Hidayat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Kebidanan Universitas Airlangga

Change Your Self, Change Your Future

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Waspadai Baby Blues Syndrome di Masa Pandemi, Cegah Sebelum Terlambat!

28 Juni 2022   20:35 Diperbarui: 28 Juni 2022   21:21 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa tahun belakangan ini, marak istilah “Baby Blues”. Pasca melahirkan, begitu banyak ibu muda, tak hanya di Indonesia saja melainkan di seluruh dunia yang mengalami kondisi ini dan lantas jadi murung, merasa sedih, putus asa bahkan menangis sampai berhari-hari dan mengabaikan bayinya.

Apalagi di masa pandemi ini kondisi mengharuskan orang-orang mengisolasi diri sehingga membuat ruang gerak ibu makin terbatas. Hal tersebut juga meningkatkan peluang bagi ibu untuk mengalami baby blues syndrome loh! 

Baby Blues Syndrome dapat menyerang siapa saja. Tak hanya ibu-ibu muda yang tinggal di daerah pedalaman, tapi juga para ibu muda yang tinggal di kota-kota besar.

Sebenarnya, apa sih definisi “Baby Blues” itu dan seperti apa gejala dari kondisi ini? Yuk, baca selengkapnya di artikel berikut ini.

Sejak bulan Desember 2019, kita sudah dihadapkan pada kenyataan yang sangat menyedihkan, jutaan nyawa melayang diakibatkan persebaran infeksi SARS-CoV 2 yang semakin tidak terkendali. Indonesia sendiri terkonfirmasi terpapar covid-19 pada awal tahun 2020. 

Pandemi Covid-19 mengakibatkan banyak perubahan yang terjadi pada sektor kehidupan. Diantaranya sektor perekonomian, pendidikan, dan kesehatan.

Sejak virus ini masuk ke Indonesia, pemerintah telah membuat beragam kebijakan sebagai upaya menangani sektor-sektor yang terdampak virus Covid-19. 

Salah satu sektor yang menjadi perhatian utama pemerintah yakni sektor kesehatan. Namun, berbagai kebijakan dan solusi penanganan tersebut juga belum sepenuhnya mampu membawa penyedia layanan kesehatan siap dalam menangani pandemi Covid-19.

Dampak morbiditas dan sosial ekonomi yang substansial telah mengharuskan semua negara di berbagai belahan bumi untuk merancang langkah-langkah strategis, efektif, dan efisien, termasuk penguncian nasional, penutupan perbatasan, hingga penerapan social distancing. 

Dampak tersebut juga akan mempengaruhi dari berbagai bidang serta masalah kesehatan mental bagi masyarakat, salah satunya pada kesehatan mental ibu postpastrum.

Pada ibu umumnya, melahirkan sang buah hati yang telah lama dinanti pada saat ibu mengandung ialah suatu moment sangat istimewa dimana ibu bisa memeluk, menimang buah hati secara langsung yang dulunya hanya bisa melihat lewat USG, tentunya sebagai keluarga khususnya ibu akan menyambut kehadiran buah hati dengan mengucap syukur, penuh senyuman dan tangisan bahagia karena hadirnya akan mempengaruhi semangat hidupnya dan memberikan dampak positif bagi dirinya. 

Akan tetapi, beberapa ibu setelah melahirkan ini malah bertolak belakang ketika melihat sang bayi lahir ada yang tiba-tiba menangis, mood sering berubah, dan lain-lain.

Baby Blues Syndrome adalah gangguan mood atau afek ringan sementara yang terjadi pada hari pertama sampai hari ke 10 setelah persalinan. Faktanya, sebanyak 4 dari 5 ibu yang baru melahirkan mengalami baby blues. Angka ini setara dengan 80 persen ibu. Baby blues bisa menyerang ibu manapun, terlepas dari ras, budaya, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi.

Gejala baby blues syndrome ditandai dengan sedih, mudah menangis, perasaan kesepian atau ditolak, merasa dirinya memiliki kesalahan, merasa tidak mampu merawat bayi, memiliki rasa takut yang berlebih jika menyakiti diri sendiri atau bayinya, tidak sabaran, mudah tersinggung, mudah panik, sensitif, menurunnya berat badan, tidak percaya diri jika bertemu seseorang, nafsu makan menurun, bingung, gelisah, letih, pelupa dan tidak dapat tidur.

Dilansir dari The Conversation, kebijakan untuk tetap berada di rumah dan jaga jarak di masa pandemi seperti sekarang membuat ibu lebih sering bertemu suami dan anak yang justru membuatnya rawan terkena konflik yang mana dapat mengganggu adaptasi dengan bayi yang baru lahir. 

Selain itu, ibu juga tidak bisa mendapat bantuan oleh ibu atau mertua untuk menjaga sang bayi saat sekadar ditinggal untuk mandi, kelelahan mengerjakan pekerjaan rumah, bayi merengek tak henti-henti, merasa stress mengurus bayi sendirian, banyaknya berita di medsos tentang hal-hal negatif, serta khawatir akan menularkan virus kepada bayi dan isolasi sosial.

Hal-hal yang dulunya dianjurkan untuk mengurangi tingkat stres pada ibu pasca persalinan bahkan tak bisa dilakukan. Hal tersebut meliputi bertemu dengan orang lain, sekadar jalan-jalan pagi, berlibur bersama keluarga, hingga berkomunitas dengan sesama ibu.

Faktor penyebab baby blues syndrome lainnya yaitu faktor hormon. Pasca melahirkan terjadi penurunan kadar estrogen dan progesterone yang drastis disertai dengan penurunan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan mudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan. 

Kehadiran bayi dalam keluarga dapat menyebabkan perubahan kehidupan sosial dalam keluarga, terutama ibu. Kehamilan hingga persalinan dan mengasuh si kecil bukanlah fase ringan, tanpa kita sadari ternyata sangat menguras energi, menyebabkan berkurangnya waktu istirahat, sehingga terjadi penurunan ketahanan dalam menghadapi masalah dan tentu dapat membuat dampak psikologis pada ibu. Bahkan di dalam Al-Qur'an sendiri mengakui bahwa betapa beratnya beban yang dipikul oleh seorang ibu.

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Artinya:

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. (QS.Luqman :14)

Sejak mengandung, melahirkan, hingga proses menyusui pada sebagian mereka memberi tekanan emosi yang dikenal dengan sindrom baby blues. Al-Qur'an menggambarkan proses ini sebagai wahnan ala wahnin.

Masyaallah sungguh luar biasa yaa perjuangan seorang ibu!

Lalu bisakah baby blues syndrome ini dicegah? Dan jika sudah mengalaminya apakah bisa ditangani? Eitss tunggu dulu Moms, baby blues syndrome ini dapat dicegah dan ditangani kok. Ini dia!

  • Mendekatkan diri kepada Allah SWT

Dilansir dari jurnal berjudul Syndrom Baby Blues: Kesan dan Penanganan dalam Alquran. Cara pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mendekatkan diri pada Allah SWT.

Dalam QS. Thaha ayat 130 dikatakan mendekatkan diri kepada Allah juga dapat membuat manusia menjadi lebih sabar karena yakin bahwa segala kesulitan merupakan ujian dan kehendak-Nya. Dengan mendekatkan diri kepada Allah hati kita akan terasa tenang dan senantiasa diberikan kemudahan disetiap langkah kita.

  • Meminta Dukungan Suami dan Keluarga Terdekat

Keluarga salah satu elemen penting dalam kehidupan. Apalagi peran suami ini sangat dibutuhkan oleh ibu dalam mendampingi dalam keseharian hidupnya. Salah satu caranya yaitu dengan mensupport, mendampingi, berbincang tipis-tipis, deeptalk, memiliki waktu bersama istri. Dukungan dari orang tua, mertua, dan saudara ini juga tak kalah penting untuk membantu pemulihan kondisi Moms yang sedang mengalami baby blues. Jadi jangan sungkan meminta bantuan ya moms

  • Penuhi Kebutuhan Nutrisi Setiap Hari

Selain disibukkan dengan kewajiban mengurus bayi, bunda tidak boleh melupakan pentingnya mendapatkan asupan makanan yang cukup setiap harinya. Memenuhi kebutuhan zat gizi dari makanan sehari-hari penting untuk mengubah suasana hati (mood) menjadi lebih baik. Bahkan, asupan makanan ibu menyusui yang beragam ini juga akan membantu memenuhi kebutuhan gizi Anda.

  • Melakukan Relaksasi

Untuk menenangkan diri sendiri, Moms yang memiliki kondisi baby blues bisa melakukan relaksasi. Relaksasi yang bisa dilakukan antara lain:

  • Shalat
  • Membaca dan menghayati makna Alquran atau mengikuti kajian
  • Bercerita dan berkumpul dengan orang yang positif
  • Memaafkan diri sendiri
  • Bertawakal kepada Allah SWT
  • Berjalan-jalan keluar rumah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun