Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kode Etik Berdiskusi: Bagian Satu

9 Agustus 2021   17:59 Diperbarui: 9 Agustus 2021   18:53 1307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesadaran untuk terlibat dalam diskusi menguji kadar toleransi kita terhadap dua sisi; klaim yang kita pertahankan dan keterbukaan kita menerima sudut pandang baru yang ditawarkan oleh orang lain. Setiap orang punya hak untuk memertahankan kebenaran yang ia yakini meski tak satu pun di antara mereka punya hak untuk memaksakan klaim benar terhadap yang lainnya.

Benar dan kebenaran adalah dua hal yang sama sekali berbeda meski terpaut dengan kuat. Memaksakan kebenaran sebagai sesuatu yang benar hanya akan menyesatkan kita kepada pembenaran. 

Sehingga perlu dipahami dengan baik bahwa diskusi tidak menjaminkan kuasa pada subjek peserta diskusi. Diskusi hanya memjaminkan kuasa pada argumentasi. Konsekuensinya, setiap peserta punya hak untuk diberi giliran untuk mengajukan argumennya entah dalam rangka memperkuat argumen lainnya atau justru menyatakan keberatan atasnya.

3. Prinsip Bebas Ketaksaan

Prinsip ini mengharuskan peserta diskusi untuk menyajikan argumen sejelas mungkin dan menghindari penggunaan istilah taksa atau ambigu. Tidak jarang diskusi melenceng dari topik akibat penggunaan istilah berbelit atau kalimat yang dibuat untuk membingungkan pendengar. Kekaburan linguistik selalu menjadi momok yang membuat diskusi menjadi membosankan.

Ketaksaan dapat pula berupa perpindahan topik secara tiba-tiba tanpa mengindahkan konteks pembicaraan. Sesaat membahas suatu hal lalu tiba-tiba membahas hal lainnya yang ditujukan untuk mengalihkan fokus lawan bicara terhadap topik yang sebenarnya sedang dibahas. Sehingga kebiasaan yang sering disepelekan ini terkadang menuntun pada penggunaan analogi yang keliru.

Sebagai contoh, penggunaan istilah kenakalan remaja tetapi justru membahas kebiasaan atau kegemaran mereka tanpa menyebut secara tegas akibat negatif dari kebiasaan tersebut. 

Seperti pada pernyataan, "Remaja hari ini cenderung melakukan kekerasan akibat game yang mereka mainkan di ponsel atau di konsol game. Game itu mengajarkan kekerasan melalui tayangan pada aplikasi yang kemudian dicontoh oleh remaja. Game ini lah yang membuat remaja kecanduan sehingga menuntun pada kejahatan lainnya seperti pemerkosaan dan penyalahgunaan narkotika." Perhatikan betapa banyak kerancuan linguistik dan kekeliruan penggunaan analogi pada rentetan pernyataan itu.

Secara spesifik, rentetan pernyataan itu tidak membuktikan satu sama lain. Perlakuan kekerasan pada kalimat pertama disebabkan oleh game tetapi tidak memberi tinjauan lanjut tentang kadar, aspek dari pengaruh, atau hal lainnya yang berkenaan dengan klaim tersebut. Pun tak ada sumber berupa hasil studi atau kajian yang bisa dijadikan rujukan untuk membuktikan klaim yang diajukan. Pada kalimat-kalimat berikutnya dijelaskan pengaruh turunan berasal dari sebab yang sama (game) tanpa menyebutkan secara rinci kaitan antar pengaruh-pengaruh tersebut.

4. Prinsip BebanPembuktian

Prinsip ini cara kerjanya sederhana. Peserta yang mengajukan klaim atau pernyataan juga bertanggungjawab menghadirkan bukti dari pernyataannya tersebut. Hal ini menjaga diskusi tetap sehat tanpa harus ada saling lempar tanggungjawab. Jika lawan diskusi mengajukan pertanyaan maka yang ditanya mesti membalas dengan argumen sesuai cakupan dari pertanyaan tersebut dan tidak membalas dengan pertanyaan baru di luar konteks diskusi atau bukan dalam rangka mengonfirmasi/ memperjelas apa yang ditanyakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun