Peserta diskusi yang mengajukan argumen mesti memastikan standar baku dari struktur bangunan argumentasi agar argumen yang disampaikan memang patut. Dalam artian bahwa argumen tersebut tidak mengalami kontradiksi dengan argumen yang disampaikan sebelumnya. Kontradiksi ini dapat ditemui pada basis penalarannya, alasan yang melatarbelakanginya, atau langsung lompat ke simpulan baik secara sengaja atau tidak. Kontradiksi dapat mempengaruhi proses penalaran secara umum.
Sebagai contoh, peserta diskusi menyatakan, "Saya menyukai semua seniman dan karya-karya mereka. Namun seniman ini adalah seorang ateis dan saya sangat membenci ateisme." Pernyataan itu ditopang oleh argumen yang kontradiktif. Simpulannya tentang kebencian terhadap ateisme mengimplikasikan bahwa ia membenci siapapun yang menganut ateisme termasuk seniman ateis yang kemudian kontradiktif dengan kalimat awal ia sebutkan yang menyatakan bahwa ia menyukai semua seniman.
Kontradiksi dalam struktur argumen dapat pula ditemui pada bagian internalnya. Bahwa kalimat yang digunakan untuk menyampaikan suatu argumen dapat memuat kosa kata yang makna atau maksudnya mengindikasikan kontradiksi dengan kosa kata lainnya pada kalimat tersebut.Â
Seperti pernyataan berikut, "Amin menikahi Nirma tetapi Nirma bukanlah istri Amin." Banyak contoh kontradiksi elemen internal kalimat yang kita temui setiap hari. Meski sebagian besar hanya dipakai dalam konteks candaan atau berkelakar tetapi perlu dicatat bahwa memang terdapat orang yang menggunakan itu dengan serius entah karena tidak menyadarinya secara langsung atau memang pada dasarnya proses penalarannya memang kontradiktif.
Selain 6 (enam) poin Prinsip Dasar yang melandasi Kode Etik Intelektual yang melandasi kegiatan diskusi sebagaimana dijabarkan, masih terdapat lagi 6 (enam) prinsip dasar lainnya. Keenam prinsip itu akan dijabarkan pada bagian berikutnya. Kedua belas prinsip dasar yang disebutkan Edward Damer dalam Attacking Faulty Reasoning-nya dpat menjadi panduan bagi siapa saja yang berniat menjalankan diskusi secara sehat dan efektif.Â
Saat ini, berbagai media dapat kita akses untuk memudahkan kita berbagi dan mendiskusikan ide kepada orang lain. Sangat disayangkan bila media-media tersebut justru hanya dimanfaatkan untuk membuat diskusi menjadi membosankan dan dihindari banyak orang karena diisi oleh peserta diskusi yang hanya ingin menjatuhkan orang lain. Diskusi bukan tentang menang atau kalah apalagi sampai menjatuhkan orang lain dengan tujuan menghancurkan kepercayaan dirinya terlibat lebih jauh dalam diskusi. Diskusi ranahnya pengembangan ide di mana setiap peserta punya hak yang sama untuk menguji kualitas penalarannya atau mencari pandangan baru terhadap apa yang selama ini mereka yakini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H