Mohon tunggu...
Azzahra Zhifa Putri Syahrina
Azzahra Zhifa Putri Syahrina Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Nama: Azzahra Zhifa Putri Syahrina NIM: 46123110040 Jurusan: Psikologi Fakultas: Psikologi Kampus: Universitas Mercu Buan, Warung Buncit Angkatan: 43 Mata Kuliah: Kewirausahaan 1 Dosen: Prof. Dr, Apollo, M. Si.Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis12_Diskursus Pendanaan UMKM Pendekatan Pecking Order Theory Myers Maljuf

16 Juni 2024   00:48 Diperbarui: 16 Juni 2024   00:50 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Pendanaan merupakan salah satu aspek krusial dalam keberhasilan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Berbagai teori telah dikembangkan untuk memahami bagaimana perusahaan memilih sumber pendanaan mereka. Salah satu teori yang terkenal adalah Pecking Order Theory yang diperkenalkan oleh Stewart Myers dan Nicolas Majluf pada tahun 1984. Teori ini berfokus pada urutan preferensi perusahaan dalam memilih sumber pendanaan berdasarkan adanya asimetri informasi antara manajer dan investor. Pendanaan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) memerlukan strategi yang efektif untuk mengelola sumber daya keuangan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah Teori Pecking Order (POT) yang dikembangkan oleh Myers dan Majluf pada tahun 1984. Teori ini menjelaskan bagaimana perusahaan mengurutkan pilihan pendanaan berdasarkan kemungkinan mendapatkan pengembalian investasi terbaik. 

Pecking Order Theory: Konsep Dasar

Teori POT mengasumsikan bahwa perusahaan membuat keputusan pendanaan hierarkis berdasarkan pendanaan internal dan eksternal, dari keuntungan hingga kewajiban hingga modal (dimulai dengan sumber biaya terendah). Teori ini menjelaskan mengapa perusahaan dengan margin tinggi sebenarnya memiliki hutang yang rendah. Perusahaan memiliki banyak preferensi dalam hal penggunaan dana, dan mereka cenderung menggunakan sumber daya keuangan internal daripada sumber daya eksternal. Ketika mereka membutuhkan dana tambahan baik untuk modal kerja atau proyek baru, mereka cenderung menggunakan hutang atas ekuitas. Pecking Order Theory mengusulkan bahwa perusahaan lebih menyukai sumber pendanaan internal (retained earnings) sebelum beralih ke pendanaan eksternal seperti utang dan, akhirnya, ekuitas. Urutan ini didasarkan pada biaya informasi dan sinyal yang dikirim ke pasar saat perusahaan mencari dana eksternal. Karena manajer memiliki lebih banyak informasi tentang kondisi perusahaan dibandingkan investor luar, keputusan untuk menerbitkan ekuitas dapat dianggap sebagai sinyal negatif bahwa saham perusahaan mungkin dinilai terlalu tinggi.

Teori Pecking Order Myers Majluf:

Teori Pecking Order Myers Majluf (1984) menjelaskan urutan preferensi sumber pendanaan yang digunakan oleh perusahaan, khususnya UMKM. Teori ini didasarkan pada dua asumsi utama:

  1. Asimetri Informasi: Pemberi pinjaman memiliki informasi yang lebih sedikit tentang risiko dan prospek perusahaan dibandingkan dengan pemilik perusahaan.
  2. Biaya Transaksi: Terdapat biaya yang terkait dengan setiap sumber pendanaan, seperti biaya penerbitan utang, biaya penerbitan saham, dan biaya mendapatkan pinjaman bank.

Menurut teori ini, UMKM akan memilih sumber pendanaan dengan urutan sebagai berikut:

  1. Dana Internal: Laba ditahan dan depresiasi. Ini adalah sumber pendanaan yang paling disukai karena tidak memiliki biaya transaksi dan tidak menimbulkan kewajiban tambahan.
  2. Utang Berjaminan: Utang yang dijamin dengan aset perusahaan, seperti tanah atau bangunan. Utang ini memiliki tingkat bunga yang lebih tinggi daripada utang tanpa jaminan, tetapi lebih mudah diperoleh karena risiko bagi pemberi pinjaman lebih rendah.
  3. Utang Tanpa Jaminan: Utang yang tidak dijamin dengan aset perusahaan. Utang ini memiliki tingkat bunga yang paling tinggi, tetapi memungkinkan UMKM untuk mendapatkan pendanaan tanpa perlu menjual kepemilikan perusahaan.
  4. Ekuitas: Penjualan saham perusahaan kepada investor. Ekuitas memberikan modal permanen kepada perusahaan, tetapi juga berarti pemilik perusahaan harus menyerahkan sebagian kendali atas perusahaan.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendanaan UMKM

Beberapa faktor mempengaruhi keputusan pendanaan UMKM. Salah satunya adalah risiko bisnis. Perusahaan dengan risiko bisnis yang lebih kecil dapat meminjam lebih banyak tanpa biaya kesulitan keuangan yang diharapkan, sehingga mereka dapat merealisasikan manfaat pajak dengan mengambil keuntungan dari utang yang lebih tinggi. Perusahaan di negara-negara dengan tarif pajak yang tinggi perlu memiliki lebih banyak utang dalam struktur modal mereka daripada perusahaan yang pembayarannya diakui sebagai beban oleh pemerintah, yang mengurangi pajak penghasilan 

Asimetri Informasi dan Preferensi Pendanaan

Menurut Myers dan Majluf, asimetri informasi memainkan peran penting dalam menentukan urutan preferensi pendanaan. Manajer perusahaan cenderung memiliki informasi yang lebih baik tentang prospek, risiko, dan nilai perusahaan dibandingkan dengan investor eksternal. Ketika perusahaan membutuhkan dana, mereka cenderung:

  1. Menggunakan dana internal terlebih dahulu karena tidak menimbulkan biaya informasi tambahan dan tidak mengirimkan sinyal negatif ke pasar.
  2. Jika dana internal tidak mencukupi, perusahaan akan beralih ke utang karena biaya penerbitan utang lebih rendah dibandingkan dengan ekuitas dan utang dianggap sebagai sinyal positif karena menunjukkan bahwa manajer percaya perusahaan mampu membayar kembali utangnya.
  3. Penerbitan ekuitas adalah pilihan terakhir karena dianggap sebagai sinyal bahwa saham perusahaan mungkin overvalued, yang dapat menurunkan harga saham perusahaan tersebut.

Studi Kasus dan Implementasi

Beberapa studi menunjukkan bahwa UMKM cenderung mengikuti pola pecking order dalam praktiknya. Misalnya, penelitian oleh Shyam-Sunder dan Myers menemukan bahwa perusahaan lebih memilih pendanaan internal dan utang sebelum beralih ke ekuitas, sesuai dengan prediksi Pecking Order Theory (Wikipedia). Namun, dalam konteks UMKM di Indonesia, akses ke utang juga bisa menjadi tantangan karena tingginya tingkat bunga dan persyaratan jaminan yang ketat.

Studi Kasus : Warung Makan Sukses

  • Deskripsi: Warung Makan Sukses adalah bisnis keluarga yang dirintis 10 tahun lalu. Mereka awalnya menggunakan tabungan keluarga sebagai modal awal.
  • Analisis: Sesuai teori Pecking Order, Warung Makan Sukses menggunakan sumber pendanaan internal terlebih dahulu. Laba ditahan dari keuntungan selama bertahun-tahun memungkinkan mereka untuk membuka cabang baru tanpa perlu berutang atau mencari investor.

Implementasi Teori Pecking Order

UMKM dapat mengimplementasikan Teori POT dengan cara:

  1. Menggunakan Sumber Daya Keuangan Internal: UMKM harus menggunakan sumber daya keuangan internal seperti keuntungan dan arus kas untuk membiayai operasional dan investasi.
  2. Menggunakan Hutang: UMKM dapat menggunakan hutang untuk membiayai proyek-proyek yang memiliki potensi tinggi dan untuk meningkatkan kinerja bisnis.
  3. Menggunakan Ekuitas: UMKM dapat menggunakan ekuitas untuk meningkatkan nilai perusahaan dan untuk meningkatkan kinerja bisnis.
  4. Fokus pada Profitabilitas:  Meningkatkan profitabilitas dan mempertahankan laba ditahan adalah langkah awal penting. Ini membuat mereka memiliki sumber pendanaan internal yang lebih kuat.
  5. Membangun Riwayat Kredit:  Membayar tagihan tepat waktu dan membangun hubungan baik dengan bank dapat membantu UMKM mendapatkan akses ke pinjaman di masa depan (utang berjaminan/tanpa jaminan).
  6. Mencari Alternatif Pendanaan:  UMKM dapat mengeksplorasi alternatif pendanaan selain bank, seperti program pemerintah, investor malaikat, atau crowdfunding (ekuitas).

Implikasi Pecking Order Theory pada UMKM

Pada konteks UMKM, teori ini juga relevan meskipun skala dan dinamika pendanaannya berbeda dengan perusahaan besar. UMKM seringkali menghadapi keterbatasan dalam mengakses pendanaan eksternal karena risiko yang lebih tinggi dan kurangnya jaminan yang memadai. Dalam hal ini, preferensi untuk menggunakan dana internal lebih kuat karena:

  1. Mengurangi ketergantungan pada kreditur dan investor eksternal yang mungkin tidak memahami sepenuhnya bisnis UMKM.
  2. Menghindari biaya dan persyaratan ketat yang sering kali menyertai pinjaman bank atau modal ventura.
  3. Menghindari dilusi kepemilikan yang bisa terjadi dengan penerbitan ekuitas baru.

Selain itu Teori Pecking Order memiliki beberapa implikasi penting untuk pendanaan UMKM:

  • Pentingnya Dana Internal: UMKM harus fokus pada meningkatkan profitabilitas dan mempertahankan laba ditahan untuk memperkuat pendanaan internal.
  • Peran Lembaga Keuangan: Lembaga keuangan perlu menawarkan produk pinjaman yang dirancang khusus untuk UMKM, dengan mempertimbangkan asimetri informasi dan biaya transaksi.
  • Kebijakan Pemerintah: Pemerintah dapat mendukung UMKM dengan menyediakan insentif untuk meningkatkan profitabilitas, memberikan pelatihan manajemen keuangan, dan memfasilitasi akses ke pendanaan.

Tantangan dan Kritik terhadap Pecking Order Theory

Teori Pecking Order Myers Majluf memberikan kerangka kerja yang bermanfaat untuk memahami perilaku pendanaan UMKM. Namun, seperti teori lainnya, teori ini memiliki beberapa tantangan dan kritik.  Berikut ini dijelaskan tantangan dan kritiknya:

1. Keberlakuan Universal:

  • Teori ini mungkin tidak berlaku secara universal untuk semua UMKM. Faktor-faktor seperti industri, negara, dan budaya dapat memengaruhi urutan preferensi sumber pendanaan.
  • Asumsi asimetri informasi dan biaya transaksi mungkin tidak selalu akurat dalam semua kasus.

2. Pertimbangan Perilaku Investor:

  • Teori ini kurang mempertimbangkan perilaku investor dan bagaimana mereka menilai risiko dan prospek perusahaan.
  • Investor mungkin memiliki preferensi yang berbeda untuk jenis pendanaan yang mereka inginkan.

3. Kompleksitas Pengambilan Keputusan:

  • Keputusan pendanaan UMKM mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor lain selain asimetri informasi dan biaya transaksi, seperti kebutuhan modal jangka pendek atau jangka panjang, toleransi risiko, dan strategi pertumbuhan.
  • Teori Pecking Order mungkin terlalu menyederhanakan proses pengambilan keputusan yang kompleks.

4. Kurangnya Pertimbangan Pendanaan Hibah:

  • Teori ini tidak secara eksplisit mempertimbangkan pendanaan hibah atau bantuan pemerintah sebagai sumber pendanaan bagi UMKM.
  • Bantuan pemerintah dapat memainkan peran penting dalam mendukung UMKM, terutama di negara-negara berkembang.

5. Validasi Empiris:

  • Beberapa penelitian empiris menunjukkan bahwa urutan preferensi pendanaan UMKM tidak selalu sesuai dengan teori Pecking Order.
  • Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi teori ini dalam konteks yang berbeda.

6. Asumsi Informasi Asimetris: Beberapa peneliti berargumen bahwa asumsi tentang tingkat informasi yang tidak simetris antara manajer dan investor mungkin tidak selalu akurat atau berlaku universal.

7. Fleksibilitas Struktur Modal: Beberapa perusahaan mungkin lebih fleksibel dan strategis dalam memilih struktur modal mereka daripada yang diusulkan oleh teori ini.

8. Konteks Pasar yang Berbeda: Implementasi teori ini dapat bervariasi tergantung pada konteks pasar dan lingkungan bisnis yang berbeda, seperti tingkat perkembangan pasar modal dan akses ke sumber pendanaan alternatif

Referensi

Pecking order theory - Wikipedia 

BAB II_1.pdf (unissula.ac.id) 

JURNALEM19464.pdf (uajy.ac.id) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun